Kumpulan Kisah horor komedi, kisah nyata yang aku alami sendiri dan dari beberapa narasumber orang-orang terdekatku, semuanya aku rangkum dalam sebuah novel.
selamat membaca. Kritik dan saran silahkan tuliskan di kolom komentar. 😘😘😘😘😘😘
Lawor di mulai!!! 😈😈😈😈😈
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Cerita Horor Saat Pramuka
Cerita Utama Yang Di Ceritakan Oleh Singgih.
"Sedang apa kau?" Suara bapakku mengejutkan ku. Dia berada di belakangku. "Sudah selesai kah eek nya?"
"Eh, Lho... Tak kira kamu masih di sana." Aku melihat ke arah bapakku dan bilik tempatnya ngising secara bergantian. "Ternyata sudah selesai Tah?"
"Sudah. Ayok pulang." Kata Bapakku. Tanpa menunggu jawaban ku, dia berjalan ke jalan setapak. Aku mengikutinya.
Bapak jalannya cukup cepat, sehingga aku sedikit berlari saat mengikutinya.
Aneh. Padahal kami tidak menggunakan penerangan sama sekali, tapi dia kok bisa dengan mudahnya berjalan secepat itu? Aku bertanya-tanya dalam hati. Sedangkan aku, aku harus berjalan dengan susah payah, karena selain jalan ini tersusun dari bebatuan kali, ada juga akar-akar tanaman liar nya seringkali menyangkut di kakiku.
"Pak. Tunggu. Jangan cepat-cepat jalannya. Aku ga bisa melihat dengan jelas nih." Tapi, bapakku tidak menghiraukan seruanku. Dia tetap melangkah dengan sangat cepat. Aku terpaksa harus berlari saat mengejarnya.
Saat dia sudah sampai ke jalan setapak utama. Bukan Utama namaku ya. Jalan utama. Utama, bukan Utama, okay? Dia berbelok ke arah kuburan punden.
"Lho? Mau kemana?" Tanyaku. Aku mempercepat langkahku, lalu saat akan masuk ke jalan utama. Kakiku tersandung batu dan terjatuh sangat keras di jalan setapak berbatu. Saat itulah, aku baru menyadari kalau bapakku sudah hilang dari pandangan. "Paak?? Paake??? Kamu dimana?"
Teriakan ku di balas oleh hembusan angin yang sangat kencang. Suara angin yang menerpa pepohonan menciptakan suara yang sangat mengerikan bagaikan auman monster.
Di kejauhan, aku melihat siluet bapakku menuju arah berlawanan dengan arah ke rumah.
Aku terpaksa harus mengikuti bapakku, selain takut sendirian, obor kami juga bapakku yang membawanya. Benar saja, saat berada di depan gerbang makam Desa Kocek, bapakku langsung melangkahkan kakinya menuju kuburan punden itu tanpa ragu. Aku haru berlari supaya tidak kehilangan jejaknya.
"Pak?" Aku memanggilnya saat sudah berada di gerbang makam. Dia sudah hilang lagi entah kemana. Saat aku melihat ke sekeliling, aku melihat batu nisan atau patok kuburan, meraka berjejer, seolah anak-anak yang sedang berbaris menunggu akan sesuatu.
Pandanganku terfokus kepada penyimpanan pendusa atau keranda mayat. Di depannya, ada dua buah obor yang menyala. Bapakku sedang berdiri di antara keduanya.
Oh, dia mau menyalakan obor kami yang padam. Ok, baik, masuk akal. Aku kira dia sedang kesurupan atau gimana. Aku berlari ke arahnya.
"Pak?" Aku memanggilnya, tapi dia hanya diam mematung di antara kedua obor itu. "Hallow? Pak? Kenapa? Kok diem diem Bae? Cepat nyalakan obornya, kita segera pulang. Aku takut nih." Tapi, dia diam seribu bahasa dengan posisi membelakangi ku.
Langkah kaki tiba-tiba terasa berat ketika sudah berada di dekat bapakku karena aku menyadari ada sesuatu yang aneh dengan dia. Tubuhnya sama sekali tidak bergerak!! Umumnya, orang bernafas itu bahunya bergerak seiring dia menarik dan menghembuskan nafasnya. Tapi, tidak dengan bapakku saat ini. Dia seolah berdiri mematung tanpa ada sedikitpun gerakan.
Angin bertiup kencang sekarang. Api di kedua obor itu menari-nari, menciptakan bayangan yang ganjil di setiap benda yang dia sinari. Cahaya yang menyinari bapakku seperti menembus tubuhnya. Bapakku, lambat Laun memudar seperti asap.
"Utama!!" Teriakan kencang dari arah belakangku. Aku tidak tahu siapa yang memanggilku dari sana. Tubuhku terpaku tidak mau bergerak mengikuti keinginanku. Pandanganku, hanya tertuju kepada bapakku yang ada di depan mataku yang lambat Laun tubuhnya memudar seperti asap yang tertiup angin. "U Ut!! Sedang apa kau di sana?" Teriakan itu semakin mendekat, itu suara bapakku.
Hei!! Kalau itu suara bapakku. Lantas, siapa yang ada di depan mataku ini?
Saat memikirkan hal itu, bapakku yang ada di depanku memutar tubuhnya secara perlahan ke arahku. Dengan gerakan aneh dan ganjil, seolah terputus-putus. Lalu, ketika dia sudah menatap ke arahku. Wajahnya memang wajah bapakku. Tapi, senyumannya sangat mengerikan, seringai nya, mulutnya begitu lebar, dari telinga kiri ke telinga kanan, seolah-olah mulutnya telah robek. Lalu... "Sini nak. Nyalakan obornya. Kita harus segera pulang." Kata sosok mengerikan yang ada di depan mataku.
"Aaa... Aaa... Aaa..." Aku tidak bisa menjawab!! Sialan!! Aku ingin berteriak!! Tapi, hanya erangan itu saja yang mampu keluar dari mulutku.
"Utama!!" Bapakku yang ada di belakangku menepuk pundakku. Saat itulah aku batu bisa menggerakkan tubuhku. Dan sosok yang ada di depanku lenyap bagaikan di telan malam. "Ngapain kami ke sini?"
"Aaku... Aakkuu...." Aku mengguman pelan.
"Ayok pulang!" Dia menyeret tanganku supaya meninggalkan tempat dimana aku berdiri. "Kamu ini kenapa sih? Tiba-tiba berlari ninggalin bapak di sungai cebok? Mana obornya kamu bawa! Bapak jadi kesusahan saat berjalan mengejar mu. Lagian, ngapain kamu ke kuburan?"
Tapi, aku tidak bisa menjawabnya saat itu. Aku baru bisa menceritakannya keesokan harinya.
Nex
Cerita Siti
"Dan keesokan harinya Utama di suruh ke ustadz yang ada di Desa Kocek. Aku di paksa untuk ikut mengaji." Kata Singgih. "Gitu ceritanya. Dia mulai hari itu sangat rajin mengaji."
"Setelah itu apakah si Utama masih sering di tampakin setan?" Tanya Udin.
"Sepertinya iya. Tapi sepertinya ceritanya tidak seseram yang barusan aku ceritakan." Jawab Singgih. "Jadi, kayaknya itu saja deh ceritanya. Coba yang lain? Siapa yang mau bercerita selanjutnya?"
"Aku! Aku!!" Kata Ismi dan Aisyah, si kembar keturunan dari Ustadz Fatkhur Rohman yang melegenda itu secara bersamaan.
"Yaah. Kita kan sudah sering mendengar ceritamu." Kata Udin. "Ya kan Ngga? Dik? Fi?" Yang dia maksud adalah Angga, Dika dan Efi.
"Lhoo. Ada lagi," Sahut Ismi atau Aisyah, aku tidak bisa membedakan mereka sih. "Ini ketika aku menempati pondok pesantren yang ada di Desa Tebo Selatan."
"Lho? Bukan yang ada di Ba'an?" Tanya Udin.
"Bukan donk. Makanya, dengerin cerita ku." Kata Asiyah, Ismi. "Baiklah, daripada berlama-lama, kita langsung saja ceritanya...."
Nex!!!!!