Cerita ini hanya fiktif belaka, namun cerita ini di rangkum dari pengalaman seseorang dan di sangkut pautkan dengan kejadian-kejadian Aneh yang terjadi di kalangan masyarakat pedesaan.
Zivanya yang biasa di panggil Ziva menganggap kelebihannya itu sebagai Kutukan namun perlahan dia pun berdamai dengan keadaan dan akhirnya menganggap kelebihannya itu sebagai Anugerah.
Karena Ziva lebih asyik berteman dengan sosok yang berwujud makhluk halus namun mempunyai hati di banding dengan sosok yang berwujud manusia namun tak punya hati.
Sebuah percintaan pun terjalin di cerita ini, berawal saat Ziva duduk di bangku SMK sampai pada Ziva lulus dan melanjutkan kuliah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanita Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26.
Beberapa kali Zivanya hampir ambruk lagi, karna kakinya tidak bisa menopang tubuh Ziva karna lemas.
Tanpa ijin Arjun meraih tubuh Ziva, Tanpa ada pilihan lain Ziva hanya bisa melingkarkan tangannya di leher Arjun.
Arjun membawa Ziva masuk ke dalam mobilnya, Saat di perjalanan Arjun sesekali melirik ke arah Ziva. Wajah itu masih menyebalkan di mata Arjun namun itu bukan saatnya untuk Arjun bersikap keras pada Ziva.
"Tenanglah, kamu akan baik-baik saja. " Ucap Arjun.
Ziva hanya menutup kedua wajahnya lalu menangis, Arjun bisa menangkap rasa ketakutan dalam diri Ziva. Itu kali pertama Ziva melihat mayat dan yang pertama menemukannya adalah dia.
Sesampainya di pelataran kantor Bareskrim polri, Arjun hendak menggendong tubuh Ziva lagi namun Ziva menolak.
"Ya sudah, ayo ikut saya ! " Ajak Arjun.
Arjun melihat tubuh Ziva gemetar hebat, dengan sangat peka Arjun menyambar jaket kesatuannya dan ia pakaian di tubuh Ziva.
"Terimakasih Pak. " Ucap Ziva mengeratkan pegangannya pada jaket itu.
"Kamu duduk dulu di sini. " Perintah Arjun.
Arjun menghampiri atasannya, "Pak Saksi ada di sini. Tapi kita belum bisa mengintrogasi nya saksi kelihatan sangat syok berat. "
"Beri dia waktu, dan berikan dia minum air hangat dan makanan agar dia sedikit rilex."
"Baik Pak. "
"Kamu yang akan mengintrogasinya. "
"Baik Pak. "
Arjun kembali dengan segelas teh hangat dan roti menghampiri Ziva yang masih duduk membungkukkan tubuhnya.
"Pak, berapa lama saya di sini ? Ibu saya pasti cemas menunggu saya pulang. " Ucap Ziva dengan mata terus mengeluarkan cairan bening.
"Kamu baru pulang kerja ? " tanya Arjun sedikit memastikan.
"Iya Pak. "
"Baiklah, saya akan menghubungi ibu kamu. Boleh saya pinjam ponsel kamu ? " Ujar Arjun sambil menyodorkan tangannya.
"Boleh Pak, "
Tak perlu waktu lama untuk Arjun menemukan nomor ibu Ziva, karna di panggilan terakhir ada sebuah nomor bertuliskan "Ibu tersayang. "
Hanya butuh beberapa jeda agar sambungan telpon itu terhubung, Arjun perlahan berbicara dengan Ibu Ziva. Arjun berjanji akan mengantarkan Ziva jika proses interogasi nya selesai. Seorang ibu sudah pasti sangat cemas kala mendengar musibah yang menimpa anaknya.
"Apa Candy dan Puri bersamanya ? " Pertanyaan itu terlontar begitu saja, Ibu Ziva lupa jika Puri dan Candy bukan lah manusia biasa.
Arjun sedikit terdiam.
"Tidak Bu, anak ibu hanya seorang diri. "
Sambungan itu pun terputus.
Ziva hanya meminum teh hangatnya saja tanpa mau makan roti yang di berikan oleh Arjun, ia tidak tahu kapan akan kembali selera makannya setelah ia melihat mayat itu.
"Kamu sudah sedikit tenang, bisa ikut saya ? " Tanya lembut Arjun.
Ziva hanya menganggukkan kepalanya saja. Masuk lah ke sebuah ruangan yang sangat kurang dari pencahayaan. Di sana hanya terlihat beberapa kursi dan meja panjang saja.
"Kamu siap ? " tanya Arjun.
Dengan mengepalkan tangannya Zia menjawab pertanyaan Arjun dengan anggukan kepala saja.
Ada perasaan tidak tega, namun Arjun tetap harus menjalankan prosedur.
"Coba ceritakan kejadian awal kenapa kamu bisa sampai di gedung kosong itu. "
"Saya hari ini ada pekerjaan yang harus segera terselesaikan, sehingga saya di haruskan untuk lebur sampai jam 9 malam. Saat saya pulang saya berusaha memesan ojeg online di aplikasi hijau namun saya tidak mendapatkannya juga. " Ziva seketika menghentikan pembicaraannya. Ia bingung jika harus mengatakan dia di tuntun oleh arwah korban menuju gedung itu.
"Lalu ? " Tanya Arjun kembali saat dirinya selesai mengetik isi percakapan Ziva di laptop yang sedang ia gunakan.
Ziva masih terdiam.
"Ayo lanjutkan ! " pinta Arjun.
"Apa saya harus mengatakan yang sebenarnya ? " tanya Ziva ragu.
"Tentu saja, itu pun kalau kamu ingin segera pulang. " Jawab singkat Arjun.
Ziva melihat sekitar, suasana di ruangan itu cukup mencekam. " Sa-saya di datangi oleh sosok wanita yang rupanya sama persis dengan rupa pada mayat itu. "
Arjun yang mendengar pernyataan Ziva, langsung mengehentikan aktifitas mengetik nya. Arjun berangsur duduk mendekat ke arah Ziva.
"Maksudnya ? Kamu indigo ? " Tanya Arjun menekan tatapannya pada Ziva.
Ziva menganggukkan kepalanya,
"Sejak kapan ? " Tanya Arjun intens.
"Sejak umur saya 3 tahun kalau kata Ibu. "
Arjun mencoba mengartikan ekspresi wajah Ziva, meskipun ia bukan ahli pakar ekspresi namun ia bisa membedakan mana yang berbohong dan mana yang tidak.
"Zika kamu benar indigo, coba sebutkan kondisi arwah yang mendatangi kamu. "
Ziva mencoba mengingatnya.
"Ada sayatan di leher, sayatan itu tidak bergaris lurus. Dan ada luka tusuk di bagian perut sebelah kanan. " Jelas Ziva.
Arjun kembali mengetikan pernyataan Ziva, " Jadi itu sebabnya kamu sampai di gedung itu ? "
"Iy Pak. "
"Lalu, kata ibu mu tadi dia menyebutkan dua nama. Yaitu Puri dan Candy, apa dia ada bersama mu saat menuju gedung itu ? " Tanya Arjun dengan tatapan terus pada layar laptopnya.
Ziva baru berani mengangkat wajahnya, " Ibu mengatakannya ? "
Arjun menoleh sehingga tatapan mereka beradu, " Ya . "
"Dia dua teman astral ku yang selalu menemani aku. " Jelas Ziva ragu, takut jika Arjun tak percaya.
Arjun mengusap wajahnya kasar. " Ya sudah untuk saat ini saya rasa cukup, besok jika kami membutuhkan pernyataan lagi kami harap kamu cukup kooperatif untuk mau melakukannya. "
"Baik lah Pak, apa saya bisa langsung pulang ? " Tanya Ziva tidak memikirkan ia akan pulang memakai kendaraan apa.
"Tentu saja, jika mau menginap pun boleh. " Jawab Arjun datar.
Seketika tatapan kesal terlihat kembali di wajah Ziva. Ziva bangkit dari duduknya dan meninggalkan Arjun beberapa langkah menuju pintu keluar.
"DIAM DI TEMPAT . " Arjun berhasil menghentikan langkah Ziva.
"Ada apa lagi Pak ? " Tanya Ziva kesal seperti mau menangis kembali.
Sementara Arjun masih menyimpan ungkapan kesaksian Ziva pada perangkat laptop itu.
Setelah selesai, Arjun membawa laptop itu dan berjalan melewati Ziva.
"Ayo katanya mau pulang. " Ujar Arjun seolah-olah Ziva tidak mau pulang dan betah berada di tempat mencekam itu.
Ziva menghentakkan kakinya dengan terpaksa ia mengikuti Arjun.
"Kamu akan saya antar, tapi jangan di salah artikan. Saya mengantar kamu bukan berarti saya lupa akan kejadian waktu itu saat kamu merepotkan saya, saya hanya berusaha kooperatif menjaga saksi saja. " ucap Arjun saat berjalan beriringan bersama Ziva.
"Terserah anda Pak, " Jawab ketus Ziva tanpa mau melihat wajah Arjun. Padahal wajah Arjun terlihat sangat tampan.
Saat di dalam mobil, Ziva membuka pintu bagian belakang ia hendak duduk di kursi bagian belakang kemudi.
"Memang saya supir kamu ? Duduk di depan. " Perintah Arjun dengan Ekspresi keras sehingga mampu membangunkan kembali rasa permusuhan di dalam diri Ziva.
"BRUUUKKKK ... " Pintu mobil Arjun di tutup keras oleh Ziva sehingga berhasil membuat Arjun mengerang kembali.
"Kamuu ... "
"Hehehe ... Maaf pak, saya kira tangan saya masih lemas. Ternyata tenaga saya sudah pulih. " Ujar Ziva dengan senyum terpaksa.