Ternyata Anak Sultan

Akhirnya Sabila menginap di rumah Bu Ratih, sedangkan Hendra kembali ke rumah Ibunya. Dia ingin meminta penjelasan dari Risma.

...****************...

Rumah Bu Ratih

Bu Ratih masuk ke kamar yang ditempati Sabila. Dia membawakan selimut, karena malam ini sepertinya akan turun hujan cuaca pasti terasa dingin.

"Ini selimutnya, Bila." Kata Bu Ratih, menyerahkan sebuah selimut padaku.

"Terimakasih, Bu! Maaf sudah ngerepotin." Kataku, sembari menahan sesak di dada.

"Apa yang sudah dilakukan, Hendra? Apa ini karena perbuatannya?" Bu Ratih melihat sudut bibir ku yang berdarah.

Aku hanya bisa mengangguk, tak kuasa mulut ini bercerita. Padahal aku sudah janji tidak akan menangis lagi.

Bu Ratih tau aku tak sanggup untuk menceritakan semuanya. Dia memutuskan untuk keluar dari kamar, setelah sebelumnya memintaku untuk beristirahat.

"Ya sudah! Istirahatlah. Kalau kamu ingin bercerita, kamu bisa cerita ke Ibu. Ibu tinggal dulu." Kata Bu Ratih segera meninggalkan Sabila.

"Ya Allah! Tubuh ini sudah kotor, Suami hamba sudah memberi talak. Mudahkan urusan hamba, semoga Engkau meridhoi. Aamiin." Doa ku.

"Tidak ada gunanya mengeluh. Semangat diriku, sehat-sehat selalu. Tanpa Mas Hendra, aku masih bisa bertahan hidup."

Setelah menyemangati diri, aku mulai merasakan kantuk. Entah jam berapa, aku sudah terlena di alam mimpi.

...****************...

Sementara di tempat lain

Ervan bersama Nico dan asistennya tengah berkumpul. "Rey! Bonusnya sudah kamu kasih belum, ke wanita itu?" Tanya Ervan.

Reyhan yang diajak bicara, mengangguk. "Udah. Sesuai dengan perintah anda Pak Bos,100 juta." Kata Reyhan.

Ervan merasa sedikit tenang, karena wanita yang sudah dia siksa telah mendapat imbalan. Tapi entah kenapa dia ingin jawaban yang lebih dari Reyhan. "Terus!" Tanya Ervan.

Reyhan mengernyitkan dahinya, tidak mengerti maksud Atasan sekaligus sepupunya itu. Dia meletakkan gelas jus yang hendak dia teguk. "Terus apa?" Tanyanya.

Ervan serasa ingin meninju kepala Reyhan. Bisa-bisanya dia menjadi asisten CEO, sedangkan otaknya hanya berjalan 20%. "Respon dia bagaimana? Terus keadaan dia, baik-baik saja apa gak? Gitu aja kamu gak peka." Kata Ervan.

"Huh! Dia senang lah. Perempuan mana coba yang dikasi duit gak senang!" Jawab Reyhan ketus. "Kalo maslaah keadaannya, menurutku dia baik-baik saja. Seperti tidak terjadi apa-apa! Atau jangan-jangan semalam kau hanya berhalusinasi." Kata Reyhan sambil memainkan kedua alisnya naik turun.

Ervan yang dikatai hanya berhalusinasi, spontan menendang tulang kering Reyhan. Kebetulan kakinya berada dekat dengan Ervan.

Bugh..

"Aarghh!" Teriak Reyhan kesakitan sambil memegang kakinya.

"Sakit tau, Van! Untung gak patah aset ku nomor sekian." Ucap Reyhan yang mengelus kaki jenjangnya.

"Ternyata tampang sok polosnya hanya di depan ku saja. Dia sama saja dengan wanita lainnya, hanya gila harta." Gumam Ervan dalam hati.

Ervan sepertinya salah sangka, tapi yang menyadari semua ini hanya Nico. Dia yakin orang yang dimaksud Reyhan, bukanlah Sabila.

Ervan merasa ada yang salah, dia ingin bertemu dengan wanita itu sekali lagi. "Suruh dia kesini, sekarang!" Perintah Ervan pada Reyhan.

Reyhan yang katanya otaknya hanya bekerja 20% berfikir hal lain, mendengar perintah Ervan barusan. "Mau main lagi, Bos. Biasanya kalo didekati cewek cantik gak pernah On, sekali On pengen terus ya!" Ledek Reyhan.

Selain Asisten, Reyhan juga merupakan sepupu dari Ervan. Makanya dia sangat jahil kalau diluar jam kerja.

"Aku hanya ingin memastikan sesuatu. Minta dia kesini, sekarang." Kata Ervan.

Tak menunggu lama sekitar 5 menit setelah Reyhan melakukan panggilan, Shella sudah berada di ruangan yang sama dengan Ervan.

Nico yang merupakan salah satu orang kepercayaannya Ervan, terkejut melihat orang yang mengaku sebagai Sabila.

Nico tersenyum licik saat melihat wanita itu. Ervan menyadari tingkah Nico, tapi dia mengabaikan nya.

"Tebakan ku benar, dia orang yang berbeda. Bisa-bisanya dia menerima uang itu dengan senang hati. Dasar wanita murahan, penipu!" Geram Nico dalam hati.

"Aku merasa, dia orang yang berbeda. Malam itu, wanita yang bersamaku mengenakan hijab. Kenapa sekarang tampilannya seperti tante-tante girang." Gumam Ervan dalam hati.

"Pak Ervan, ini Shella. Dia wanita yang menemani anda malam itu." Kata Reyhan.

Ervan hanya menatap Shella, dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dia tidak mengatakan apa-apa. Dia melirik Nico sepintas, ada raut tak suka diwajahnya.

Nico juga melirik ke arah Ervan, pandangan keduanya bertemu. Nico seperti mendapat izin untuk melampiaskan kekesalannya.

"Nona Shella! Apakah anda suka dengan hadiah yang diberikan, Pak Ervan malam itu?" Katanya.

Ervan dan Reyhan menoleh pada Nico, yang berbicara. Ervan tau Nico sedang memberi jebakan Batman pada Shella.

"Hadiah.. Iya suka." Gugup Shela, jujur saja dia sebenarnya tidak tau hadiah apa yang dimaksud.

Nico menarik sudut bibirnya, "Lalu dimana hadiah itu, kenapa tidak anda kenakan?" Katanya.

Shella bingung harus menjawab apa. Dipikirannya seorang Ervan yang kaya raya tidak mungkin memberi hadiah yang murahan, dia mengira hadiah yang dimaksud adalah kalung atau cincin.

"Ada di rumah. Hadiah dari Pak Ervan sangat berharga, jadi aku takut kalau merusaknya." Kata Shela. Di dalam hati dia sudah sangat panik.

"Apa setelah sampai disini, anda masih tidak mau jujur?" Kata Nico.

"Hah! Apa maksud mu, Jujur tentang apa?" Shella mulai goyah dengan kebohongannya.

Ervan sudah tau maksud Nico, Dia hanya akan menyimak. Sedangkan Reyhan dia mencoba mencari tahu, maksud Nico.

"Pak Bos. Maksud Nico apa?" Bisik Reyhan pada Ervan.

"Kau lihat saja. Sepertinya kamu juga tertipu.

"A.. Aku...! Pak Ervan, saya minta maaf. Malam itu bukan saya yang menemani anda." Kata Shella akhirnya.

"Apa! Jadi siapa orangnya?" Kata Reyhan.

Melihat Ervan biasa saja, tidak terkejut. Reyhan kembali bertanya.

"Lo udah tahu, Van?" Kata Reyhan.

"Gue baru tau sekarang, cuma sedari awal Lo cerita. Gue udah curiga sama wanita yang Lo maksud. Wanita gue, bukan pembohong." Kata Ervan.

"Nico! Kamu sudah tahu dimana keberadaannya sekarang?" Tanya Ervan.

"Sudah, Bos. Tapi ada hal penting yang harus dibicarakan." Kata Nico.

Ervan beranjak dari duduknya, dia keluar bersama Nico setelah memberi perintah pada Reyhan. "Rey. Urus tuh, staf Lo." Kata Ervan dan segera meninggalkan kedua orang itu.

Ervan dan Nico memilih keluar kantor, untuk membicarakan masalah ini. Saat mereka sudah di mobil, Ervan bertanya pada Nico.

"Sekarang kau bisa menceritakan semuanya. Jadi, ada apa sebenarnya?" Tanya Ervan.