Karena dikhianati, aku trauma terhadap wanita. Ditambah anakku yang masih bayi membutuhkan bantuan seorang 'ibu'. Apa boleh buat, kusewa saja seorang Babysitter. masalahnya... baby sitterku ini memiliki kehidupan yang lumayan kompleks. Sementara anakku bergantung padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kondisi Nyeleneh
Saat aku tiba di kantor, tentu saja Altan belum ada di kubikelnya.
“Saya jangan diganggu.” Desisku ke para sekretaris yang menatapku dengan pandangan... ah sudahlah, malas kujelaskan!
Aku menelepon bagian umum agar menyediakan 10 cctv untukku. Mau kupasang di unit apartemenku.
Ah juga dua cctv tambahan untuk kuletakkan di ruanganku.
Belakangan aku curiga karena perabotanku bergeser sendiri, padahal aku sudah tata sebaik mungkin agar mudah kuraih, tapi hari ini kulihat pemberat kertas di meja ku bergeser setengah senti dan kenapa ada wangi parfum wanita di sini ya?
Padahal aku sudah bilang, yang boleh masuk ke sini hanya Altan dan OB.
Ya siapa lagi?!
Saat duduk di kursiku, aku melihat ada seonggok kain di bawah meja kerjaku.
Kain dengan bentuk yang sangat kukenal.
Aku menarik nafas panjang, mencoba sabar.
Ternyata tidak bisa!
Jadi kupanggil bagian HRD kami, namanya Bu Evi. “Ya Pak?” tanyanya.
“Evi, masih ingin kerja di sini kan?” desisku.
Matanya membesar dan mulutnya ternganga. “Tentu Pak... ada apa ya?” tanyanya dengan wajah khawatir. Dia single mother dengan dua anak. Aku pikir pekerjaan ini cocok untuknya karena ia akan berjuang demi anak-anaknya di rumah. Jadi dia akan mengerjakan tugas baru dariku sepenuh hati. Apa pun rintangannya akan dia hadapi.
“Ambil itu, bakar, lalu cari siapa pelaku yang berani-beraninya melecehkan saya. Jangan sampai kamu sentuh, bisa-bisa santetnya pindah ke kamu.” Desisku sambil menunjuk area bawah mejaku.
Evi menunduk sambil mengernyit lalu terpekik sambil menutup mulutnya. “Astaga!” geramnya dengan nada kesal. Ia ambil pensil dari atas mejaku lalu ia sangkutkan ke tali yang terjalin di kain itu.
Tak lupa ia ambil tas kresek dan melapisi tangannya dengan itu, lalu keluar dari ruanganku sambil marah-marah.
“SIAPA BEDEBAH YANG BERANI TARO BEHA DI BAWAH MEJA PAK MANAJER HAH?! CEPET NGAKU KE RUANGAN GUE SEBELOM GUE PERIKSA CCTV!! DALAM SEJAM NGGAK ADA YANG DATANG, GUE BAKALAN PANGGIL POLISI! TINDAK PIDANA ASUSILA!” katanya sambil mengangkat kain dengan busa itu ke atas.
Jeritannya terdengar sampai ke tangga darurat, Jelas, ia sangat histeris.
Kalau dilihat dari ukuran cupnya sih, aku sebenarnya tahu yang mana tersangkanya. Biar saja Evi yang membereskan, untuk itulah dia dibayar. Untuk mengatasi masalah antar karyawan.
Aku kembali fokus ke ponselku yang menampilkan video call. Altan tampaknya sudah pergi dari sana.
Kayla terlihat meletakkan ponsel di atas buffet tv menggunakan penyangga. Ia duduk di sofa sambil menggendong Aram yang terbangun, lalu membuka kancing kemejanya dan mulai menyusui bayi itu.
Bongkahan tubuhnya masih merah, tapi sudah jauh lebih baik, tidak keunguan seperti tadi pagi.
Terlihat dia menggigit bibirnya dan meremas bantal sofa saat Aram menghi sapnya. Dari kernyitan wajahnya aku tahu kalau ia sedang sangat kesakitan
Aku bertanya-tanya sesakit apa menyusui itu? Kenapa wanita di kameraku ini sampai menitikkan air mata? Dia lebay saja karena memang sedang kulihat, atau memang benar-benar sesakit itu?
Beberapa menit kemudian terlihat raut wajahnya berubah, menjadi lebih stabil. Lalu ia mulai meraih remote tv. Mungkin acara di tv seru sekali sampai-sampai ia tidak sadar kalau Aram kekenyangan dan melepaskan mulutnya dari tubuhnya dan tidur sampai ternganga, sementara pandangan Kayla tetap ke arah tv.
Baru saat ada adegan yang tampaknya menyeramkan, Kayla berteriak sedikit sambil menyembunyikan wajahnya di perut Aram.
Dan ia pun kaget karena Aram ternyata sudah tertidur.
Tampak Kayla terkikik geli sambil mengelus pipi Aram. Lalu mengecup dahi anak itu.
Aram tentu saja tetap tertidur. Ia sudah kenyang. Tidak ada alasan baginya untuk rewel.
Aku bertanya-tanya apakah ia akan meletakkan Aram, di ranjang di kamar, karena kalau iya, jadi Kayla juga harus ikut ke kamar dan melewatkan acara tvnya.
Ternyata tidak.
Ia meletakkan Aram di stroller, lalu ia setting agar bagian dudukannya sepenuhnya menjadi kasur kecil. Kasur kecil yang ada rodanya.
Sehingga ia bisa menariknya saat melakukan aktivitas, saat ke dapur, saat... wah dia bahkan membersihkan apartemen dengan penyedot debu yang kusimpan di salah satu lemari.
Aku mengerjakan pekerjaanku sendiri saat mengawasinya beraktivitas.
Namun saat sedang diskusi kecil dengan tim dari area operasional di ruanganku, aku tersentak kaget saat Kayla mendorong stroller Aram ke kamar mandi.
“Ada apa Pak?” tanya salah satu rekanku sambil menatapku.
“Hm... tidak apa-apa. Digigit nyamuk...” desisku berusaha mengalihkan perhatian.
Ya ampun... aku tidak bisa fokus!
Sial!
Pemandangan di depanku ini... Kayla meletakkan ponselnya di wastafel, mengarah ke bathtub dengan pancuran. Kamera menangkap gambar Aram yang sedang menggeliat lalu menguap. Tapi ia tertidur lagi. Sementara Kayla di belakang stroller, dengan posisi membuka pakaiannya lalu masuk ke dalam pancuran. Tubuhnya tertutup oleh stroller, tapi aku tahu pasti ia membuka semua kain yang melekat dan mulai mandi.
“Pintar sekali...’ desisku. Dengan begini, aku bisa melihat Aram, dan Aram tetap dekat dengan Kayla. Keduanya terlihat di kamera namun Kayla masih bisa mandi dengan santai.
“Apanya yang pintar Pak?” tanya rekanku.
“Eh... hm... iya mereka pintar. Agar kita tetap menyewa gudang mereka, dia bekerja sama dengan pemerintah mempersulit IMB serta menjegal harga tanah di sekitar Sukabumi biar naik semua. Jadi kita tidak bisa mendirikan kawasan industri baru. Mungkin berikutnya menciptakan isu mengenai Pajak. Kalian harus hati-hati. Siapkan rencana B.” Desisku.
“Ah! Tepat sekali! Itu yang barusan terlintas di benak saya!” seru salah satu timku. ”Jadi, untuk menanggulanginya, menurut saya-“
Sudahlah, aku menyerah! Aku benar-benar tidak fokus bekerja.
Wanita itu meraih handuk di bagian atas dekat pancuran lalu melilitkan tubuhnya dengan kain tebal itu. Dengan anggun mulai berjalan ke arah wastafel dan membuka kotak dari Altan. Ia membaca labelnya dengan seksama lalu mulai mengaplikasikan perawatan wajah ke kulit mulusnya.
Tidak beberapa lama, Aram menangis.
Kayla menoleh dan berjalan ke stroller lalu membungkuk untuk mengambil Aram.
Untung bagiku... atau tidak... handuknya terlepas.
Bagian pribadinya tidak terlihat karena berdiri menyamping, namun aku lihat dengan jelas, banyak sekali luka lebam di tubuhnya.
Dari mulai di bagian lengan, di pinggul, di paha, di punggung. Bahkan ada luka terkelupas segala yang bentuknya segitiga... ujung setrikaan. Tapi di bagian punggung.
Dari tadi ia memakai kaos lengan panjang dengan bagian kerah tinggi menutupi leher, dan celana model kargo . Ternyata di balik potongan kain itu... parah!
“Saya... izin sebentar ya.” Desisku sambil menyambar ponselku dan berdiri. Aku keluar dari ruangan dan masuk ke lift. Kutekan tombol R. Yang berarti rooftop. Di atas ada landasan helikopter, dan beberapa area santai.
“Kayla...” panggilku. Kayla tampak masih ada di kamar mandi, ia menyusui Aram sambil berdiri, masih dalam posisi tadi.
“Ya Pak?” desisnya lemah.
Kurasakan ada kepedihan yang amat sangat yang terdengar di telingaku.
Sepertinya... Kayla menyadari kalau aku sudah melihat seluruh tubuhnya, dengan begitu aku melihat seluruh aibnya.
“Maaf Pak, saya butuh mandi, karena kalau badan saya kotor, kasihan Aram nanti.” Kata Kayla.
“Ya saya mengerti. Toh dari awal saya sudah melihat kamu. Saya minta maaf juga karena terkesan merendahkan kamu.” Desisku menyesal.
“Saya memaklumi karena kehidupan Aram sangat berat Pak. Wajar kalau bapak bertindak begitu. Saya juga percaya kalau bapak tidak mungkin sengaja melecehkan saya.”
Aku pun menarik nafas panjang.
Wanita ini...
Pantas saja dia dibully, dianiaya, dimanfaatkan.
Apakah dia menganggap manusia di dunia ini berhati malaikat semua?
“Apakah awalnya kamu merasa kalau mantan suami kamu tidak mungkin membunuh kamu dan Arum, karena dia suami kamu?” tanyaku sambil mengusap keningku. Ini di luar nalarku, karena seharusnya manusia memiliki insting bertahan hidup.
Apalagi Kayla tak menjawab. Itu berarti pertanyaanku benar.
“Sebagai istri saya ...” Kayla tidak melanjutkan kalimatnya.
“Yang namanya suami istri, seharusnya tidak usah diingatkan mengenai kewajiban, hak, tugas, dan sikap dalam berumah tangga. Kalau-“ aku menekan kata ‘kalau’. “Kalau kalian menikah atas dasar saling mencintai. Kamu cinta dia, belum tentu dia cinta kamu. Kamu tanya dia, dia bilang dia cinta kamu tapi hatinya bilang ‘mati saja kau’. Bisa saja terjadi kan?”
Kayla masih diam.
“Kalau itu yang terjadi, fix dari awal menikah niatnya memang hanya nafsu padamu. Tidak berniat membahagiakan kamu, karena dia tidak cinta kamu. Saya tebak, dia nafsu gara-gara tidak ada pelacur yang dadanya sebesar kamu. Dan dia miskin jadi tidak bisa menyewa perempuan yang sesuai budget kapan pun dia san ge, jadi dia menjadikan kamu istrinya biar bisa nge n tot gratisan.” Bahasaku sudah tidak tertata. Aku benar-benar marah.
Kalau tidak dijelaskan segamblang itu, Kayla tidak akan mengerti.
“Kalau kalian saling mencintai, dia tidak akan menyakiti kamu, membuat kamu menangis pun tidak akan. Ini sih yang cinta hanya kamu. Lagian... kok bisa-bisanya kamu cinta dia?! Wanita seperti kamu mendapatkan yang seperti saya saja mudah sekali loh!”
Loh... kenapa aku jadi menyodorkan diriku? Reflek bibir ini bicara.
maaf y Thor bacanya maraton tp untuk like dan komen ngak pernah absen kog 😁😁😁,,,,