"Kak, ayo menikah?" Vivi yang masih memakai seragam putih merah itu tiba-tiba mengajak Reynan menikah. Reynan yang sudah SMA itu hanya tersenyum dan menganggapnya bercanda.
Tapi setelah hari itu, Reynan sibuk kuliah di luar negri hingga S2, membuatnya tidak pernah bertemu lagi dengan Vivi.
Hingga 10 tahun telah berlalu, Vivi masih saja mengejar Reynan, bahkan dia rela menjadi sekretaris di perusahaan Reynan. Akankah dia bisa menaklukkan hati Reynan di saat Reynan sudah memiliki calon istri?
~~~
"Suatu saat nanti, kamu pasti akan merindukan masa kecil kamu, saat kamu terluka karena cinta..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30
Reynan keluar dari kamarnya dan berjalan menuju taman. Dia ikut berolahraga kecil di samping Aldi. Sebenarnya dia ingin sedikit mengorek informasi dari Aldi tentang masa lalunya.
"Kak," sapa Aldi sambil tersenyum.
"Kamu dulu teman sekolahnya Raina?" tanya Reynan memulai penyelidikannya.
"Iya, teman SMP, karena sewaktu SMA aku sekolah diluar kota," jawab Aldi. Kemudian dia duduk di kursi taman.
"Kalau begitu teman Vivi juga?" tanya Reynan lagi. Lalu dia duduk di dekat Aldi.
Aldi menganggukkan kepalanya. "Iya, kita bertiga satu kelas," jawab Aldi dengan hati-hati.
"Aku ingat, dulu Raina punya cinta monyet namanya Aldi, apa itu kamu?"
Aldi hanya tersenyum kecil. "Aku tidak tahu."
"Kalau memang iya, kebetulan sekali ya kalian bertemu lagi dan kamu menjadi bodyguardnya."
Aldi hanya menganggukkan kepalanya pelan, tidak menanggapi lebih masalah itu.
"Kak Rey!"
Panggilan keras itu membuat Reynan dan Aldi menoleh Vivi yang berjalan jenjang.
"Kak Rey, pokoknya harus tanggung jawab! Kenapa Kak Rey gak bilang kalau ini merah!" Vivi menunjuk lehernya. Dia seolah tidak menyadari ada Aldi di tempat itu karena dirinya sudah tersulut emosi.
"Kan aku tadi sudah bilang." Reynan berdiri dan merengkuh bahu Vivi dengan mesra lalu mengajaknya pergi dari taman. "Kamu saja yang tidak sadar."
"Kapan bilang? Malu ih, sampai merah gini. Gak mau tahu, pokoknya hilangin!"
"Ya gak bisa! Bisanya ditambah," Reynan justru tersenyum tanpa dosa dan semakin menggoda Vivi.
Sampai mereka berdua masuk ke dalam kamar, Vivi masih saja uring-uringan. "Oke, kalau gitu akan aku balas!" Vivi mendorong Reynan hingga tubuhnya terhempas di atas ranjang lalu menaiki Reynan.
Posisi ini sangat berbahaya bagi Reynan. Jelas saja hasratnya akan terbangun. Apalagi Vivi mendekatkan wajahnya ke leher Reynan dan berusaha menghisap kulit lehernya.
Tubuh Reynan seperti tersengat listrik. Bibir mungil itu jelas kesulitan membuat tanda merah di kulitnya yang tebal. "Ahh, Vivi." Reynan semakin mendongak dan menikmati setiap hisapan Vivi. Geli itu terasa hingga ke sekujur tubuhnya, sangat nikmat.
Karena tidak juga memerah, Vivi merasa kesal. Akhirnya dia menggigit leher itu dengan keras.
"Aw! Vivi sakit!" teriak Reynan sambil mendorong bahu Vivi agar melepas gigitannya.
Akhirnya Vivi melepas gigitannya dan turun dari ranjang. "Ngeselin!"
"Aduh, Vivi gak gitu juga caranya. Kalau kamu gigit gini udah kayak vampir beneran." Reynan kini melihat lehernya di cermin. Bekas gigitan itu memang merah tapi ada dua gigi kelinci Vivi yang membekas. "Gigi kelincinya sampai membekas gini. Biarinlah, biar semua orang tahu kalau istri aku sangat ganas di ranjang!"
Reaksi Reynan diluar prediksinya. Reynan justru bangga dengan hasil karya Vivi. Ini sama saja masuk ke dalam lubang yang sama dan semakin dalam. "Udah ah, aku gak mau keluar, malu." Vivi duduk di tepi ranjang sambil menekuk wajahnya.
"Malu kenapa? Kita kan sudah sah. Udah biarin, gak papa."
Vivi berdengus kesal lalu dia mengambil baju gantinya dan masuk ke dalam kamar mandi.
Reynan masih saja tersenyum. Dia mengusap lehernya yang masih terasa gigitan dari Vivi barusan. "Ganas juga. Aku jadi semakin penasaran dengan kekuatan full powernya di atas ranjang."
Beberapa saat kemudian Vivi keluar dari kamar mandi dan duduk di depan meja riasnya. Sedangkan Reynan masih saja tersenyum menatap Vivi.
"Kak Rey, cepat ganti baju! Udah siang," suruh Vivi sambil memoles wajahnya. Dia juga menutup hasil karya Reynan di lehernya dengan foundation. "Jangan sampai ada yang lihat lagi. Ih, malu."
Reynan semakin tertawa dan rasanya dia ingin memakan Vivi saking gemasnya. "Kalau aku justru bangga kamu buat karya di leher aku. Ada bekas giginya lagi. Rawwrr, ganas!"
Vivi mengambil tisu dan melempar Reynan. "Kak Rey, udah, ih! Ini tutup pakai foundation biar gak ada yang lihat."
"Biarinlah." Reynan memakai kemejanya lalu mengancingnya. Setelah itu dia mengambil tisu yang dilempar Vivi dan kembali dia letakkan di atas meja rias.
Vivi masih saja menggembungkan pipinya sambil menyisir rambutnya.
"Sejak ada kamu, hidup aku jadi sangat berwarna. Udah, jangan ngambekan gini." Reynan mencium singkat pipi Vivi.
Seketika Vivi meleleh mendapat perlakuan manis dari Reynan, tapi dia tetap berpura-pura kesal. Kemudian dia berdiri dan memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Kak Rey, aku gak mau jadi direktur lagi," kata Vivi.
"Loh, kenapa? Baru juga sehari."
"Capek. Aku mau kerja santai."
Reynan hanya mengusap rambut Vivi. Dia akui, meskipun tingkah Vivi terkadang masih seperti bocah labil, tapi Vivi sangat hebat. "Ya sudah, nanti biar aku bilang sama Papa." Kemudian Reynan menyisir rambutnya. Sesekali dia melirik Vivi yang mengambil dasi dan menyiapkan jasnya.
"Sini, aku bantu pasang." Vivi mendirikan krah kemeja Reynan lalu melingkarkan dasi itu dan memasangnya.
Reynan terus tersenyum menatap Vivi. Akhirnya Vivi mulai perhatian lagi padanya. Sebentar lagi, dia pasti akan mendapatkan Vivi seutuhnya.
"Sudah." Saat Vivi akan menjauh, Reynan menahan pinggang Vivi. Lagi, bibirnya menjadi tujuan utama Reynan. Ciuman lembut itu membuatnya terbuai.
Hanya sesaat, Reynan melepas ciumannya dan mengusap bibir Vivi. "Rasanya aku ingin makan kamu."
"Memang aku makanan." Vivi mendorong Reynan dan kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Untunglah lipstik waterproof nya tidak luntur. Kemudian Vivi membawa tasnya dan keluar dari kamar yang diikuti Reynan.
Raina dan Mamanya masih saja tersenyum menatap Vivi. Tapi tawa Raina kembali pecah saat melihat leher Reynan. "Ya ampun, ternyata Vivi lebih ganas, sampai giginya membekas."
Vivi berdengus kesal lalu dia menegakkan krah Reynan agar bekas gigitannya tertutup. "Aku gak sengaja," cicit Vivi.
"Meskipun sengaja aku juga suka," kata Reynan.
"Uhuk! Makin bucin aja nih."
"Rain, jangan digodain terus. Mereka lagi semangat 45 buatin Mama cucu."
Reynan hanya menatap Vivi yang masih saja terlihat kesal. Lalu dia membisikkan sesuatu di telinga Vivi. "Sepertinya kita harus cepat buatkan Mama cucu beneran."
💞💞💞
Like dan komen ya... 😁
dari dimanfaatin aldi & sekarang masih aja betah jadi artis
udah resiko kalau ada adegan gitu , jadi jangan sok nangis