Di usianya yang beranjak remaja, pengkhiatan menjadi cobaan dalam terjalnya kehidupan. Luka masa lalu, mempertemukan mereka di perjalanan waktu. Kembali membangun rasa percaya, memupuk rasa cinta, hingga berakhir saling menjadi pengobat lara yang pernah tertera
"Pantaskah disebut cinta pertama, saat menjadi awal dari semua goresan luka?"
-Rissaliana Erlangga-
"Gue emang bukan cowo baik, tapi gue bakal berusaha jadi yang terbaik buat lo."
-Raka Pratama-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caramels_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 08
Langit di luar begitu cerah, secara hati siswa-siswi yang menikmati libur semester. Hari ini adalah hari ketiga liburan sekolah Rissa yang biasanya bangun terlambat pagi ini telah sibuk bersiap di depan cermin sejak 1 jam lalu. Raka berkata akan menjemputnya pukul 08.00 pagi dan ia telah mempersiapkan diri mulai pukul 5 dini hari Entah mengapa rasa bahagia tengah menjalani hati Rissa.
Setengah jam berlalu hingga kini jarum jam mengarah ke angka 8 titik jantung Rissa mulai berdegup menanti kehadiran Raka titik di tengah kesibukannya bergelut dengan pikirannya sendiri tiba-tiba bel rumah berbunyi. Ia langsung bergegas membukakan pintu. Dilihatnya dari balik pintu seorang cowok sedang tersenyum sampai matanya hilang karena terlalu sipit. Rissa balik menyambutnya dengan senyuman.
“Udah siap?”
“Udah. Bentar ya, gue mau pamit dulu ke Mama,” Risa berbalik masuk ke dalam rumah lalu kembali ke tempat Raka berada bersama mamanya.
“Kalian udah mau berangkat?” tanya Bu Emil
“Saya izin buat ajak Risa dulu,”
“Ya udah hati-hati, tante titip Rissa dulu. Jagain baik-baik!” pesan Bu Emil.
“Siap tante, saya bakal jagain anak tante sebaik mungkin,” Raka menjawab dengan tegas. Sedangkan Rissa tersenyum menanggapi mereka berdua
“Rissa berangkat dulu ya Ma.”
“Saya sama Risa berangkat dulu ya te,” mereka berdua menyalami tangan Bu Emil secara bergantian.
“Hati-hati di jalan, jaga kesehatan disana,” lalu Rissa menaiki mobil yang dikendarai Raka. Ia melambaikan tangan kepada mamanya yang kini berada di gerbang rumahnya sendiri.
...****************...
Sesampainya di kediaman keluarga Pratama, ia disambut hangat oleh mamanya Raka yang bernama bu Ningsih, mereka sekeluarga terlihat telah bersiap untuk menikmati liburan kali ini. Hati kecil Rissa sedikit merasa tak enak sebab ia ikut dalam liburan pribadi keluarga Pratama.
“Gue beneran nggak papa kalau ikut ke liburan?” tanya Risa sedikit cemas.
“Nggak perlu khawatir, keluarga gue juga pasti ikut senang kalau lo ikut,” Raka tersenyum menenangkannya. Ia menggenggam tangan Rissa untuk memberi keyakinan bahwa keberadaannya tidak akan mengganggu siapapun.
Di lain sisi, Rissa sedikit iri melihat kebahagiaan keluarga itu, namun ia langsung menepisnya dan mencoba berbaur dengan keluarga Pratama. Ia memilih untuk menemani adik perempuan Raka yang berusia sekitar 11 tahunan. Sedangkan Raka dan Papanya sedang memasukkan barang bawaan ke dalam bagasi, serta bu Ningsih yang menyiapkan bekal untuk di perjalanan nantinya.
Setelah semuanya selesai, Mereka pun berangkat menuju pelabuhan untuk menyeberangi Selat Bali liburan kali ini Pak Pratama sendirilah yang menyetir mobilnya dengan posisi duduk Raka di sebelah Papanya, lalu bagian belakang diduduki oleh Rissa bu Ningsih serta Adik Raka. Rissa benar-benar merasakan bagaimana kehangatan keluarga yang sesungguhnya.
Mereka sampai di pelabuhan sekitar pukul 02.00 dini hari. Setelah mobil mereka naik ke atas kapal, Mereka pun turun untuk berpindah tempat menuju tempat peristirahatan yang telah disediakan lalu memilih untuk tidur dengan menikmati lagu yang diputar.
Rissa sempat terbangun dari tidurnya sebab hawa dingin yang begitu menusuk tulang-tulangnya. Ia pun beranjak ke arah luar menikmati gelombang laut saat dini hari. Hal itu membuat Rissa semakin menggigil kedinginan. Akan tetapi, tiba-tiba sebuah jaket tebal tersampir di pundaknya membuat ia merasa sedikit hangat.
“Ngapain lo di sini? Udara di luar lebih dingin. Mending lo masuk aja, gue lihat lo udah menggigil gitu,” ujar Raka yang secara tiba-tiba datang menghampirinya. Rissa mengangguk dan menuruti perintah Raka agar masuk lagi untuk beristirahat. Raka merangkul bahu Rissa lalu membawanya untuk duduk di sebuah kursi yang telah disediakan. Kali ini mereka berada di kantin kapal lalu memesan dua bungkus Pop Mie yang kemudian salah satunya diberikan kepada Rissa.
“Masih kedinginan?”
“Dikit sih,” Rissa lebih mengeratkan jaket yang tersampir di pundaknya titik tanpa sepatah kata, Raka menaruh pop mie nya di kursi sebelah dan mencoba menggenggam jemari Rissa. Ia berusaha memberi sedikit kehangatan. Tak lama setelah itu, Rissa mulai merasa mengantuk. Ia memilih menyandarkan kepalanya di bahu Raka. Angin Malam pun berhasil menidurkannya, Raka beralih mendekapnya sebab Ia melihat Rissa yang menggigil.
Dalam keramaian kapal, semua tak dihiraukan olehnya. Ia hanya merasakan bagaimana jantungnya yang terus berdegup kencang saat berada di dekat Rissa. Raka tersenyum menikmati momen itu, ia berharap malam akan begitu panjang kali ini.
Sang surya telah bangun dari peristirahatannya. Cahayanya membawa vitamin menyehatkan bagi umat manusia. Rissa mengerjap. Saat nyawanya telah terkumpul semua, Ia pun melihat sekeliling. Hal pertama yang ditemukannya adalah Raka dengan wajah damainya sedang terlelap nyenyak. Ia tersadar jika semalaman Raka mendekapnya, karena ia merasa kedinginan. Rissa menepuk pelan pipi Raka berusaha membangunkannya.
“Raka bangun! Udah mau sampai nih,” mata Raka perlahan terbuka. Ia tersenyum melihat Rissa. Mungkin dipikirannya adalah hal pertama yang ia lihat saat bangun yaitu sosok bidadari begitu manis.
“Ngapain lo senyum-senyum? Cepetan bangun! Orang tua lo udah nungguin tau,” Rissa menepuk pelan bahu Raka.
“Habisnya masih pagi ini gue udah lihat bidadari secantik lo,” jawabnya sambil cengengesan.
“Apaan sih,” Rissa berusaha menyembunyikan pipinya yang kini seperti kepiting rebus. Ia memilih meninggalkannya lalu menuju ke tempat orang tua Raka berada.
Saat ini mereka telah sampai di Bali. Setelah turun dari kapal keluarga Pratama serta Rissa menuju ke sebuah villa pribadi milik keluarga tersebut. Beberapa menit di perjalanan mereka telah berada di depan bangunan besar bernuansa abu-abu dengan taman begitu indah.
“Ini villa milik keluarga lo?” tanya Rissa dengan pandangan kagum melihat bangunan mewah di depannya
“Iya,” lalu mereka pun memasuki villa tersebut terlihat di tengah-tengah taman terdapat air mancur yang menambah keindahan serta pohon-pohon yang membuat bangunan mewah tersebut terasa rindang dengan udara sejuk. Raka menunjukkan dimana kamar yang akan ditempati Rissa untuk beberapa hari ke depan. Ruangan itu terletak berhadapan dengan kamar milik Raka sendiri.
Ketika Rissa membuka knop pintu kamarnya, tercium Semerbak wangi bunga kasturi menyengat di indra penciuman Ia pun masuk ke dalam ruang bernuansa hijau Army itu dan mulai membersihkan diri.
...****************...
Malam ini adalah pertama kalinya ia makan di satu meja bersama keluarga Pratama. Suasana canggung menyelimuti diri Rissa di antara kehangatan keluarga tersebut.
“Ayo cepat dimakan keburu dingin nanti,” ujar bu Ningsih
“Iya Te,”
“Jangan sungkan-sungkan. Anggap aja keluarga sendiri,” Rissa menganggukkan kepala mendengar perkataan Raka.
“Oh ya Kak, hari-hari kemarin aku pernah dikasih lihat sama Kak Raka kalau kakak tuh bisa make up-an jadi cantik banget, boleh dong ajarin aku buat make up kayak gitu,” ucap Cindy Adik Raka. Rissa melirik ke arah Raka yang sedang memasang wajah tanpa dosanya
“Masih kecil ngapain pakai make up? Ntar malah jadinya kayak ondel-ondel,” Raka terkekeh melihat adiknya cemberut akibat perkataannya. Sedangkan Rissa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kakak beradik ini.
“Apaan sih Kak Raka ini!”
“Kakak mau kan ngajarin aku?” Pintanya dengan puppy eyes. Risa pun mengangguk lalu tersenyum menjawab permohonan Adik Raka itu Cindy.
“Kak Rissa pasti lagi capek, kalau kamu mau belajar make up. Lain kali aja ya, lagian kita kan baru sampai terus besok masih mau jalan-jalan,” bu Ningsih berusaha memberi penjelasan pada Cindy.
“Ya udah deh kalau gitu,” Cindy mengangguk pasrah.
“Udah mulai malam, lebih baik kalian sekarang tidur. besok kita akan keliling ke semua tempat wisata," mereka pun segera beranjak dari meja makan menuju kamar masing-masing.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...