Lu Nana adalah Gadis tomboy yang terkenal di kampusnya.
karena orangnya ceria dan suka mengikuti bermacam kegiatan olah raga dan seni.
Jadi dia memiliki banyak teman.
Tapi ketika temannya mengerjai Jam bekernya dengan mempercepat waktu, jadi dia kira sudah terlambat ke kampus.
Dengan tergesa - gesa dia menyebrang tanpa memperhatikan, akhirnya terjadilah kecelakaan.
Tapi akibat dari itu jiwanya berpindah ke zaman kuno, ketubuh Selir yang di asingkan, kelaparan dan sendirian. selir yang pendiam dan mudah di tindas, karena kecantikannya yang membuat banyak wanita lain Iri. menggunakan trik untuk menjatuhkannya. Dia hanya diam.
Tpi sekarang jangan harap, dia sudah mati saya penggantinya tuk balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Harefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 9 Mulai bertani
Kemudian dia memperhatikan pedang yang tergeletak, dia juga merasa senang karena pedang yang dia terima berkualitas bagus.
Begitu juga dengan belati dan perlatan lainnya, semua yang terbaik. Memang barang- barang dari ruang portable semuanya barang berkualitas tinggi. Tidak percuma di bayar mahal dengan emas.
Tak berapa lama pelayannya masuk membawa beberapa roti yang masih tersisa dari hari yang kemaren malam.
"Kenapa kamu tak memakan roti itu Yan sing?" Tanya Ling Nana menatap pelayannya tersebut.
"Saya sudah memakannya tadi pagi nyonya." Jawabnya, merasa tidak enak hati jika dia memakan semuanya. Karena Nyonyanya pasti lapar juga.
"Ya sudah simpan aja untukmu, aku masih ada di kamar."
"Oh begitu ya, eh? Dari mana ini semua nyonya?"
"Hmm, ada yang mengantar tadi dari paman jendralku." Ling Nana memberi alasan yang bisa di terima akal, karena dia tidak mungkin mengatakan terus terang.
Ling Nana memperhatikan Popo dan Yan Sing bergantian.
'Apakah dia tidak melihat Popo?' bisiknya dalam hati.
"orang lain tidak bisa melihat saya tuan" ucap popo yang mendengar suara hati Ling Nana.
Dia hanya mengangguk kecil mendengar perkataan Popo tersebut. Dia tidak ingin bertindak gegabah yang nantinya malah membuat pelayannya itu kebingungan.
"Yan sing, hari ini kita akan menanam beberapa bibit ini. Agar nantinya kita tidak kelaparan di hari - hari berikutnya."
"Baik nyonya." Dia menyetujuinya tanpa bertanya dari mana bibit tersebut di peroleh.
Karena hari masih panjang mereka mulai mencangkul di halaman belakang. Menggemburkan tanah agar ketang dan lobak serta ubi bisa memiliki buah yang banyak.
Sedangkan padi dan jagung cukup mereka lubangi saja dan memasukkan bibit.
Jenis padi ini, padi yang bisa di tanam di darat tanpa rendaman air. Biasanya pohonnya tidak terlalu tinggi, sering di sebut padi darat atau padi gogo dan kadang padi huma.
Dan dia bertumbuh hampir sama dengan jagung tidak memerlukan terlalu banyak air yang berlebihan.
Mereka tidak bisa menyelesaikannya selama sehari, karena menggemburkan itu yang memakan waktu.
Setelah 3 hari baru mereka selesai menanam semuanya bibit yang di beli di ruang portabel.
Dan bawang yang dia beli juga beberpa dia tanam agar bahan - bahan mereka tidak langsung habis.
Dari cabe yang dia beli juga, bijinya dia keringkan dan di tanam.
Di sela - sela istirahat ketika masa penanaman bibit dia selalu menyerut beberapa batang bambu yang akan dia gunakan menjadi anak panah.
Di area istana dingin itu ada 2 sumur yang berfungsi, satu di area dapur dan yang satunya ada di belakang dekat mereka menanam bahan pokok tersebut.
Awalnya sumur itu di tumbuhi rumput yang lebat dan mereka tidak mengira bahwa itu sumur. Ketika mereka membersihkan dan ternyata sumur itu berisi air yang jernih dan melimpah yang hampir sampai ke bibir sumur.
Hanya saja dia harus memagari sumur tersebut dengan batang - batang kayu agar tidak terjatuh atau terpeleset.
Ya, sumur itu hanya berupa lubang saja tanpa ada tembok yang mengelilingi dan jika tidak sadar dalam melangkah bisa masuk ke dalam.
Jadi Ling nana memagarinya sekeliling dengan pagar kayu, karena dia belum memiliki batu dan semen untuk menembok keliling.
Jadi berkat sumur ini mereka menjadi mudah untuk menyirami tanaman yang mereka tanam.
Hari sudah sore dan dia menghentikan aktifitas pertaniannya dan mengajak pelayannya masuk ke kastil dan membersihkan tubuh.
Selesai mereka makan malam, mereka duduk di ruang tengah sambil minum teh.
"Yan sing, besok kamu seperti bisa ya, menyiram tanaman pagi dan sore. Karena saya besok berencana memanjat tembok dan berburu di dalam hutan di belakang tembok ini."
"Nyonya, saya ikut menemani nyonya ya, Takutnya nanti anda kenapa - kenapa nyonya." Dia kuatir dengan tuannya ini jika pergi sendirian.
"Tidak perlu, kamu tunggu saja di sini. Saya akan baik - baik saja"
Dengan wajah lesu dia menuruti keinginan tuannya itu. Walau hatinya tidak setuju, tapi dia tidak bisa membantah.
Hutan terlihat dari atas tembok istana