NovelToon NovelToon
Talak Di Malam Pertama (Kesucian Yang Diragukan)

Talak Di Malam Pertama (Kesucian Yang Diragukan)

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintamanis / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Wanita Karir / Naik Kelas
Popularitas:8.2M
Nilai: 4.8
Nama Author: Rositi

“Meski kita sudah menikah, aku tidak akan pernah menyentuhmu, Mbi. Haram bagiku menyentuh wanita yang tidak mampu menjaga kesuciannya seperti kamu!” Kalimat itu Ilham ucapkan dengan tampang yang begitu keji, di malam pertama mereka.

Selain Ilham yang meragukan kesucian Arimbi walau pria itu belum pernah menyentuhnya, Ilham juga berdalih, sebelum pulang dan menikahi Arimbi, pria itu baru saja menikahi Aisyah selaku putri dari pimpinan tertinggi sekaligus pemilik pondok pesantren, Ilham bernaung. Wanita yang Ilham anggap suci dan sudah selayaknya dijadikan istri.

Arimbi tak mau terluka makin dalam. Bertahun-tahun menjadi TKW di Singapura demi membiayai kuliah sekaligus mondok Ilham agar masa depan mereka setelah menikah menjadi lebih baik, nyatanya pria itu dengan begitu mudah membuangnya. Talak dan perpisahan menjadi satu-satunya cara agar Arimbi terbebas dari Ilham, walau akibat talak itu juga, Arimbi mengalami masa-masa sulit akibat fitnah yang telanjur menyebar.

(Merupakan kisah Mas Aidan, anak Arum di novel : Pembalasan Seorang Istri yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12 : Mas Aidan

Hingga detik ini, Ilham masih belum berani bersuara, selain Ilham yang juga masih duduk di bangku kayu panjang atau yang masyarakat setempat sebut risban. Tempat yang juga masih sama dengan ketika mereka menjalani sidang bersama mas Aidan, di ruang keluarga yang juga merangkap sebagai ruang tamu di kediaman orang tua Ilham.

“Gara-gara Arimbi, citra baikku di mata semuanya langsung hancur. Kurang ajar emang si Arimbi! Lihat saja nanti, apa yang terjadi! Untung Aisyah setia. Aisyah percaya dan menganggap semua ini sebagai cobaan hidup. Masalahnya, aku enggak yakin dengan para ulama lain termasuk Romo Kyai! Apalagi dari awal, aku ngakunya kuliah pakai beasiswa, selain aku yang sampai kerja serabutan hanya agar aku bisa makan sambil tetap membayar setiap biaya kuliah yang enggak terbayar beasiswa!” batin Ilham kebingungan bagaimana menutupi sederet kebohongan yang telanjur terbongkar semua. Kini, di hadapannya, Romo Kyai yang masih ditemani ketiga istrinya, menatapnya saksama. Pria sepuh yang kiranya sudah berusia di awal tujuh puluh itu menyikapinya dengan keseriusan sekaligus kemarahan.

“Ilham ...,” ucap Romo Kyai dan Ilham yakin akan menjadi awal sidang dadakan untuknya, dan ini menyangkut statusnya di pondok pesantren maupun status Ilham dalam keluarga Romo Kyai.

“Maaf, Romo. Selama ini saya terlalu bingung. Terlalu banyak hal yang belum bisa saya ceritakan,” ucap Ilham yang lagi-lagi menciptakan kebohongan baru untuk menutupi setiap kebohongan yang sudah ia ciptakan.

Di tempat berbeda, ada Mas Aidan yang baru ingat, dirinya melupakan hal sekaligus janji penting dalam hidupnya. “Ya ampun, aku lupa lagi! Duh, Didi pasti marah! Dia pasti sudah pulang ke Jakarta!” Harap-harap cemas, ia menambah kecepatan laju motornya dan segera belok kiri menuju arah yang awalnya bukan tujuannya. Hingga sekitar lima menit kemudian, akhirnya ia sampai di rumah mewah dan sampai memiliki gerbang layaknya rumah di kota-kota.

Seorang wanita paruh baya bertubuh gempal langsung keluar dari rumah kemudian menghampiri Mas Aidan, tak lama setelah mas Aidan menekan bel di sebelah gerbang.

“Mas ...?”

“Bi Ade, ... mbak Didinya ngambek lagi, ya?” sergah mas Aidan yang langsung menyimpulkan, ekspresi wajah prihatin dari wanita yang merupakan ART di kediaman pak Restu dan ibu Arnita dalam novel : Menikah Dengan Suami Sahabat Karena Dijebak, memang membenarkan anggapannya. Bahwa Didi, atau itu Divani, anak kedua dari pak Restu dan ibu Arnita yang tak lain merupakan kekasihnya, ngambek alias marah.

“Terus, tadi mereka berangkat jam berapa, Bi?” sergah Mas Aidan yang hanya bisa pasrah. Karena walau Didi memang masih satu kampung dengan Arimbi, Didi hanya akan di kampung di hari-hari tertentu saja. Selebihnya, Didi akan lebih fokus menjalani kesibukan di Jakarta bersama keluarganya. Ibaratnya, rumah di kampung hanya menjadi tempat liburan Didi dan keluarganya.

“Sekitar pukul satu siang, Mas. Sehabis beres makan siang,” balas bi Ade masih menatap prihatin mas Aidan. Dan sekarang sudah nyaris pukul lima sore. Suasana saja sudah sangat gelap karena kini memang mendung, gerimis saja mulai turun.

“Teru, Mbak Didi ada titip apa-apa, enggak, Bi?” lanjut mas Aidan, berharap sang kekasih menitipkan sesuatu untuknya, walau itu sepucuk surat. Namun, Bi Ade menggeleng pasrah, tak kalah bersedih darinya.

Didi atau itu Divani memang paling paham cara menghukum mas Aidan. Karena keputusan Didi mendiamkan mas Aidan dan tak sedikit pun memberi kabar termasuk sekadar membaca pesan-pesan yang mas Aidan kirimkan, merupakan hukuman nyata bagi mas Aidan. Hukuman yang sangat menyakitkan.

***

“Lah kamu kebiasaan, mirip ayah Angga. Yang lain didahulukan, pasangan sendiri selalu dilupakan. Lihat papah Kala apa mbah Kakung, ... pasangan dulu, baru yang lain. Dua tahun begini terus, Didi enggak mungkin tahan.” Ibu Arum yang tak lain mamah dari mas Aidan, langsung menguliti habis sang putra ketika akhirnya mas Aidan pulang dan langsung cerita karena sedekat itu memang hubungan mereka. “Cari wanita baik-baik, berpendidikan seperti Mbak Didi sulit, loh, Mas! Lama-lama, Mamah beneran pengin cubit kamu!”

Mas Aidan mendengkus pasrah. Ia masih sibuk garuk-garuk kakinya yang mendadak gatal sampai bentol-bentol, dan mas Aidan yakini efek jalan di jalanan becek menuju rumah Arimbi kemudian membersihkannya di sumur. Ia yang masih duduk di pinggir kasurnya biasa tidur, berangsur menunduk pasrah.

“Niatnya gini, loh, Mah. Niatnya dari rumahnya mas Rio, aku langsung ke rumah Didi. Kan itu masih setengah dua belas. Masalahnya, mendadak ada kasus genting.”

“Ya setidaknya kamu hubungi Didi, kasih kabar, ajak juga enggak apa-apa, Didi pasti mau. Dia cuma butuh waktu kamu karena dia pasangan kamu. Pantes Didi belum mau diajak nikah karena Mas saja masih begini!” Ibu Arum yang telanjur geregetan, sampai menjewer telinga kanan sang putra, dan yang dijewer hanya pasrah sambil mengangguk-angguk.

“Masalahnya Mah, jangankan ingat Didi, ingat yang lain pun enggak. Yang aku ingat hanya Tuhan, minta bantuan agar aku bisa lawan orang sebanyak itu. Lawanku tadi berat, Mah! Berat banget! Mereka orang yang paham agama, bahkan mungkin mereka memang ulama. Dan mereka sangat disegani orang-orang di sana! Rumahnya dekat dengan rumah Nini Rusmini, tapi masih masuk ke dalam, pelosok banget, Mah!” Mas Aidan berusaha meyakinkan sang mamah dengan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

“Mas berkelahi? Apa gimana? Ih, kan, kebiasaan! Harusnya Mas kabari Mamah, biar Mamah lempar semua taflon Mamah ke mereka!” Ibu Arum buru-buru duduk dan memastikan keadaan sang putra.

Tak ada tanda-tanda bekas luka semacam lembab khas orang berantem. Yang ada hanya bentol besar merah di kedua kaki mas Aidan dan itu sudah ia obati menggunakan minyak tawon. Dari kecil, kulit mas Aidan memang tipikal sangat sensitif. Bisa jadi, kepergian hari ini telah membuat putra pertamanya itu membiarkan kedua kakinya bersinggungan dengan penyebab alergi. Baik hal-hal yang kurang higenis, atau malah lebih parah. Nyatanya, bentol di kedua kaki Mas Aidan sangat parah.

“Enggak, Mah. Bukan yang itu!” Kali ini, Mas Aidan menceritakan semuanya, benar-benar semuanya. Ia sampai menangis karena ingat keadaan ibu Warisem.

Ibu Arum yang ikut menangis, mengangguk-angguk paham dengan perasaan mas Aidan. Ia merangkul Mas Aidan, kemudian berterima kasih. Kendati demikian, ia tetap tidak membenarkan kenyataan Mas Aidan yang melupakan sang kekasih.

“Mulai hari ini, kamu beneran harus mengutamakan Didi. Paling tidak biasakan serba mengabari!” ucap ibu Arum wanti-wanti. Kedua tangannya sampai membingkai wajah mas Aidan yang ia tatap saksama agar putranya itu lebih jauh memuliakan pasangan. Jangan sampai, kejadiannya di masa lalu dan itu di novel : Pembalasan Seorang Istri yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga, juga sampai menimpa pasangan mas Aidan. Sebab sejauh ini, kebaikan mas Aidan tidak diimbangi dengan kenyataan putranya itu yang akan mengutamakan pasangan. Kalau sudah ada hal yang genting apalagi menyangkut keluarga dan orang kecil, pasti mas Aidan lupa segalanya.

1
Dewi wuling madiun
𝐰𝐤𝐰𝐤𝐰𝐤𝐰𝐤𝐰𝐤𝐰𝐤𝐤𝐰𝐤𝐰𝐤𝐰𝐤𝐰 𝐬𝐮𝐤𝐮𝐫𝐢𝐧😅😅😅
Dewi wuling madiun
𝐚𝐥𝐡𝐚𝐦𝐝𝐮𝐥𝐢𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐲𝐚 𝐡𝐚𝐦....

𝐤𝐚𝐫𝐦𝐚 𝐝𝐢𝐲𝐫 𝐭𝐮𝐧𝐚𝐢....😁😁😅😅😅
Dewi wuling madiun
𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐢𝐧𝐢 𝐤𝐚𝐫𝐦𝐚 𝐝𝐢𝐛𝐚𝐲𝐚𝐫 𝐭𝐮𝐧𝐚𝐢.... 𝐬𝐚𝐡? 𝐒𝐒𝐒𝐒𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐀𝐇𝐇𝐇𝐇𝐇

😅😅😅😅😅
Dewi wuling madiun
𝐚𝐥𝐡𝐚𝐦𝐝𝐮𝐥𝐢𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐚 𝐑𝐢𝐦𝐛𝐢


𝐮𝐚𝐧𝐠𝐦𝐮 𝐤𝐞𝐦𝐛𝐚𝐥𝐢
Dewi wuling madiun
𝐤𝐚𝐫𝐦𝐚 𝐚𝐤𝐧 𝐝𝐢𝐛𝐚𝐲𝐚𝐫 𝐭𝐮𝐧𝐚𝐢, 𝐭𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐚𝐫𝐢𝐦𝐛𝐢
SAL💞🇲🇾
luar biasa
Nartadi Yana
untung nggak jadi ya sama Didi ternyata hasil.merebut punya chole
Nartadi Yana
spes terus keluarga Bu Siti kalau tidak mau merubah diri tetap egois lama lama tidak punya tetangga
Maher
wkwkwkw.... zonk. mampus elo
Mifta Özil
mas aidaannnnnnn 😘😘😘🫰🏻
Nartadi Yana
hsti hsti sama excel.lho ais mantan mafia
Mifta Özil
mas aidan manis bgt siiii
Sripeni Verayanti
mas Azzam niat banget jail ke bu Siti 🤣
Farel Podungge
suci apax...
anikbunda lala
ojo mati sik si gege...kandangin dulu biar disiksa temen dijeruji
Nartadi Yana
hahahaha
Nartadi Yana
sabar dg kekurangan diri jadikan cambuk untuk lebih baik mas azam
Chen Aya
mampir thor
anikbunda lala
kok aku yang deg deg an ya
Nartadi Yana
kok bisa keluar tu si ojan kan sudah dikurung ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!