Season kedua dari Batas Kesabaran Seorang Istri.
Galen Haidar Bramantyo, anak pertama dari pasangan Elgar dan Aluna. Sudah tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan. Ia mewarisi semua ketampanan dari ayahnya.
Namun ketampanan juga kekayaan dari keluarganya tidak sanggup menaklukkan hati seorang gadis. Teman masa kecilnya, Safira. Cintanya bertepuk sebelah tangan, karena Safira hanya menganggap dirinya hanya sebatas adik. Padahal umur mereka hanya terpaut beberapa bulan saja. Hal itu berhasil membuat Galen patah hati, hingga membuatnya tidak mau lagi mengenal kata cinta.
Adakan seorang gadis yang mampu menata hati si pangeran es itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawaran Bantuan
Galen sedang memerhatikan Lucyana melalui layar iPad, tetapi dibuat kalang kabut, lantaran Lucyana tiba-tiba membuka pakaiannya. Dengan segera, Galen menutup layar iPad yang ada di tangannya.
Setelah menunggu beberapa saat, Galen memberanikan diri untuk kembali melihatnya. Perlahan Galen mengangkat kembali layar iPadnya. Lucyana merebahkan diri dengan posisi tengkurap, setengah telanjang. Bisa terlihat dengan begitu jelas, Lucyana sedang diobati oleh pengasuhnya. Setelah Lucyana sendiri, Galen menghubungi Lucyana.
Galen berdecak masih memerhatikan Lucyana, gadis itu nampak ragu untuk menerima telepon darinya. Sekali lagi Galen mencoba menghubungi Lucyana, gadis itu langsung menerima panggilan darinya.
Pada akhirnya keduanya mengobrol, meskipun hanya sesaat. Lucyana buru-buru memutuskan sambungan telepon itu, bahkan sampai tidak membiarkan Galen bicara hanya untuk sekedar mengucapkan salam.
Meskipun begitu Galen tersenyum tipis, ia salut pada Lucyana, dalam keadaannya yang tidak baik, gadis itu masih bisa ceria. Galen lantas mematikan layar iPadnya dan menaruhnya ke meja nakas. Untuk hari ini sudah cukup. Ia hanya tinggal menunggu informasi tambahan sebelum bertindak lebih jauh. Orang seperti Joni Erlangga harus diberikan sedikit pelajaran.
Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, Galen masih terjaga ketika ponselnya berdering. Ada nama Safira muncul di layar ponselnya, Galen masih enggan untuk menjawabnya. Sampai satu pesan muncul di layar ponselnya.
"Jangan seperti anak kecil, Galen. Kamu marah cuma karena aku menolak perasaan kamu. Kamu tahu, kan? Cinta itu gak dipaksa."
Seperti anak kecil?
Galen mendengkus membaca pesan itu. Bagaimana bisa, Safira mengatakan jika dirinya seperti anak kecil?
Mengindar adalah jalan satu-satunya untuk melupakan perasaanya terhadap gadis itu. Tetapi dengan seenaknya Safira mengatakan jika dirinya seperti anak kecil. Apa gadis itu tidak memahami perasaannya?
Tanpa berpikir panjang lagi, Galen lantas membalas pesan dari Safira, "Kamu yang menyuruhku untuk melupakan perasaanku padamu, 'kan? Ini caraku. Setelah ini jangan ganggu aku lagi." Itu adalah pesan terakhir untuk Safira sebelum Galen memblokir nomor ponsel Safira. Benda pipih itu diletakkan kembali ke meja nakas, kemudian Galen memilih untuk tidur.
-
-
-
Keesokan harinya Lucyana tidak masuk sekolah, karena tubuhnya masih terasa sakit, jika berjalan ia akan merasa ngilu. Siangnya, setelah merasa lebih baik, Lucyana pergi ke toko perhiasan yang ada di salah satu pusat perbelanjaan. Beruntung ayah, ibu, juga saudari tirinya sedang pergi. Kata Bibi sang ayah ada perjalanan bisnis, Kamila dan Cintya ikut bersamanya. Entah kapan mereka kembali. Makin lama itu semakin baik.
Lucyana pergi menaiki taksi online dengan membawa satu set perhiasan. Entah berapa harga satu set perhiasan itu. Lucyana berharap bisa membayar biaya rumah sakit Galen. Nyatanya, sampai di toko perhiasan Lucyana dibuat melongo ketika tahu harga satu set perhiasan itu.
"Sa-tu Miliyar?" tanya Lucyana gagap.
"Iya, Nona," jawab wanita yang merupakan pemilik toko perhiasan itu.
"Itu banyak sekali," ucap Lucyana. Bicaranya masih gagap lantaran masih syok mendengar harga satu set perhiasan itu.
"Bagaimana? Jadi dijual perhiasannya?" tanya wanita itu.
"Jadi, Nyonya. Tapi … boleh saya hanya menjual cincin ini saja?" tanya Lucyana sembari menunjukkan cincin itu.
"Tentu saja boleh." Wanita itu kembali memeriksa keaslian cincin itu. Setelah yakin pegawai toko itu memberitahukan nilai jual cincin itu. "Harganya 100 juta."
"Seratus juta?" ulang Lucyana yang langsung dianggukki oleh wanita itu. "Apa boleh saya minta cash?" tanya Lucyana ragu.
"Tentu saja boleh," jawab wanita itu membuat senyum Lucyana mengembang. "Saya akan siapkan uangnya."
Lucyana mengangguk lantas tersenyum sumringah. "Maaf nenek aku jual satu perhiasan darimu. Aku terpaksa melakukan ini. Aku harap nenek tidak marah." Lucyana berucap di dalam hati sambil mendongak, seolah melihat mendiang sang nenek ada di atas sana.
"Ini, Nona uangnya." Wanita itu memberikan uang dengan nominal yang sudah ia sebutkan sebelumnya kepada Lucyana.
"Terima kasih, Nyonya," ucap Lucyana senang.
Uang sudah ada di tangannya, Lucyana tidak menunda lagi untuk pergi ke rumah sakit, membawa uang itu dengan hati-hati. Namun ketika sampai di rumah sakit Lucyana justru tidak diperbolehkan masuk. Harus ada kartu akses khusus untuk masuk ke ruangan Galen dirawat. Beruntungnya Lucyana bertemu dengan Aluna. Istri Elgar itu baru saja tiba di rumah sakit.
"Tante," sapa Lucyana.
"Ana." Aluna menyambut Lucyana dengan pelukan juga kecupan di kening gadis itu.
Lucyana menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sakit karena pelukan Aluna.
"Mau jenguk Galen?" tanya Aluna menarik diri, memberikan jarak dengan gadis itu.
"Iya, Tante. Tapi aku tidak diizinkan masuk," jawab Lucyana.
"Ya sudah, ayo sama Tante," ajak Aluna lantas menoleh ke salah satu penjaga di tempat itu. "Dia boleh menjenguk anak saya kapan pun yang dia mau!" perintah Aluna.
"Baik, Nyonya," sahut si penjaga.
Setelah itu Aluna merangkul pinggang Lucyana, membawa gadis itu ke ruangan Galen. Sepanjang jalan Aluna mengajak Lucyana mengobrol membuat Lucyana merasa nyaman.
Lucyana jelas merasa sangat senang, tetapi juga sedih, orang lain saja bisa memperlakukan dirinya dengan begitu manusiawi, tetapi keluarganya justru menganggap dirinya seperti musuh.
"Kita sudah sampai," ucap Aluna. Tangannya terulur, menekan handle pintu.
"Sayang," panggil Aluna membuat Galen menoleh. Aluna menaruh tas tentengnya di sofa kemudian berjalan ke dekat Galen. "Sudah merasa lebih baik?" Aluna mengusap-usap kening Galen. "Oh iya, lihat, siapa yang datang." Aluna menyampingkan tubuhnya, memperlihatkan Lucyana pada Galen.
"Hai, Kak?" sapa Lucyana.
Mata Galen menyipit, melihat penampilan Lucyana dari atas hingga bawah. Gadis itu memakai dress selutut, berlengan sampai siku, berwarna putih gading, rambutnya dibiarkan terurai dengan pita menghiasi rambutnya, matanya yang bulat terhalang oleh kaca matanya. Baby face, membuat Lucyana terlihat seperti anak kecil. Pantas saja Sam selalu memanggil Lucyana dengan sebutan 'bocil'.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Galen datang.
"Jenguk Kakak," jawab Lucyana polos.
"Bolos?"
Lucyana terkekeh, "iya, Kak."
Galen berdecak, tetapi Galen tahu alasan sebenarnya gadis itu tidak masuk sekolah. Rasa kesal dan salut bercampur menjadi satu. Galen pikir dengan kejadian yang dialami semalam Lucyana tidak bisa pergi ke manapun.
"Tante …." Lucyana merogoh tas ranselnya lantas mengeluarkan amplop cokelat berisi uang, menyodorkan amplop itu ke hadapan Aluna. "Ini ada uang 100 juta. Mungkin bisa untuk biaya rumah sakit kak Galen." Lucyana berucap lirih nyaris tidak terdengar.
"Keluarga kami gak semiskin itu!" ucap Galen sarkas.
"Galen …," tegur Aluna. Pandangannya lantas kembali ke arah Lucyana. "Sayang, simpan uang ini untuk kebutuhan kamu yang lain."
"Tapi Tante—"
"Simpan uang itu kembali! Kayaknya kamu lebih butuh dari pada kami," ucap Galen sarkas.
"Tapi mungkin dengan ini aku bisa menghilangkan rasa bersalahku, Tante," ucap Lucyana.
"Sini." Aluna membawa Lucyana ke pelukannya, membuat Lucyana memejamkan mata juga meringis, tetapi sebisa mungkin Lucyana menahannya. Namun tindakan Lucyana terlihat oleh Galen.
"Kamu tidak salah, Sayang. Ini hanya sebuah kecelakaan. Jadi lupakan masalah ini." Aluna mengusap-usap punggung Lucyana, membuat Lucyana mengangguk dengan wajah yang tertunduk, sebenarnya Lucyana sedang menyembunyikan rasa sakit di tubuhnya.
"Oh iya, Tante lupa. Tante janji sama Ara untuk menjemput dia." Aluna lebih dulu menarik diri dari pelukan itu. Setelahnya, Aluna mengambil tas miliknya di sofa. "Tante, titip Galen sebentar ya," ucap Aluna disambut anggukkan oleh Lucyana.
Hanya tinggal Galen dan Lucyana, setelah Aluna pergi. Suasana berubah canggung. Lucyana memilih duduk di dekat brankar sambil memerhatikan Galen yang sedang berkutat dengan iPadnya.
"Aku senang Kakak baik-baik saja," ucap Lucyana setelah lama diam.
Galen tidak merespon, hanya memandang membuat Lucyana salah tingkah. Setelah itu Galen berucap membuat Lucyana tercengang.
"Jika butuh bantuan, bilang."