Alysa seorang gadis muda, cantik serta penuh talenta yang kini tengah menempuh studynya di bangku kuliah. Namun, selama dua semester ia memutuskan untuk cuti, demi bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang tengah bangkrut.
Dalam perjalananya, Alysa harus mendapatkan uang sebanyak 300 juta dalam semalam untuk biaya operasi jantung orang tuanya. Dalam keadaan mendesak, Alysa memutuskan menjadi wanita panggilan. Mengikuti saran sahabatnya, Tika.
Sialnya, pelanggan pertamanya adalah dosen ia sendiri. Hal itu membuat Alysa malu, kesal sekaligus bingung bagaimana harus melayani sang Dosen. Lalu bagaimana kelanjutan ceritanya? serta bagaimana hubungan Alysa dengan kekasihnya, Rian. Akankah setelah mengetahui fakta sebenarnya ia akan tetap bersama Alysa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon By.dyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curiga
Keluar dari mobil, Alysa segera turun menuju gedung Fakultas Hukum kebanggaannya dulu. Ia mengesampingan rasa malu, serta gengsinya karna kemarahan yang disebabkan oleh Eca.
Sepanjang koridor kampus, orang-orang memberikan tatapan tidak suka pada Alysa. Bisik-bisik yang dilakukan orang-orang ketika Alysa lewat ditengah-tengah mereka begitu menganggu Alysa.
Mata Alysa mulai panas, perih, dan berair. Satu kali kedip saja ia dapat dengan mudah berurai air mata. Tidak menunggu lama, hitungan detik, air mata Alysa sudah membanjiri kedua pipi Alysa.
kuat Alysa... Kamu bisa, batin Alysa.
"Alysa... Dengar saya," pinta Reyhan.
Pikir Alysa, laki-laki itu tidak mengikutinya sampai sejauh ini. Nyata, ia terus berlari menaiki tangga satu persatu mengikuti langkah cepat Alysa.
"Alysa..." panggil Reyhan.
Sebagaimanapun Reyhan menahan Alysa, sama sekali tidak membuat Alysa berenti berjalan. Sampai diruang kelas, berhadapan langsung dengan Eca. Alysa tanpa ampun cepat memberikan tamparan keras pada pipi Eca.
Plakkkk...
Untuk beberapa saat ruangan hening, orang-orang yang berada dikelas terkejut, tapi antusias menunggu adegan selanjutnya. "Kurang ajar." cicit Eca marah.
"Maksud lo apa? Selama ini gue udah cukup sabar ngadepin lo ya. Ca." tekan Alysa. "Maksud lo apa? Buat berita tentang gue di Kafe dan Pak Reyhan? Hah? Apa?" tanya Alysa marah.
"Berita apa? Gue gak lakuin apapun." sanggah Eca.
"Jangan pura-pura bego, gue tahu semua ini ulah elo." Tunjuk Alysa.
"Alysa." panggilan lantang itu datang dari Rian.
Rian berjalan melewati Alysa, ia mendekati Eca yang masih memegangi pipinya erat.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Rian.
Pemandangan macam apa yang dilihat Alysa sekarang, kekasihnya, Rian. Di depan matanya secara terang-terang membela perempuan lain dibanding kekasihnya sendiri. "Alysa, apa yang kamu lakuin?" tanya Rian.
Alysa mengeratkan kepalan tangannya kuat, mengigit bibirnya sakit, tidak percaya dengan apa yang ia lihat dihadapannya.
"Apa yang aku lakuin? Jelas, aku membela diri aku sendiri, terus apa yang kamu lakuin, kamu bela dia Rian." ucap Alysa histeris.
"Karna kamu salah." sentak Rian.
"Salah? Aku salah apa?"
"Salah apa kamu bilang? Kamu pergi dengan Dosen kamu itu, apa itu? Apa itu Alysa?" tanya Rian marah.
"Soal itu, aku bisa jelasin semuanya." sahut Alysa sudah terisak menangis bercampur malu dan marah.
"Jelasin? Setelah kamu selingkuh, kamu masih mengatakan akan menjelaskan semuanya? Begitu?" tanya Rian marah.
"Aku gak selingkuh," sanggah Alysa keras.
Rian mendekat pada alysa. "Kalau kamu gak selingkuh, lalu kenapa Dosen kamu ada disini, mengikuti kamu. Kenapa?" teriak Rian.
Alysa menggelengkan kepala. Dirinya sudah tidak tahu bagaimana harus menjelaskan semuanya pada Rian. Alysa tidak mungkin mengatakan dirinya hutang budi dengan Reyhan.
"Rian, please dengerin aku dulu." mohon Alysa.
"Gak Alysa... Kamu sudah sangat keterlaluan." tekan Rian.
Disisi lain, Reyhan berdiri dibelakang Alysa, mencoba tenang dengan semua situasi yang ada. "Kita pulang sekarang, Alysa." Tangan Reyhan terulur membawa jemari Alysa ikut dengannya.
Reyhan tidak akan membiarkan Alysa kehilangan muka didepan semua orang.
"Gak mau, aku harus jelasin semuanya." protes Alysa. Tangannya terus bergerak, menolak ajakkan Reyhan.
Sekuat tenaga, Reyhan menahan agar tidak terlepas dari tangan Alysa. "Alysa berenti..." tegur Reyhan yang kesulitan membawa tangan Alysa keluar kelas.
Mulai keluar dari kelas, melewati tiap koridor kelas. Semua orang yang ada disana menatap Reyhan dan Alysa tidak percaya. Pertanyaan soal kedekatan keduanya, akan menjadi bahan gosip baru yang hangat untuk dibicarakan satu fakultas.
Melupakan apa yang akan terjadi, Reyhan memilih fokus untuk menenangkan Alysa. Ia segera membawa Alysa keluar fakultas. Reyhan kembali memasukkan Alysa kedalam mobil kemudian keluar dari area kampus, melupakan tugasnya yang sebentar lagi harus mengisi kelas, pengantar Hukum.
Sepanjang perjalanan Alysa terus menangis terisak. Sesekali ia akan mengepalkan tangannya kemudian memukul dirinya sendiri.
"Alysa jangan menghukum diri kamu sendiri!" tegur Reyhan.
Akhh... Hiks... Hiks...
Alysa terus meraung tidak terima akan apa yang ia dapat dari Rian. Niat hati ia ingin mejelaskan semuanya pada Rian, semuanya justru berbalik tidak baik pada dirinya.
"Alysa dengar saya." Tegur Reyhan.
Alysa menggelengkan kepalanya, ia menolak apa yang menjadi perintah Reyhan, mencoba menenangkan dirinya, karna bukan Reyhan yang ia butuh melainkan Rian.
"Alysa." tegur Reyhan.
"Apa?" sahut Alysa kesal diiringi tangisnya.
Reyhan segera memarkirkan mobilnya dipinggir jalan. Reyhan menghembuskan nafas kasar. Dilihatnya Alysa yang sejak tadi meraung menangis.
"Harusnya saya gak kenal Pak Reyhan, harusnya saya menolak untuk pergi dengan Pak Reyhan, harusnya..." Alysa tidak melanjutkan ucapannya. Segera Reyhan membawa tubuh Alysa kedalam pelukannya.
"Saaa... Hei, jangan kaya gini." panggil Reyhan.
Dalam pelukan Reyhan, tangis Alysa semakin kuat keluar. "Jangan salahkan diri kamu." tutur Reyhan.
Sudah mulai tenang, Reyhan memundurkan tubuh Alysa dari pelukannya. "Udah tenang?" tanya Reyhan.
Alysa mengangguk. Reyhan bernafas lega. Ia segera menghapus jejak air mata yang berada dipipi Alysa. Kembali, mata Reyhan bertemu bola mata coklat terang milik Alysa.
Keindahan yang selama ini membawa Reyhan semakin mengenal Alysa, menyeretnya jauh terlibat dengan semua drama dalam hidup Alysa. Anehnya, Reyhan tidak merasa keberatan sedikitpun akan hal itu. Reyhan senang, sedangkan ketika ia tidak dengan Alysa, pikirannya justru terus terikat tidak tenang dengan perempuan disampingnya ini.
Reyhan harap, perasaan yang ia rasakan saat ini tidak jauh melangkahi niat awalnya. Reyhan butuh Alysa, begitupun sebaliknya. Semoga saja, perasaan yang ada tengah dirasakan Reyhan perlahan hilang dengan sendirinya, semua yang dirasakan tidak lebih dari sekedar rasa empati.
Karna Reyhan tahu, Alysa bukan perempuan yang ia harapkan, bahkan sangat jauh dari kriteria calon istri Reyhan. Apalagi calon istri sungguhan untuk ia kenalkan pada keluarga.
"Kamu yakin Eca yang bikin berita itu?" tanya Reyhan pada Alysa.
Mata Alysa menghunus tidak suka. "Terus siapa lagi kalau bukan Eca? Cuma dia yang punya masalah sama saya!" sahut Alysa.
"Tapi, dia tidak mengaku kalau dia melakukakannya, Alysa."
"Pak Reyhan percaya? Pak Reyhan harus tau, mana ada maling yang ngaku, Pak." sahut Alysa.
"Bukan itu maksud saya, tapi melihat gelagat Eca yang juga sama terkejutnya dengan kamu, ketika mendapat berita, saya merasa bukan Eca pelakunya."
"Pak Reyhan bela Eca?" tanya Alysa sengit.
"Bukan begitu Alysa, tapi kita ga bisa menuduh seseorang tanpa dasar seperti itu," ucap Reyhan.
"Ck... Pak Reyhan bilang aja kalau Pak Reyhan lebih memilih percaya Eca dibanding Saya." tekan Alysa.
"Alysa.... Kamu sedang dalam keadaan marah, kamu tidak bisa berpikir jernih. Maksud saya, kita pikirkan siapa orang yang tepat yang telah melakukan hal ini, karna ini bukan tentang kamu, tapi karir saya sebagai dosen."
Alysa menarik nafas, mencoba tenang. "Kalau bukan Eca, lalu siapa? Pak Reyhan tahu sendiri, di kafe tadi banyak orang." tutur Alysa.
"Tika?" tanya Reyhan.