Namanya Erik, pria muda berusia 21 tahun itu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari rekan kerjanya hanya karena dia seorang karyawan baru sebagai Office Boy di perusahaan paling terkenal di negaranya.
Kehidupan asmaranya pun sama buruknya. Tiga kali menjalin asmara, tiga kali pula dia dikhianati hanya karena masalah ekonomi dan pekerjaannya.
Tapi, apa yang akan terjadi, jika para pembenci Erik, mengetahui siapa Erik yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Niat Erik
"Bagaimana ini, Bram?" Victoria nampak begitu panik.
Sebelum menjawab, Bram meminta wanita yang bersamanya untuk menyingkir. Tangan pria itu meraih handuk yang tersampir di sandaran sofa dan melilitkannya di pinggang.
"Bagaimana dengan nasib Morgan?" Victoria kembali bersuara. "Kalau Castilo menemukan anaknya, maka Morgan bakalan gagal menjadi hasil waris."
"Sudahlah, kita harus tetap tenang. Kita lihat dulu, perkembangannya bagaimana," ucap Bram. "Apa Natalia sudah tahu?"
Victoria menggeleng. "Sepertinya dia belum tahu. Apa sebaiknya kita beri tahu dia?"
"Buat apa?" tanya Bram setelah menyalakan sebatang rokok mahalnya. "Bukankah dia juga sedang mengincar hartanya Castilo?"
"Setidaknya, kita bisa memperalat dia untuk memperkeruh hubungan Castilo dan istrinya. Biar bagaimana pun Natalia juga pernah menjadi istri Castilo. Pasti dia bisa menggunakan fakta itu untuk senjatanya."
Bram terdiam. Dihisapnya rokok di tangan dalam-dalam, lalu mengepulkan asapnya ke sembarang arah.
"Ya sudah, kita pantau aja dulu. Kalau keadaannya membahayakan kita, baru kita bertindak," ucap Bram.
Victoria mengangguk pelan dengan pikiran menerawang kemana-mana. "Aku pikir, Castilo sudah percaya kalau anaknya sudah mati. Ternyata diam-diam dia masih mencarinya."
"Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan yang sudah terjadi. Sekarang, kita fokus aja, rencana kita berikutnya. Kalau Morgan tidak mendapatkan harta Castilo, kita harus pakai cara lain untuk merebutnya."
Victoria kembali mengangguk pelan.
####
Sementara itu, Erik kini sidah berada dalam satu mobil bersama Alex. Sesuai dengan perintah, Erik hanya mengemas barang yang penting-penting saja, termasuk barang-barang milik Ibunya. Barang-barang lainnya, Erik serahkan kepada para tetangganya.
Ada perasaan sedih dalam hati Erik kala meninggalkan kampung tersebut. Meskipun ucapan para tetangganya kadang terdengar menyakitkan. Namun para tetangganya juga yang sering membantu Erik dan Ibunya jika mereka dalam kesusahan.
Erik juga masih tidak menyangka, kalau Castilo yang namanya sangat terkenal, adalah ayah kandungnya. Di saat dia sedang memikirkan hal tersebut, Erik tiba-tiba teringat akan sesuatu.
"Tuan," panggil Erik pada pria yang memegang kendali mobil.
"Sudah saya katakan berkali-kali, Tuan muda. Anda harus belajar memanggil saya dengan nama saja," protes Alex.
"Aduh, gimana ya? Saya merasa itu kurang sopan, Tuan?" ungkap Erik dan hal itu sukses membuat Alex tersenyum lebar.
"Bukan masalah tidak sopan apa bagaimana. Dalam keluarga Castilo maupun miliarder lainnya, hal ini sudah terbiasa mereka lakukan sebagai majikan."
Kening Erik sedikit berkerut. Lalu dia melempar pandangan me arah lain. "Apa keluarga Tuan besar jumlahnya sangat banyak?"
"Dia ayah anda, Tuan muda," ujar Alex mengingatkan.
Erik tersenyum lebar. "Entahlah. Sudah terbiasa hidup tanpa Ayah, jadi rasanya sangat aneh."
Alex menoleh sejenak, menatap Erik. Lalu dia kembali melempar tatapannya ke arah jalan. "Apa anda marah sama Tuan besar?"
"Saya tidak tahu harus bagaimana. Saat ini saya hanya kepikiran ibu saja. Sejak Kakek meninggal, Ibu yang berjuang sendirian. Dan sekarang tiba-tiba Tuan Castilo muncul dan mengaku sebagai saya. Saya bingung."
Alex yang mendengarnya turut merasa prihatin dan bersalah. Biar bagaimanapun, saat itu dirinya juga ikut andil dengan kepergian Castilo disaat Erik baru berusia hampir tiga tahun.
"Kapan kakek anda meninggal?" tanya Alex lagi. Sejak Erik bercerita dia lupa untuk menanyakan hal tersebut.
"Sebelum kita pindah ke kota ini," jawab Erik.
Alex mengangguk paham. "Lalu, apa kalian sering mendapat hinaan seperti tadi?"
Erik menatap Alex sejenak, lalu dia berpaling.
"Dulu waktu masih ada Kakek. Kakek lah yang selalu melindungi saya dan ibu jika ada yang menghina kami. Tapi sejak Kakek meninggal, Ibu memilih mengabaikan setiap hinaan yang datang. Saya sendiri tidak bisa berbuat banyak karena Ibu selalu memperingatkan. Sebagai anak laki-laki, saya benar-benar merasa tidak ada gunanya buat Ibu."
Alex tersenyum iba. "Terus soal cincin itu, kenapa bisa ada pada anda?"
"Itu juga karena Kakek. Sebenarnya Ibu sudah membuangnya, tapi sama Kakek disimpan karena itu satu-satunya benda kenang-kenangan dari Ayah. Waktu Kakek mulai sakit-sakitan, dia menyerahkannya sama saya."
Alex mengangguk. Sudah cukup banyak informasi yang dia dapat dari anak muda di sebelahnya. Mungkin informasi itu akan dia gunakan jika Castilo nanti bertanya.
"Apa keluarga Tuan besar, akan menerima kedatangan kami?" sekarang tinggal Erik yang bertanya.
"Mau tidak mau, mereka harus menerima kalian. Biar bagaimanapun anda memiliki darah Castilo. Jangan takut."
"Bukannya takut, saya merasa tidak pantas aja berada dalam keluarga kaya itu."
"Maka itu, mulai sekarang, anda harus terbiasa dengan keadaan anda yang merupakan satu-satunya putra Castilo."
"Satu-satunya?" Erik nama kaget mendengarnya. "Bukankah Tuan besar memiliki dua anak laki-laki lagi?"
Alex tersenyum sinis. "Nanti biar Tuan besar yang menjelaskan soal itu."
Erik mengangguk meski hatinya masih diliputi banyak pertanyaan.
Selang beberapa puluh menit kemudian, mobil yang dikendarai Alex memasuki kawasan perumahan elit.
Erik nampak terkejut kala menyaksikan semua rumah mewah yang berjejer di sana. Bukan sampai disitu saja. Rasa terkejut Erik semakin membesar kala mendengar dari mulut Alex, kalau rumah-rumah itu adalah salah satu bisnis milik ayahnya.
"Ini rumah siapa? Kok modelnya berbeda sama yang lain?" tanya Erik kala mobil yang dia tunggangi berhenti tepat di pintu gerbang rumah yang paling besar.
"Ini rumah anda," ucap Alex santai, tapi sukses membuat Erik terperangah.
Begitu pintu gerbang terbuka, mobil kembali bergerak masuk ke dalamnya. Erik pun tidak dapat menyembunyikan kekagumannya melihat keadan rumah mewah tersebut.
"Apa ini semua mobil Tuan besar?" tanya Erik lagi, saat mobil memasuki garasi. Berjejer mobil mewah, berbaris rapi di dalam sana.
"Ya. Milik Tuan besar semua. Tapi sebenarnya, mobil-mobil ini Tuan beli, tepat ditanggal kelahiran anda."
"Apa!"
Alex mengangguk. "Ya, ini hadiah ulang tahun buat anda. Anda bisa mengemudi?"
"Sedikit," jawab Erik dengan pandangan fokus menatap semua mobil yang katanya hadiah ulang tahun untuknya.
Erik begitu takjub, karena selama ini Erik hanya bisa mengkhayal tentang mobil mewah tersebut yang sering dia saksikan di media sosial.
"Jika anda suka motor, di ruang sebelah juga ada beberapa motor yang siap anda gunakan."
"Benarkah?" Alex mengangguk. "Apa saya boleh melihatnya?"
"Tentu. Mari ikut saya."
Begitu turun dari mobil, Alex mengajak Erik melewati pintu penghubung ruangan tersebut. Erik kembali dibuat takjub dengan motor-motor mahal yang berjejer rapi di sana.
"Ini semua juga milik anda."
"Astaga! Apa semua ini masih baru?"
"Tentu. Tidak ada satupun orang yang berani memakainya termasuk mobil. Hanya anda yang berhak menggunakannyam"
Erik merasa tak percaya dengan fakta yang baru saja dia dapatkan.
"Mari masuk, Tuan besar pasti menunggu anda."
Erik mengangguk. Suasana hatinya benar-benar tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tapi satu yang pasti dan akan Erik lakukan, dia akan membalas semua orang yang telah menghinanya, terutama yang suka menghina sang Ibu.