Rumah Kos Terkutuk & Pendakian Terakhir

Tono yang dari tadi mendengar pembicaraan mereka di balik plafon dapur, segera bergerak dengan tenaga yang tersisa. Ia mencoba melangkah ke kanan untuk menjauh dari ruangan itu. Namun tiba-tiba...

Kreek!

Kaki kanan nya menginjak kayu kaso yang sudah agak lapuk hingga retak.

Deg...Jantung Tono terasa terhenti.

Dia spontan mematung sejenak dengan kedua mata nya di pejamkan rapat-rapat untuk memastikan mereka tidak mendengar suara kayu retak di atas plafon dapur

Di sertai mimik muka ke khawatiran, ia perlahan membuka matanya lagi. Setelah felling nya memastikan mereka tidak mendengar suara tersebut, dengan sangat hati-hati ia meneruskan langkah nya.

Untung di luar masih hujan deras, sehingga suara retak kayu kaso itu tersamarkan oleh suara air hujan yang beradu dengan genteng. Sesekali suara halilintar di luar menyambar, menambah suasana rumah itu semakin mencekam. Tapi lebih mencekam suasana hatinya Tono.

Dengan semangat yang masih tersisa, Tono bertekad untuk keluar dari rumah terkutuk itu. Di rasa langkah nya sudah jauh dari plafon di ruang dapur, ia berhenti sambil kepala nya mendongak ke atas di sertai dengan pandangan matanya kesana kemari mancari posisi atap genteng yang lebih rendah dari tinggi badan nya.

Di waktu tersebut, cahaya kilat di luar cukup membantu penglihatan nya, karena di atas plafon kondisi nya gelap gulita.

Sekejap cahaya kilat memberi arahan dia harus melangkah kemana, kakinya dengan hati-hati mulai melangkah ke kiri, menghampiri atap genteng yang lebih rendah dari badannya.

Sekarang posisi dia dekat dengan talang. Dengan hati-hati dan setengah merunduk, ia melepaskan genteng itu satu persatu guna membuat lubang untuk melarikan diri keluar dari rumah berhantu itu.

Sudah empat genteng ia lepas,dia menjulurkan kepala nya keluar, memperhatikan keadaan sekeliling. Air hujan deras langsung mengguyur kepala nya, di sertai sesekali cahaya kilat menyambut wajah nya.

Setelah menengok ke kanan kiri dan sekitar di rasa aman, kemudian dia memasukan kepala nya lagi. Ia bergegas melepas tas punggung nya dan melempar keluar, di susul dengan badan nya di julurkan keluar lewat lubang susunan kayu reng penahan genteng.

Dengan mudah ia menjulurkan badan nya keluar karena postur tubuh nya yang kurus. Kini seluruh badan nya sudah di atas genteng dengan posisi merangkak. Dengan gemetar karena kedinginan, tangan kanan nya menghampiri tas punggung yang ada di samping kanan badan nya dan menggendong nya lagi.

Tono merangkak penuh waspada di atas genteng pres yang cukup kokoh. Sekujur badan nya basah kuyup di terpa air hujan yang dari tadi belum reda juga. Dengan pakaian basah dan badan menggigil, ia merangkak pelan di atas genteng menembus gelap nya malam mencekam.

Sesekali suara halilintar menyambar, beberapa kali pula ia merebahkan badan nya di atas genteng, menghindar dari aliran listrik di atas langit.

Ketika ia melanjutkan merangkak, dari kejauhan ia melihat samar-samar hantu Pak Jarwo yang muncul dari sudut taman rumah sebelah selatan.

"Dia mendekat" gumam nya, sambil kedua matanya tetap fokus mengawasi langkah lelaki tua itu

Perlahan Tono merebahkan badan nya di atas genteng. Hantu tua itu menembus deras nya hujan tanpa mantel atau apapun, hingga baju sorjan nya basah kuyup. Lelaki bengis berjanggut ikal tak beraturan itu muncul di antara pepohonan kamboja.