Mungkin ada banyak sekali gadis seusianya yang sudah menikah, begitulah yang ada dibenak Rumi saat ini. Apalagi adiknya terus saja bertanya kapan gerangan ia akan dilamar oleh sang kekasih yang sudah menjalin hubungan bersama dengan dirinya selama lima tahun lamanya.
Namun ternyata, bukan pernikahan yang Rumi dapatkan melainkan sebuah pengkhianatan yang membuatnya semakin terpuruk dan terus meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Di masa patah hatinya ini, sang Ibu malah ingin menjodohkannya dengan seorang pria yang ternyata adalah anak dari salah satu temannya.
Tristan, pewaris tunggal yang harus menyandang status sebagai seorang duda diusianya yang terbilang masih duda. Dialah orang yang dipilihkan langsung oleh Ibunya Rumi. Lantas bagaimana? Apakah Rumi akan menerimanya atau malah memberontak dan menolak perjodohan tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26
Jika biasanya Rumi akan bersantai barang sejenak di balik kubikelnya sampai pukul dua belas tepat, maka kali ini gadis itu tidak melakukannya sama sekali.
Tadi begitu kelas dibubarkan dan setelah ia memastikan kalau semua anak muridnya sudah keluar, Rumi juga langsung meninggalkan kelas yang terlihat sangat berwarna itu.
Bukan. Bukan karena Rumi akan pulang bersama dengan Joyie dan Tristan lagi hari ini. Melainkan karena Bundanya mengajak untuk makan siang bersama di salah satu restoran Sunda langganannya.
Tidak hanya mereka berdua saja yang akan berada di sana nantinya, karena Lisa—sahabat Bundanya sekaligus nenek dari Joyie pun ikut. Katanya sih karena sudah merindukan Rumi, jadi mau tak mau ia menerima ajakan tersebut.
"Aduh maaf Ruminya terlambat, jalannya padat banget tadi tuh." Meskipun ia tidak mendapatkan keluhan sama sekali dari kedua wanita yang baru saja ia datangi, namun tetap saja Rumi jadi merasa bersalah sendiri.
"Wajar dong kalau jalanan lagi ramai, ini kan jam pulang sekolah juga terus mepet sama jam makan siang." Dengan wajahnya yang luar biasa bahagia, Lisa langsung menyanggah permintaan maaf tadi. Toh dirinya juga tak keberatan sama sekali.
"Bunda malah ngira Mba ke sininya sama nak Tristan." Hey! Bisa-bisanya Ibunya Rumi malah membahas Tristan secara terang-terangan seperti ini, di depan Lisa pula.
Tunggu sebentar. Bundanya tahu darimana kalau selama ini Rumi cukup sering pulang bersama pasangan Ayah dan anak itu? Bahkan Rumi tidak bercerita tentang apapun mengenai dirinya dan juga Tristan.
"Hari ini Tristan enggak punya waktu luang terlalu banyak, Nir. Cucuku aja harus dia bawa ke kantor hari ini, untungnya Joyie juga nggak keberatan sama sekali kalau harus nunggu Daddynya di sana." Nirma yang sedang meminum jus pesanannya lantas mengangguk menandakan kalau dirinya telah mengerti sekarang.
"Pasti Tristan juga bilang kaya gitu kan ke Rumi?" Lisa bertanya sembari menampilkan raut wajah yang tidak bisa dimengerti sama sekali.
Tetapi kalau didengar dari bagaimana wanita itu bertanya, ia justru terlihat seperti sedang menggoda Rumi saat ini.
"Oh? Iya tante, kebetulan tadi Pak Tristan juga bilangnya begitu ke saya." Lalu yang terjadi setelah Rumi memberikan jawaban seperti yang tadi itu adalah, Lisa dan Nirma yang saling melemparkan senyuman yang begitu ambigu.
Oh tidak! Kenapa Rumi malah menjawab seperti itu sih? Pantas saja para Ibu-ibu yang ada di hadapannya saat ini terlihat sangat senang setelahnya. Baiklah, mulai saat ini Rumi akan lebih berhati-hati lagi.
"Mba loh, waktu itu aja nolaknya keras banget pas Bunda minta kenalan sama Tristan. Kok kayanya sekarang ini jadi lengket banget deh sama dia?" Rumi total lupa. Selain ada Rafka yang menyebalkan, dikeluarga kecilnya juga memiliki Nirma yang sifatnya sama persis seperti Rafka.
"Lengket apanya sih Bunda, ngawur ah kalo ngomong. Rumi pesen makanannya dulu deh." Beruntungnya Rumi bukan lagi seorang remaja yang mudah sekali untuk tersipu hanya karena mendapatkan godaan seperti yang tadi itu. Kalau tidak, pasti sekarang wajahnya sudah memerah padam.
Sebenarnya, perihal Rumi yang memberikan izin pada Tristan untuk melakukan pendekatan pada dirinya itu belum ia ceritakan sama sekali kepada sang Ibu.
Bukan tanpa alasan, Rumi hanya tidak mau terlalu menggembar gemborkan. Takutnya kalau mereka memang tidak cocok, malah membuat Bundanya dan juga Ibunya Tristan malah sedih nanti. Bagaimana pun juga, keduanya lah yang paling bersemangat di sini.
Dan juga, sepertinya Tristan melakukan hal yang sama. Buktinya Lisa tidak bertanya apapun tentang hubungannya dengan Tristan. Bisa saja Tristan melakukannya karena memiliki alasan yang sama dengan Rumi.
"Oh ya ampun, aku hampir lupa karena keasikan ngobrol dan makan." Tangan Lisa yang lentik lantas bergerak untuk membersihkan sisa makanan yang tersisa di kedua sudut bibirnya sebelum akhirnya ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
"Minggu depan itu acara perayaan ulang tahun perusahaan keluarga kami yang ke sepuluh, dan ini undangannya buat kamu sama keluargamu." Rumi hanya membiarkan saja saat Nirma meraih kartu undangan yang berwarna hijau tua itu dan mulai membacanya dengan teliti.
"Semua anggota keluargamu harus ikut loh ya, awas aja kalau nggak." Apa karena perayaan ini Tristan jadi semakin sibuk sehingga harus turut membawa Joyie ikut ke kantor bersama dengan dirinya?
"Terus nanti bulan depannya lagi ada acara lain, perayaan buat Tristan tapinya." Hah? Perayaan untuk Tristan? Pria itu akan berulang tahun ya?
"Ulang tahunnya Tristan?" Gelengan pelan Lisa berikan atas pertanyaan yang barusan saja Nirma berikan padanya.
"Bukan. Itu loh Nir, pelantikannya Tristan sebagai pemimpin baru sekaligus acara perpisahan gitu lah sama pemimpin yang lama alias suamiku." Ah, begitu rupanya. Kalau begitu kan Rumi tidak jadi kebingungan ingin membeli hadiah apa.
"Nanti siapa tau kan setelah pesta perayaan Tristan, kita bisa adain pesta lainnya yang lebih meriah. Pesta pernikahannya Tristan sama Rumi, misalnya?" Lisa tidak menyangka sama sekali kalau ucapan asal yang ia selipkan doa di dalamnya itu malah membuat Rumi jadi terbatuk dengan sangat keras.
"Aduh Mba, makannya yang pelan loh." Berkat bantuan Nirma, Rumi akhirnya bisa kembali bernapas dengan benar dan makanan yang tadinya tersangkut kini sudah lepas dengan sempurna.
Rumi tersedak bukan karena makannya serampangan atau terburu-buru, melainkan karena ia telalu terkejut setelah mendengar apa yang Lisa katakan barusan.
"Iya, maaf Bunda." Alih-alih menyampaikan isi hatinya, Rumi lebih memilih untuk menyampaikan permintaan maafnya. Toh juga tidak baik kalau memarahi orang tua.
"Rumi." Panggilan yang terdengar begitu lembut itu berhasil menginterupsi Rumi sehingga ia kembali menghentikan pergerakannya.
"Menurut kamu, Tristan itu gimana orangnya?" Ini serius nih Rumi diberikan pertanyaan yang seperti ini di tengah santap siangnya yang begitu khidmat?
"Eum Pak Tristan?" Siapa sangka kalau bukan hanya Lisa saja yang nampak begitu penasaran akan jawaban yang Rumi persiapkan, ternyata Bundanya juga sama penasarannya.
"Menurut saya Pak Tristan itu baik, gentle, sayang keluarga, pembersih, to the point, dan suka tersenyum?" Nyatanya jawaban yang Rumi berikan malah membuat Lisa menekukkan kedua alisnya, apalagi setelah mendengar yang terakhir itu.
"Tristan? Suka senyum?" Tanpa ada keraguan sama sekali, Rumi langsung saja menganggukan kepalanya dengan kuat. Memangnya apa yang aneh?
"Kamu yakin, Rum?"
"Yakin, tan. Soalnya Pak Tristan tuh senyum terus." Sekarang mereka sedang membahas Tristan yang ternyata hanya suka memamerkan senyuman menawannya pada Rumi.
Tapi lihatlah, sekarang malah gantian Lisa yang tengah tersenyum dengan sangat lebar sampai membuat Nirma dan Rumi kebingungan sendiri.
"Tristan itu jarang banget loh mau senyum, Rum." Bolehkah kalau Rumi tak mempercayai ucapan Lisa yang satu ini? Karena baginya itu sangatlah tidak mungkin terjadi.
"Kalau Tristan udah senyum begitu, berarti dia suka atau nggak ngerasa nyaman sama kamu." Ya Tuhan, lelucon macam apalagi ini? Rumi tidak bisa tertawa disaat makanannya belum habis begini.
"Tante jangan ngawur gitu deh, masa iya suka sih?" Seharusnya Rumi tidak meragukan penilaian dari Lisa karena wanita itu lah yang telah melahirkan Tristan sekaligus merawatnya hingga tumbuh menjadi seorang Ayah seperti saat ini.
"Enggak ngawur, sayang. Itu beneran dan seratus persen akurat, tante berani jamin kalau yang satu itu." Wajah Lisa memang cukup meyakinkan, tetapi tetap saja Rumi tidak akan percaya begitu saja.
Menurutnya sangat mustahil kalau Tristan menyukai dirinya disaat mereka hanya bertemu beberapa kali saja.
Beberapa kali apanya? Mereka kan nyaris bertemu setiap harinya, bahkan sangat sering pulang bersama dan sekarang Rumi masih tidak yakin juga?
semangat berkarya kak🥰
kalau Kaka bersedia follow me ya ..
maka Kaka BS mendapat undangan dari kami. Terima kasih