Jihan, harus memulai kehidupannya dari awal setelah calon kakak iparnya justru meminta untuk menggantikan sang kakak menikahinya.
Hingga berbulan-bulan kemudian, ketika dia memutuskan untuk menerima pernikahannya, pria di masa lalu justru hadir, menyeretnya ke dalam scandal baru yang membuat hidupnya kian berantakan.
Bahkan, ia nyaris kehilangan sang suami karena ulah dari orang-orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Saat sampai di rumah, jam di tanganku sudah menunjukkan waktu lewat pukul tujuh malam. Mendiamkan pria yang masih memasang wajah cemberut, langkahku tertuju ke arah dapur untuk menyiapkan makanan yang tadi mas Sagara bawa pulang. Sementara sosok yang masih mengenakan kemeja lengan panjang berwarna kuning gading, langsung pergi ke kamar.
Ketika makanan sudah siap ku sajikan, lengkap dengan piring untuk kami makan, aku teringat ponselku yang sedari tadi tak ku sentuh.
Ada banyak panggilan dari Emma, Gabby, dan satu pesan dari mas Sagara.
Karena penasaran dengan pesan darinya, tanpa pikir panjang akupun duduk di kursi makan, lalu membukanya.
Mr. S : "Aku tunggu di mobil, sampai sepuluh menit belum keluar, akan aku tinggal"
Pesan itu terkirim sekitar tiga puluh menit yang lalu, itu artinya saat kami masih berada di area restauran.
Selanjutnya ku buka pesan beruntun dari Emma.
Emma : "Bundamu baik-baik aja kan, Ji?"
Emma : "Ngomong-ngomong Mr S itu siapa?"
Emma : "Ji, kamu sehat kan? Kok sepi? Sibuk ya?"
Tak ingin membalasnya, aku memilih untuk menelfon temanku yang satu ini. Dia adalah teman yang pengertian, meski ada Gabby, aku lebih percaya pada Emma jika ingin bercerita tentang sesuatu yang agak rahasia.
Tak menunggu lama, panggilanku pun langsung terjawab.
"Assalamu'alaikum, Ji?"
"Wa'alaikumsalam"
"Kemana aja kamu, ngga ada kabar?"
"Maaf, kakakku masuk rumah sakit, nggak sempat lihat ponsel"
"Kakakmu sakit apa?"
"Cuma sakit perut, tapi sampai pingsan, jadi di bawa ke rumah sakit"
"Kecapean kali, kan pengantin baru. Di hajar terus sama suaminya"
"Mungkin" Sahutku asal.
"Wajahmu kok kayak kecapean gitu, kuyu, pucat juga" Dari layar ponsel, ku lihat Emma mendekatkan wajah. Matanya tak berkedip seakan tengah mencermatiku dalam-dalam.
"Aku nggak apa-apa. Mungkin belum mandi jadi kucel"
"Oh, Belum mandi" Emma tampak menjauhkan wajahnya kembali. "Oh ya Ji, siapa Mr S? Pacar baru kamu ya?"
"Bukan, dia suplier baru di tokoku, karena aku belum tahu namanya, jadi ku beri nama Mr S di ponselku"
"Tapi kok, kayak dekat banget pakai nunggu kamu segala?"
Mendengar pertanyaan Emma, reflek aku menelan ludahku sendiri.
"Apa dia masih muda, dan lagi PDKT sama kamu?" Tambahnya dengan sorot penasaran.
"Enggak, kita cuma teman aja kok"
"Boleh lah kapan-kapan kenalin"
"I-iya kapan-kapan ya"
"Eh Ji, tadi kayak ada cowok yang lewat belakang kamu deh"
Alih-alih merespon Emma, secara spontan aku justru menoleh ke belakang. Dan ternyata tadi mas Sagara, dia berjalan hendak ke arah kulkas. Penampilannya sudah lebih fresh dari sebelumnya, jelas kalau dia sudah mandi, aroma sabunnya pun menguar menusuk hidung.
"I-itu tadi mas Ryu" Jawabku tergagap. Entahlah, kemungkinan wajahku memerah karena mendadak terserang panik.
"Kayaknya bukan deh, aku paham gimana bentuk tubuh mas Ryu. Rambut mas Ryu juga agak gondrong kan, nggak kayak tadi"
"Oh, mungkin kakak iparku, dia lagi di rumahku soalnya"
"Oh"
Tak ingin mendapat pertanyaan lebih, aku mencari alasan untuk menutup telfonya.
"Ya udah, Em! Aku mau mandi dulu, kita ketemu besok di kampus, okay" Ucapku sebab tahu-tahu mas Sagara memposisikan diri di tempat duduk biasa dia makan.
"Okay, deh. Sampai ketemu besok ya"
"Iya, Bye.. Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Begitu panggilan terputus, aku menatap mas Sagara dengan tajam. Merasa di perhatikan olehku, pria itu lantas membalas tatapanku tak kalah tajam, detik berikutnya dia mengangkat satu alisnya.
"Kenapa?" Tanyanya tanpa basa-basi.
"Kenapa main lewat aja tadi, mas tahu kan kalau aku lagi telfon temanku?"
"Enggak" Dengan santainya, ia menyiduk nasi yang tadi ku pindahkan dari kotak pembungkus ke wadah tempat nasi.
Merasa di buat kesal, akupun bangkit dari dudukku. Saat hendak meninggalkan meja makan, mas Sagara buru-buru mencegahku.
"Mau kemana?"
"Mau mandi" Ketusku.
"Makan dulu"
"Belum lapar" Sahutku yang kemudian beranjak dari ruang makan. Baru dua langkah, mas Sagara kembali bersuara.
"Makan dulu, ini makanan sudah dingin"
Mengabaikannya, aku memilih melanjutkan langkahku. Namun tiba-tiba tanganku di cekal lalu di tarik agar kembali ke tempat dudukku tadi.
"Kalau aku bilang makan, makan, kalau aku bilang pergi, maka kamu boleh pergi, mengerti" Ujarnya menyidukkan makannan untukku ke piring.
"Dan setelah ini, kamu bisa mandi, lalu siapkan kemeja yang akan ku pakai besok, jangan lupa kaos kaki dan sepatunya juga"
Mataku terus memindai wajahnya yang tampan serta mapan tapi sayang minusnya banyak. Sungguh, dia benar-benar keterlaluan.
"Kenapa melihatku begitu? Ayo makan!"
"Aku nggak lapar"
"Makan!" tegasnya no debat.
Tak ingin melawan karena badan sudah sangat lelah, aku pun akhirnya makan, memasukkan sendok yang ku isi dengan nasi dan lauk ke mulutku.
Kalau begini terus, rasanya aku ingin mengadu ke ayah. Memberitahukan semuanya bahwa kami menikah bukan karena saling cinta. Tapi sama-sama untuk menutupi rasa malu demi nama baik keluarga.
Lagi-lagi aku menyalahkan mas Tera. Andai saja dia nggak main masuk ke kamar kak Lala, mungkin saat ini bukan aku yang tinggal disini.