Selama 10 tahun lamanya, Pernikahan yang Adhis dan Raka jalani terasa sempurna, walau belum ada anak diantara mereka.
Tepat di ulang tahun ke 10 pernikahan mereka, Adhis mengetahui bahwa Raka telah memiliki seorang anak bersama istri sirinya.
Masihkah Adhis bertahan dalam peliknya kisah rumah tangganya? menelan pahitnya empedu diantara manisnya kata-kata cinta dari Raka?
Atau, memilih meladeni mantan kekasih yang belakangan ini membuat masalah rumah tangganya jadi semakin pelik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#2•
#2
Tapi … sungguh bagai melihat sebuah fakta yang sangat gamblang didepan mata, isi pesan berikutnya mengisahkan apa yang telah Raka lakukan tanpa sepengetahuan Adhis.
‘Mas, kalau bisa cepat ya, sejak sore tadi Qiran mengigau manggil-manggil Papa, dan sekarang rewel lagi, pengen digendong sama Mas’.
Bagai dihimpit beban yang berat, Adhis meremat bathrobe yang masih ia kenakan. Jadi beginikah? rupanya ini juga alasan kenapa Raka tak pernah mengungkit masalah anak diantara mereka, Rupanya Raka telah memiliki anak dengan wanita lain.
Sungguh sakit, bahkan lebih pedih daripada sayatan sembilu. Beginikah rasanya dicurangi? terlebih pelakunya adalah orang yang sangat ia percayai sungguh tega, padahal beberapa menit yang lalu, Adhis masih mendengar bisikan manis penuh madu dan aroma cinta.
Air matanya semakin deras tatkala Adhis menggulir chat demi chat keatas, satu persatu Adhis baca dengan hati yang remuk redam. Ada banyak foto seorang gadis kecil nan lucu, Adhis perkirakan usianya baru 3 tahun. Dan Lihat betapa Raka tak lupa menyematkan emot love di setiap foto gadis kecil itu.
Tapi tunggu, bukankah Adhis pernah melihat gadis kecil ini di rumah ibu mertuanya?
Yah, tak salah lagi, saat itu gadis kecil ini tengah bermanja di pelukan Bu Dewi. Dan ketika Adhis bertanya pada Bu Dewi, wanita itu menjawab bahwa Qiran adalah anak tetangga depan rumah, yang sering bermain bersama Bu Dewi.
Jadi sudah berapa lama ini semua berlangsung? apakah Ayah dan Ibu mertuanya ikut memainkan peran? begitu inginkah mereka segera memiliki cucu? mengingat Raka adalah putra tunggal mereka, hingga sengaja ikut menyembunyikan fakta ini. Jika benar demikian, maka sungguh tega Raka melakukan kecurangan ini. Bermain-main di belakang wanita yang telah mendampinginya selama sepuluh tahun terakhir.
Adhis segera meletakkan kembali ponsel milik suaminya, ia menghapus kasar airmata yang tak henti berderai. Sementara tangannya yang gemetar ia paksa untuk menyiapkan selembar kemeja serta celana panjang lengkap dengan pakaian dalam, yang akan Raka kenakan malam ini. Ia tak mau gegabah menumpahkan semua gelisah serta amarahnya, mungkin diam-diam ia akan mencari tahu kebenaran dari semua ini.
setelah kembali rapi dengan piyama tidurnya, kini Adhis mulai mengeringkan rambut panjangnya dengan bantuan hairdryer. Dari pantulan kaca ia melihat Raka keluar dari kamar mandi dan hal pertama yang ia lihat adalah ponselnya. Raka tersenyum, belum pernah Adhis melihat Raka tersenyum selembut itu pada orang lain selain dirinya, dan kini pria itu tersenyum lembut hanya karena melihat pesan yang baru saja masuk melalui ponselnya.
Raka kembali meletakkan ponsel kemudian menghampiri Adhis, secara fisik Raka terbilang sangat tampan dengan tubuh atletis yang sangat sehat. Jadi wajar jika Adhis selalu berdebar-debar kala pria itu mendekatinya dengan kata cinta serta pelukan mesra. Seperti saat ini, pria itu mengambil alih hairdryer yang tengah Adhis gunakan untuk mengeringkan rambut.
“Katanya ada panggilan dari Rumah Sakit?”
“Hmm, tapi situasinya sudah terkendali, jadi aku bisa sedikit santai.” Jawaban yang Adhis tahu mengandung banyak kebohongan, tapi Adhis telan mentah-mentah demi menghilangkan kecurigaan Raka.
“Rambutku sudah kering, Mas sebaiknya bersiap, tak baik membuat orang lain menunggu, apalagi dia adalah orang yang sangat membutuhkan pertolongan.” Agaknya bujukan Adhis berhasil membuat Raka menghentikan aktivitasnya.
Pria itu menatap wajah ayu nan lemah lembut milik sang istri, mengusap lembut kedua pipi sehalus pualam, karena Adhis selalu rajin merawat wajahnya dengan kosmetik tradisional buatan perusahaan keluarganya. Sekali lagi Raka mel^umat bibir mungil yang melengkapi wajah cantik tersebut. Berlama-lama disana, seolah ia adalah musafir yang tengah kehausan, jadi ketika menemukan oase, dengan serakah ia meraup semuanya, agar nanti tak lagi kehausan.
“Jika Mas tak ada panggilan ke Rumah Sakit, rasanya Mas masih ingin mengulangnya lagi dan lagi. Bersamamu rasanya tak pernah membosankan.”
Andai saja Adhis tak membaca pesan singkat di ponsel Raka, mungkin saat ini ia tengah melambung ke angkasa, karena kalimat pujian yang Raka lontarkan. Sayangnya semua itu kini terasa hambar setelah Adhis mengetahui fakta yang sebenarnya.