Davina Himawan tidak pernah menyangka pernikahannya dengan Jodie kandas di tengah jalan. Pernikahan yang awalnya begitu bahagia, dalam sekejap hancur berkeping-keping setelah Vina mengetahui suaminya berkhianat dengan wanita lain. Wanita itu tak lain sekertaris suaminya sendiri. Lolita.
Davina memilih pergi meninggalkan istana yang telah ia bangun bersama Jodie, laki-laki yang amat di cintainya. Bagi Vina yang menjunjung tinggi kesetiaan, pengkhianatan Jodie tak termaafkan dan meninggalkan luka teramat dalam baginya.
Bagaimana kisah ini?
Apakah Davina mampu bangkit dari keterpurukan atau kah ia akan merasakan sakit selamanya? Ikuti kelanjutannya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DAVINA-DANIEL
Davina mengusap wajahnya. Sesaat ia terdiam terpaku dengan pikiran berkecamuk di kepala. Ucapan Jodie memenuhi pikirannya kini.
Davina menghirup oksigen sebanyak mungkin sebelum keluar dari ruang pribadinya menemui Daniel. Sebelumnya ia meminta anak buahnya membersihkan ruangannya.
Davina melihat Daniel berdiri di depan lemari ukir yang di atasnya berjejer pigura foto maupun sertifikat yang tertempel di dinding. Baik foto penghargaan yang di peroleh mama Davina maupun beberapa piagam yang di berikan pada katering Davina setelah Vina yang memegang usaha tersebut.
Seakan tahu ada yang sedang memperhatikannya, Daniel menolehkan wajahnya dan tersenyum melihat Davina berdiri di belakang tidak jauh darinya.
"Sepertinya aku tidak salah memilih mu untuk bekerjasama dengan ku. Penghargaan yang kau dapatkan cukup meyakinkan", ucap Daniel membuka percakapan.
Davina menundukkan wajahnya sambil tersenyum.
"Aku hanya meneruskan usaha yang mama rintis. Kebetulan sekali aku menyukainya, memasak adalah hobby yang aku lakukan sejak kecil. Mama selalu mengajariku mulai berbelanja memilih bahan berkualitas hingga mengolah bahan-bahan mentah menjadi menu spesial untuk di santap", ucap Vina terdengar begitu antusias ketika berbicara tentang usaha yang ia tekuni selama ini.
Daniel tersenyum sembari memangut-mangut mendengar penuturan wanita dihadapannya.
Vina mempersilahkan tamunya duduk di sofa, ia lebih dulu duduk di sana.
Tanpa berpikir panjang, Daniel memilih duduk di samping Davina meskipun sebenarnya ada sofa lain yang berjarak dari gadis itu.
"Apa kau sudah makan siang? Aku ingin mengajak mu makan siang sambil bicara masalah kerja sama kita".
Davina terlihat berpikir sejenak sambil melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Perutku sudah lapar, Vin. Sekarang sudah hampir jam dua. Tentu saja aku tidak mau menerima penolakan mu kali ini", ucap Daniel dengan kedua mata melotot menampakkan mimik wajah menggemaskan.
Melihat Daniel seperti itu tentu saja membuat Vina tertawa lepas. Bagaimana tidak Daniel yang selalu tampil serius bisa juga berlaku kocak seperti sekarang.
"Ayo kita pergi. Aku tahu restoran yang enak dan tidak jauh dari sini", ucap laki-laki itu beranjak.
Vina tidak mengikuti Daniel, ia hanya mendongakkan kepalanya menatap Daniel yang sudah berdiri.
"Bagaimana kalau kita makan siang di sini saja. Tentu saja kalau kakak tidak keberatan".
Daniel menatapnya dengan intens. "Hm... sepertinya aku tidak akan menolak tawaran mu, Vin".
Senyum manis menghiasi wajah cantik Davina. Ia berdiri dan mengajak Daniel keruangan nya. Keduanya berbincang tentang pekerjaan selagi menunggu wati dan satu pekerja lainnya menyiapkan hidangan di atas meja.
*
"Hm...apa masakan mu selalu enak seperti ini Vin? Semuanya lezat. Lihatlah aku menghabiskan semuanya."
Daniel mengambil tissue mengusap bibirnya.
"Jangan lupa tagihannya, aku akan membayar makan siang hari ini", ucap Daniel sambil mengusap perutnya yang terasa penuh sekali. "Sepertinya sepulang dari kantor aku harus ke gym, membakar semua kalori yang aku makan hari ini", selorohnya tertawa sambil menyandarkan punggung.
"Tapi kakak belum mencicip hidangan penutup dari Davina catering. Rasanya kurang pas kalau melewatkannya", ucap Vina memberikan mangkuk berisi varian isian segar ditambahkan batu es.
Daniel tidak merubah posisi duduk. Hanya lirikan matanya menatap mangkuk yang di sodorkan Vina ke hadapannya.
"Kelihatannya memang menggiurkan sekali, tapi aku tidak berminat mencobanya. Aku tidak mau menambah gula dalam tubuhku, sudah terlalu banyak untuk hari ini".
"Kakak tenang saja, ini aman di konsumsi bagi yang ingin mengurangi pemakaian gula. Aku hanya memakai gula aren kualitas tinggi sebagai pemanis, sementara yang berwarna putih itu susu murni kok", ucap Davina menyendok es hendak menyuapkan ke mulut Daniel.
Daniel tidak menyangka Davina melakukannya. Ia spontan menegakkan duduknya.
"Kakak harus coba sedikit saja. Kalau tidak suka atau terlalu manis jangan di lanjutkan. Ini namanya es goyobod. Minuman khas Jawa Barat", ucap Vina menjelaskan.
Melihat kesungguhan Vina, membuat Daniel membuka mulutnya meskipun sebenarnya ia tidak menginginkan. Ia hanya ingin menghargai Vina.
"Bagaimana rasanya? Enak tidak?"
Suara lembut Davina, terdengar begitu merdu di telinga Daniel.
Daniel menatap intens wajah cantik Vina yang hanya berjarak beberapa jengkal darinya. Bahkan laki-laki itu melupakan rasa manis segar es dalam mulutnya. Kenikmatan yang dirasakan, tidak bisa mengalahkan minatnya menatap Vina.
Vina menyadari tatapan itu, ia hendak menaruh mangkuk ke atas meja, namun jemari Daniel melarangnya. Daniel mengambil mangkuk tersebut dan menyeruput es buatan Vina hingga habis. Rasa gurih, manis, dan menyegarkan ketika disantap menyatu menjadi satu.
"Lihatlah aku menghabiskan nya". Daniel tersenyum dan mengangkat mangkuk itu.
Davina tertawa melihat tingkah Daniel. "Kakak menghabiskannya bukan karena tidak enak pada ku kan?"
"Aku menyukai es ini Vina. Tapi mungkin lain kali aku harus mengurangi porsi makan ku, agar bisa menikmati dessert buatan mu yang sangat lezat ini", kata Daniel tersenyum sambil melebarkan kedua matanya.
Davina tersenyum melihatnya. "Kakak harus objektif memberikan penilaian. Karena aku sangat menghargai kritik dan saran dari kakak untuk kelangsungan usaha katering ku".
"Aku mengatakan yang sebenarnya. Apa aku terlihat berbohong hem?"
"Tapi suamiku justru mengatakan sebaliknya bahwa masakan ku tidak enak dan masih banyak kurangnya", ucap Vina terdengar getir.
"Berarti ada yang salah dengan lidah pengecap suami mu itu. Aku yakin ia tidak mengatakan yang sebenarnya. Ia pasti hanya ingin membuat mu down", ucap Daniel berdiri menuju wastafel. "Kalau kau tidak percaya aku akan meminta temanku chief terkenal mencicipi masakan mu",ujar Daniel bersungguh-sungguh.
Davina tersenyum mendengarnya, berdiri bersandar di depan meja kerja.
Drt
Drt
Terdengar bunyi handphone Daniel. Sesaat laki-laki itu berbicara dan menutup panggilan telpon.
Daniel mendekati Vina
sambil melihat jam tangan mahal miliknya. "Vin, sepertinya aku harus kembali ke kantor, tadi Nathan asisten ku mengingatkan ada meeting penting yang harus aku hadiri", ucap Daniel menatap Davina.
Davina menganggukkan kepalanya. "Iya kak. Terimakasih sudah mampir dan mencicipi masakan ku", ucapnya hangat. Senyum manis terus terlukis di wajah cantik itu.
Daniel pun tersenyum. "Kau jangan lupa menulis tagihannya. Nathan akan membayar makan siang ku–"
"Ah...kak Daniel apa-apaan. Tentu saja aku tidak akan menagihnya. Di sini memang selalu menyediakan menu yang berlebih untuk para karyawan katering makan. Justru aku terimakasih kakak sudah bersedia bekerjasama dengan ku. Aku janji tidak akan mengecewakan mu", jawab Davina sambil mengangkat iPad miliknya yang mencatat semua pesanan Daniel untuk acara perusahaannya beberapa hari yang akan datang.
"Well. Tapi besok aku akan mengajakmu menemui oma, Vin. Harap maklum, urusan katering seperti ini oma belum mempercayakan kepada ku sepenuhnya".
Davina menganggukkan kepalanya. "Iya, aku tidak akan lupa. Besok aku akan memasak makanan kesukaan oma kakak".
...***...
To be continue