Menikah dengan lelaki yang dia cintai dan juga mencintainya adalah impian seorang Zea Shaqueena.
Namun impian tinggalah impian, lelaki yang dia impikan memutuskan untuk menikahi perempuan lain.
Pergi, menghilang, meninggalkan semua kenangan adalah jalan yang dia ambil
Waktu berlalu begitu cepat, ingatan dari masa lalu masih terus memenuhi pikirannya.
Akankah takdir membawanya pada kebahagiaan lain ataukah justru kembali dengan masa lalu ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Destiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinner
Tepat jam 7 malam Zea baru selesai dengan pekerjaannya. Merentangkan tangannya ke atas meregangkan otot tubuhnya yang kaku.
Tatapannya terpaku pada sosok yang sedang berbaring di sofa. Pria itu sejak tadi menunggunya selesai bekerja. Zea membereskan kertas -kertas yang berserakan di mejanya.
Zea beranjak melangkah menghampiri pria yang berbaring terlentang dengan mata terpejam. Ia pandangi dengan lekat wajah tampan dihadapannya.
Zea menurunkan tubuhnya berjongkok tangannya bertumpu pada pinggiran sofa itu. Zea pandangi setiap lekukan indah itu. Tangannya terangkat mengusap wajah itu mulai dari dahi turun ke hidung mancung serta tegas hingga sampai dagu yang ditumbuhi sedikit jambang.
Sreettt
Sebuah tangan kekar menggenggam tangannya yang masih memegang wajah itu Zea gelagapan saat kedua mata yang sejak tadi terpejam itu mulai terbuka dan menatapnya dalam.
Zea berusaha melepaskan tangannya namun pria itu tak melepaskan tangannya,justru semakin erat menggenggam.
"K-kak.." Zea semakin gugup saat tangannya ditarik lembut hingga tubuh mereka semakin dekat.
Varro menatap penuh kerinduan pada gadis yang ada di hadapannya saat ini. Tangannya perlahan terangkat memegang sedikit rambut Zea yang tergerai lalu menyelipkannya ke belakang telinga Zea.
Tatapan Zea seolah terkunci oleh tatapan mata Varro. Dada keduanya bergemuruh, berdetak lebih cepat.
"Udah selesai?" Ucapan Varro mampu mengembalikan kesadaran Zea. Kedua matanya membulat tersadar akan posisi tubuhnya yang hampir berada di atas tubuh Varro.
Zea dengan spontan memberi jarak dengan menegakkan tubuhnya berdiri.
Varro tersenyum melihat kegugupan Zea. Ia beranjak dari posisinya untuk duduk. Varro melirik jam ditangannya, lalu beralih menatap Zea.
"Udah selesai ze?" Tanya Varro.
"U-udah."
"Sudah jam 7, kita makan malam dulu ya." Ucapnya. Beranjak berdiri di hadapan Zea.
"Aku cuci muka dulu. Dimana toiletnya?"
"Disana" Zea menunjukan pada sebuah pintu yang ada di belakang Varro.
"Bentar" Ucap Varro. Zea memperhatikan punggung Varro sampai tak terlihat lagi oleh netranya.
Zea menarik nafas panjang, berusaha menghilangkan kegugupannya atas kejadian barusan.
Tak lama Varro keluar dengan wajah yang kembali segar.
"Yuk"Ajaknya.
Zea mengangguk lalu mengambil tas serta ponselnya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Beriringan keluar dari sana.
Varro mengajak Zea ke salah satu restoran mewah yang ada di pusat kota london.
Keduanya masuk lalu menaiki lift menuju lantai 6. Varro menggenggam tangan Zea, membawanya menuju meja yang sudah ia pesan sebelumnya.
Meja untuk 2 orang yang langsung menghadap jendela kaca besar. Zea hanya mengikuti langkah Varro membawanya. Ia tidak ber-ekspetasi sejauh ini, Varro membawanya ke tempat yang romantis seperti ini.
Varro menarik kursi untuk Zea duduki. Lalu setelahnya ia menarik kursi untuknya sendiri, duduk berhadapan dengan Zea.
Zea belum mengeluarkan sepatah kata pun, ia masih merasa terkejut sekaligus bingung harus berbicara apa.
Tak lama pelayan datang menghidangkan makanan yang sudah Varro pesan sebelumnya bersamaan dengan reservasi tempat tadi.
Varro menatap Zea yang masih terdiam "Ze... Kenapa? Kamu gak suka makanannya? Atau mau pesan yang lain?"
"Eeeh.. enggak. Gak perlu, ini aja cukup." Sanggah Zea cepat.
"Ya sudah, makanlah" Ucapnya. Memberikan senyum terbaiknya pada Zea.
Zea menatap hidangan di hadapannya "Ini ..."
Varro yang mengerti keraguan Zea akhirnya berbicara "Tenang saja, itu aku minta yang well done. Jangan khawatir."
Mendengar hal itu Zea terkejut, otaknya mulai menerka-nerka.
Varro mengambil piring Zea, berinisiatif memotongkan steak tersebut, lalu mengembalikannya setelah semua terpotong. "Makanlah." Ucapnya tersenyum.
Zea hanya mengangguk, lalu mulai memakan potongan daging miliknya. Melihat itu Varro tersenyum.
Mereka menikmati makan malamnya dalam keheningan sambil menikmati pemandangan kota yang terlihat sangat indah malam itu.
.
.
Pukul 9:30 mereka baru sampai di gedung apartemennya. Varro mengantarkan Zea sampat depan pintu apartemen Zea sendiri.
"Makasih ya untuk hari ini." Zea mengangguk mengiyakan.
"Masuklah. Segera istirahat, jangan bergadang. Kalau butuh apa-apa, cepat hubungi aku. Atau kamu bisa langsung samperin aku, disana." Ucap Varro, menunjukkan letak apartemennya yang berada tepat di samping Apartemen Zea.
Zea mengikuti arah yang ditunjuk Varro. Keningnya mengerut dalam, lalu menatap Varro "Bagaimana bisa?"
"Apa yang tidak aku bisa?" Varro tersenyum menggoda Ze, menaik turunkan alisnya.
Zea mendengus kesal melihatnya. Varro hanya terkekeh melihat wajah Zea yang terlihat lucu menurutnya.
"Sana masuk, udah malem."
Zea mengangguk, lalu memutar tubuhnya mulai menekan pin untuk membuka kunci pintunya.
Varro memperhatikan gerakan tangan Zea. Ia cukup terkejut saat melihat angka - angka yang ditekan Zea. Angka itu merupakan tanggal dimana ia memutuskan Zea kala itu.
Varro menghela nafas dalam setelah Zea masuk dan pintu kembali tertutup rapat. Varro mengusap wajahnya kasar. Lalu pergi dari sana menuju apartemennya sendiri.
Sementara Zea masih berdiri membelakangi dan bersandar pada pintu masuk. Otaknya masih terus mencerna kejadian demi kejadian yang dia alami seharian ini.
Kembali mengingat cerita mamanya di telpon tadi siang.
"Mantan kamu itu, si varro. Ternyata dia dijebak sama sela agar mau menikahinya. Mama tau ini semua saat perayaan ulang tahun perusaan handoko, perusahaan papa di undang jadi mama berangkat sama papa ke sana. Disana Varro membeberkan semuanya secara langsung dihadapan seluruh tamu undangan. Bukti kejahatan mereka Varro tunjukan malam itu juga. Mama yakin Varro gak pernah ngelakuin hal itu sama sela. Terlihat jelas di rekaman cctv itu, varro tidur. Setahu mama ya, orang tidur gak mungkin bisa ngelakuin hal itu, apalagi saat itu Varro kena pengaruh obat tidur. Kamu tau? Malam itu juga Varro menjebloskan mereka berdua ke penjara. Dan yang mama dengar, saat ini Varro sudah menceraikan sela. Papa juga menyayangkan tindakan Varro dulu, andai dia cerita sama kamu, papa pasti bantu dia."
Zea menghembuskan nafasnya berat. Sungguh pikirannya masih terus berperang. Namun sejujurnya di sudut hatinya ada rasa bahagia entah karena apa.
Drttt drttt
Dering ponsel membuyarkan lamunannya. Zea melihat nama shanum tertera di layar ponselnya. Segera ia mengangkatnya.
"Halo?"
"Darimana aja dari tadi di telpon gak diangkat terus??"
Zea mengerutkan keningnya, lalu melihat ponselnya ternyata ada 5 panggilan tak terjawab dari Shanum. Dan Zea tak menyadari ponselnya di silent.
"Aku baru pulang."
"Baru pulang? jam segini?" Zea menjauhkan ponsel dari telinganya. Suara Shanum cukup membuat gendang telinganya sakit.
"Kerja sampe larut gini kamu?"
Zea menghela nafas pelan mendengar kekhawatiran sahabatnya itu.
"Aku baru pulang makan malam dulu tadi."
"Sama siapa? Kak sean?"
"Bukan."
"Terus??"
Zea diam, ia ragu untuk mengatakannya pada shanum. Sebab ia tau betapa kesalnya Shanum terhadap Varro.
"Sama siapa Zea?"
"Kak Varro." Ucap Zea lirih. Namun Shanum masih bisa mendengarnya.
"APA?? Kamu jalan sama si bajingan itu?"
"Gak gitu Shan." Sanggah Zea. Lalu ia mulai menceritakan pertemuannya dengan Varro hingga ia juga menceritakan alasan Varro meninggalkannya dulu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tinggalin jejak ya jangan lupa🤭