Cinta Arumi dan Ryan ditentang oleh Mami Rosalina karena perbedaan status.
Kejadian tidak terduga ketika Arumi menabrak Reyhan yang merupakan kakak dari Ryan. Arumi diminta untuk bertanggung jawab karena Reyhan mengalami kebutaan akibat dari kecelakaan itu.
Tahu Arumi adalah mantan kekasih Ryan, Reyhan memintanya untuk menjadi istri dan mengurus segala keperluannya.
Bagaimana perasaan Arumi ketika tahu laki-laki yang dinikahinya adalah kakak dari Ryan, orang yang sangat dia cintai?
Apa yang akan terjadi kepada mereka ketika tinggal serumah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Reyhan Merajuk
Bab 14
"Mas, kenapa kamu begitu sama Papi?" tanya Arumi setelah kepergian Papi Rendra dan kini hanya ada mereka berdua.
"Apanya?" tanya Reyhan pura-pura bodoh.
"Itu ... tadi, kamu kasar bicara sama Papi. Itu tidak baik, loh!" jawab Arumi dengan hati-hati agar suaminya tidak salah sangka mendukung ayah mertua dan marah kepadanya.
"Aku hanya meniru apa yang mereka ajarkan sama aku. Bukannya anak itu dibentuk dari hasil didikan orang tuanya," ujar Reyhan dan Arumi melongo. Karena Ryan tidak seperti Reyhan yang kasar, adik iparnya termasuk laki-laki yang sopan dan lemah lembut kepada orang tua.
"Kalau begitu, sekarang aku yang akan mendidik kamu, Mas. Karena salah satu tugas istri adalah mengingatkan suaminya jika melakukan suatu perbuatan buruk. Apa yang sudah Mas lakukan tadi kepada papi adalah suatu perbuatan buruk. Aku harap kedepannya tidak melakukan hal seperti tadi lagi," kata Arumi sambil menangkup kedua pipi Reyhan dengan lembut.
Reyhan terdiam, tidak membalas ucapan Arumi. Dia malah melepaskan kedua tangan istrinya yang terasa hangat di pipinya. Lalu, dia membalikkan badan, memunggunginya.
"Kamu marah, Mas?" tanya Arumi. "Dinasehati begitu saja kamu merajuk. Ih, kayak anak kecil!"
Reyhan kesal kepada Arumi. Dia ingin istrinya itu selalu mendukung apa yang dia lakukan, tanpa protes.
"Bunda kirim pesan, tadi. Katanya kapan Mas mau menginap di rumah. Nanti akan dibuatkan ikan bakar seperti minggu lalu," ucap Arumi mencoba merayu suaminya.
Mendengar itu Reyhan sangat senang. Dia ingin menginap di rumah sang mertua. Selama ini mereka selalu berbuat baik kepadanya. Menanyakan kabar dan sering tanya ingin dimasakan apa.
Namun, saat ini Reyhan sedang merajuk kepada Arumi. Jadi, dia jual mahal sedikit.
"Kalau Mas tidak mau, aku akan katakan sama Bunda kalau–"
"Mau. Kapan?" Reyhan memotong ucapan Arumi.
Wanita itu diam-diam tersenyum geli. Entah kenapa dia merasa kalau Reyhan itu seperti anak kecil yang mudah merajuk, mudah marah, tetapi mudah dirayu.
"Bagaimana kalau malam Minggu besok?" tanya Arumi. "Biar semua orang di rumahku bisa ikut acara bakar ikan dan besoknya menghabiskan waktu libur bersama."
"Hmmmm. Oke," jawab Reyhan.
"Kenapa aku mudah luluh sama Arumi, ya?" batin Reyhan. "Ini kayak bukan diri aku. Apa aku kena guna-guna Arumi, ya?"
***
Malam hari Reyhan merasa kepalanya sakit, apalagi di bagian wajah dekat mata. Dia pun membangunkannya Arumi.
"Arumi. Hei, bangun!" bisik Reyhan agar sang istri tidak terkejut ketika dibangunkan.
"Mmm. Ada apa, Mas?" tanya Arumi dengan suara serak khas bangun tidur.
"Ini kepala aku sakit," jawab Reyhan. "Coba kamu pijat!"
Arumi pun mengikuti perintah sang suami. Dia memijat bagian kening, pelipis, dan kepalanya.
Pijatan Arumi membuat rasa sakit itu berkurang. Reyhan benar-benar menikmati sentuhan sang istri. Dia duduk bersandar pada dasboard ranjang.
Arumi yang masih mengantuk, memijat kepala Reyhan mengandalkan feeling. Dia sendiri tidak sadar kalau saat ini sedang duduk pada pangkuan sang suami.
Karena tidak kuat menahan kantuk, Arumi pun jatuh terkulai dalam pelukan Reyhan. Laki-laki itu bingung harus melakukan apa ketika istrinya sudah jatuh tertidur kembali.
"Hei, Arumi, bangun! Kenapa kamu malah tidur." Reyhan mencoba membangunkan istrinya. Namun, yang ada Arumi malah memeluk dan menelusupkan mukanya pada leher.
"Aku harus bagaimana ini?" batin Reyhan. Dia tidak bisa memindahkan Arumi begitu saja. Namun, posisi mereka saat ini juga berbahaya baginya.
"Oh, tidak!" jerit hati Reyhan. "Aku mohon, jangan sampai terjadi sesuatu!"
Reyhan berusaha mengalihkan pikirannya. Namun, hal itu sulit sekali baginya. Wangi tubuh, dada empuk, dan embusan napas pada lehernya membuat otak dia bertraveling ke mana-mana.
"Sudahlah, pasrah. Aku harap aku juga bisa segera tidur," batin Reyhan.
***
Arumi terbangun dan betapa terkejutnya dia ketika sadar sudah tertidur dalam pangkuan Reyhan. Dia pun segera beranjak karena takut kaki suaminya sakit kembali.
"Baru jam dua," batin Arumi ketika melihat jam digital di atas nakas. Itu artinya dia tidur kurang dari satu jam.
Merasa kasihan kepada Reyhan, Arumi menarik tubuh suaminya agar posisinya jadi berbaring. Tidak lupa dia menyelimutinya.
Dalam salat malam, Arumi tiada henti mendoakan Reyhan agar menjadi hamba yang taat beribadah dan menjadi suami yang terbaik baginya. Begitu juga sebaliknya, dia ingin menjadi istri yang terbaik untuk Reyhan.
Walau cinta belum hadir di dalam hati Arumi, setidaknya dia sangat perduli kepada Reyhan dan akan melakukan hal terbaik untuknya. Dia yakin dengan seiring berjalannya waktu perasaan cinta itu bisa hadir, jika terus dipupuk dengan perhatian dan kebersamaan.
"Mas, bangun! Ini sudah Subuh," ucap Arumi berharap suaminya mau salat. Namun, Reyhan tetap bergeming berselimut. Seakan telinganya tersumbat oleh sesuatu.
Arumi hanya bisa menghela napas. Dia pun pergi ke dapur untuk membantu Bi Nina memasak sarapan.
Ternyata ada Ryan di sana. Takut laki-laki itu nyosor secara tiba-tiba, Arumi menjaga jarak. Tentu saja itu terlihat aneh di mata sang adik ipar.
"Kamu mau buat kopi?" tanya Ryan.
"Tidak," jawab Arumi yang mengambil air dari dispenser.
Ketika Arumi duduk untuk minum, Ryan pun duduk di kursi sampingnya. Dia menyesap kopi sambil melirik ke arah Arumi. Dia ingin meminta maaf atas kejadian tempo hari. Karena sejak itu, sang mantan menjadi berubah kepadanya. Jika ditanya akan menjawab dengan ketus.
Merasa tidak nyaman dipandangi oleh Ryan seperti itu, Arumi memilih pergi dari dapur. Dia akan kembali jika sudah ada Bi Nina. Dahulu, dia akan suka salah tingkah jika ditatap begitu oleh Ryan, sekarang dia takut hatinya luluh dan jatuh dalam pesonanya lagi. Akan sia-sia benteng yang sudah dia bangun.
"Astaghfirullah. Ini orang belum bangun juga!" batin Arumi. Lalu, dia mengambil wadah berisi air. Dia cipratkan air itu ke muka Reyhan.
"Mama, hujan! Hujan!" teriak Reyhan spontan bangun dari tidurnya.
Beberapa detik kemudian, Reyhan sadar kalau dirinya sedang berada di dalam kamar. Bayang-bayang orang bisa dia lihat walau tidak jelas. Namun, dia tahu itu siapa dari wangi tubuhnya.
"Bukan hujan, Mas," ucap Arumi menahan tawa. "Ayo, bangun! Kita jalan-jalan pagi. Menghirup udara segar dan menikmati sinar matahari."
Arumi menarik kedua tangan Reyhan agar bangun. Laki-laki itu menurut dan pergi ke kamar mandi.
"Coba dia begini ketika diajak salat," batin Arumi.
Pasangan suami-istri itu jalan-jalan berkeliling kompleks perumahan. Keadaan pagi-pagi di sana sangat sepi. Hanya ada beberapa orang yang sedang lari pagi.
Para tetangga tidak tahu kalau Reyhan saat ini dalam keadaan buta. Mereka tersenyum untuk menyapanya. Tentu saja Arumi akan berbisik memberi tahu kalau ada orang yang tersenyum kepadanya, biar laki-laki itu juga membalas. Namun, yang ada dia hanya mengangguk.
"Kenapa cuma mengangguk, sih, Mas? Senyum dan sapa mereka, dong!" Arumi greget sama sifat suaminya ini.
"Ini sudah bagus aku mau balas mereka," ujar Reyhan ketus.
"Sebenarnya dia ini orang seperti apa, sih?" Arumi penasaran. Dia benar-benar tidak tahu apa-apa tentang Reyhan. Namun, dia merasa penasaran, kenapa Reyhan sangat berbeda dengan Ryan.
***
dia sudah menyakiti Arumi padahal Arumi tulus banget sama Reyhan