Sebuah keputusan besar terpaksa harus Jena ambil demi menghidupi keluarganya. Menikah dengan Bos diperusahaannya untuk mendapatkan keturunan agar dapat meneruskan perusahaan adalah hal yang gila. Namun apa jadinya jika pernikahan itu terjadi diatas kontrak? temukan jawabannya disini 👇🏻.. Selamat membaca 🤗🥰🥰
.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nazefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Masih Bisa Di Usahakan
Sinar matahari mulai menembus masuk melewati kaca hotel tempat dimana Amanda menginap semalam. Perlahan Amanda mulai mencoba membuka kedua matanya, dengan kepala yang terasa sangat pusing dan berat akibat terlalu banyak minum kini Amanda mulai mencoba bangkit dan duduk. Amanda mulai menatap sekeliling kamar hotel itu.
"Dimana aku?" ucap Amanda dengan memegangi kepalanya.
Merasakan hawa sejuk ditubuhnya kini Amanda mulai menurunkan pandangannya menatap tubuhnya yang kini hanya terbalut selimut hotel yang tebal. Dengan perlahan Amanda membuka sedikit selimut tersebut, dan terpampanglah tubuh Amanda yang polos tanpa sehelai benangpun. Amanda kaget bukan main membuatnya segera menutup tubuhnya kembali.
"Ap.. apa yang terjadi padaku?" ucap Amanda dengan mata berkaca-kaca.
Perlahan Amanda mulai mengingat kejadian semalam saat Roy membawanya ke hotel tersebut lalu menidurkannya diranjang. Saat itu Amanda yang tidak sepenuhnya sadar mengira bahwa Roy adalah Savero dan mengajaknya bercinta semalaman. Roy sudah mencoba menolak dan menyadarkan Amanda, tapi Amanda terus saja menggodanya hingga akhirnya pertahanan Roy pun roboh.
Kini Amanda hanya bisa menyesali dan menangis sejadi-jadinya di kamar itu. Isak tangis yang kencang menggema di setiap sudut di ruangan tersebut. Kini masa depan Amanda sudah hancur bersama mimpinya untuk bisa bersama dengan Savero.
Amanda tidak percaya jika orang yang selama ini sudah Amanda anggap sahabat yang paling mengerti dirinya tega melakukan ini padanya.
"Bajingan!!"
"Brengsek!!" teriak Amanda sambil melempar semua bantal yang ada di ranja ke atas lantai.
Setelah puas menangis kini Amanda mulai mencoba mencari handphonenya ke atas nakas. Di sana Amanda mendapati ada sepucuk keras yang tergeletak di sebelah handphonenya dan diapun segera meraihnya.
Ternyata itu adalah pesan singkat dari Roy untuknya.
"Amanda, maaf jika aku harus pergi lebih dulu. Aku ada pekerjaan penting, kamu jangan khawatir aku akan menemuimu nanti setelah aku pulang dari kantor."
Salam manis
Roy.
Amanda segera meremas-remas kertas tersebut dengan penuh amarah dan membuangnya dengan sepenuh tenaga.
"Bajingan kamu Roy!! Iblis kamu!! tega kamu sama aku Roy!! Nggak punya hati!!!" maki Amanda habis-habisan dengan disusul pecahnya tangisnya lagi.
Setelah Amanda mulai bisa mengontrol emosinya, kini Amanda berniat menghubungi Roy dengan meraih handphone yang berada di atas nakas.
Tuuut!!
Tuuut!!
Panggilan Amanda tidak mendapatkan jawaban meskipun Amanda mencoba menyambungnya berkali-kali.
Dengan perasaan putus asa Amanda melempar handphonenya ke atas kasur dan berteiak sekencang mungkin untuk meluapkan semua emosinya.
"Aaaaarrrgghh!!!!" teriak Amanda sambil menjambak rambutnya sendiri dengan kencang.
Amanda berfikir Roy pasti sengaja menghindarinya untuk lari dari masalah. Dan surat itu hanyalah sebuah alasan saja.
💦
💦
💦
"Bagaimana dok? Apa istri saya sedang hamil saat ini?" tanya Savero pada dokter Salma yaitu dokter kandungan yang menangani Jena. Dokter Salma adalah dokter kepercayaan Savero.
Jena hanya diam dengan menatap tegang wajah dokter Salma sambil meremas tangannya, mencoba menerka apa yang akan dokter Salma katakan. Savero yang mengerti dengan perasaan Jena saat ini pun segera menggenggam tangan Jena untuk menenangkannya. Seolah mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja.
"Maaf Tuan Savero, menurut pemeriksaan barusan istri anda ini belum ada tanda-tanda kehamilan, jadi saya berharap Anda tidak berkecil hati.
Savero mencoba setenang mungkin mendengar ini, dia tidak mau jika membuat hati kecil Jena sampai terluka. Sementara sebaliknya Jena sangat merasa sedih karena sudah mengecewakan harapan Savero. Seolah mereka seperti pasutri sungguhan yang benar-benar ingin mendapatkan keturunan dengan saling menjaga perasaan satu sama lain.
"Tapi apa istri saya bisa hamil dalam waktu dekat dok?" tanya Savero dengan hati-hati.
"Tentu Tuan, yang terpenting usahakan istri anda untuk tidak stres, lakukan hubungan dengan teratur misalnya 2-3kali dalam satu minggu dan jaga pola makan." terang dokter Salma.
"Baik dok." ucap Savero.
"Nanti akan saya berikan vitamin untuk istri anda." ucap dokter Salma.
"Terimakasih dokter." jawab Savero.
Setelah semua urusan mereka selesai, Savero dan Jena segera pergi dari rumah sakit tersebut dan berjalan menuju ke mobil yang berada di basemen. Savero membukakan pintu mobil depan untuk Jena, dan saat Jena masuk Savero dengan sigap melindungi kepala Jena.
Memang hari ini Savero dan Jena hanya pergi berdua ke rumah sakit itu. Kini mobil mereka mulai melaju pelan pergi meninggalkan area rumah sakit tersebut.
Sepanjang jalan Jena tampak murung karena takut jika Savero akan marah kepadanya karena belum berhasil memberikan keturunan untuknya.
"Je? Apa kamu ingin makan sesuatu dulu sebelum pulang?" tanya Savero.
"Tidak Tuan, saya hanya ingin pulang." jawab Jena dengan tidak bersemangat.
"Baiklah."
Savero mencoba memahami isi hati Jena saat ini dengan tidak banyak bertanya atau menuntut sesuatu.
Setelah sampai di apartemen Jena langsung masuk ke dalam kamarnya dengan di ikuti oleh langkah Savero.
Jena duduk di tepi ranjang, sementara Savero mulai membuka jas dan dasi yang melilit di lehernya lalu membuka tiga kancing bajunya.
"Tuan, maafkan aku." ucap Jena pelan.
Savero membalikkan badan dan menatap gadis cantik itu, lalu perlahan mendekati Jena dan berdiri tepat di depannya.
"Untuk?" tanya Savero.
"Tuan pasti sangat merasa kecewa karena aku belum bisa memberikan apa yang Tuan inginkan." ucap Jena dengan menundukkan wajahnya.
Savero duduk di samping Jena dan mencoba menenangkannya. Savero mengangkat wajah gadis itu dengan memegang dagunya.
"Ini bukan salahmu, mungkin memang waktunya yang belum tepat." ucap Savero.
"Apa Tuan tidak marah?" tanya Jena.
Savero menyunggingkan senyum.
"Tidak, lebih baik jangan berfikir yang macam-macam. Kamu dengar kan tadi apa kata dokter Salma? Kamu itu tidak boleh stres." ucap Savero sambil mencubit pelan hidung mungil Jena.
"Jadi Tuan benar-benar tidak marah?" tanya Jena memastikan.
"Percayalah.. Lagipula semua masih bisa di usahakan." ujar Savero.
"Maksud Tuan?"
"Bukankah jika kita melakukannya lebih sering itu akan membuatmu lebih cepat hamil?" ujar Savero.
Jena melebarkan tatapannya mendengar pertanyaan dari mulut Savero.
"Dasar lelaki buaya! selalu saja mengambil kesempatan." maki Jena dengan memukul-mukul dada bidang milik Savero.
Savero menangkap tangan kecil Jena dan membiusnya dengan ciuman yang lembut. Ciuman yang berujung ranjang..
Hari ini mereka melakukannya sampai puas.. lagi, lagi, lagi, dan lagi.....