seorang wanita cantik yang bertemu dengan Laki-Laki tampan membuat diri nya jatuh hati, Namun sangat di sayangkan mereka memiliki perbedaan yang sulit untuk mereka bersatu selama nya. apakah cinta mereka akan bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fallenzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 34
Hari Minggu tiba dengan cepat. Suasana di rumah Delvin pagi itu tampak sibuk karena keluarga mereka sedang bersiap-siap untuk pulang ke kampung halaman. Setelah bertahun-tahun tidak kembali, perjalanan kali ini terasa istimewa.
"Nak, kamu sudah siap?" tanya Mama Ey saat melihat Delvin turun dari tangga sambil membawa koper dan tas gendongnya.
"Sudah, Ma," jawab Delvin sambil melirik jam tangan yang melingkar di pergelangannya.
"Ya sudah, kamu jemput Nabillah dulu pakai mobilnya, ya. Biar nanti Mang Udin yang antar kami ke sana. Dika, kamu ikut kami dulu, ya," ujar Mama Ey sambil memberikan arahan.
Delvin dan Dika mengangguk tanda mengerti. Sementara itu, Cherli memanggil Mang Udin, sopir keluarga mereka, untuk mempersiapkan mobil.
Delvin kemudian berpamitan dan menuju rumah Nabillah. Di sana, Nabillah sudah menunggu dengan segala persiapan yang rapi.
Selama perjalanan, Delvin terus merapikan rambutnya sambil bercermin melalui kaca mobil. Setelah beberapa menit, ia tiba di halaman rumah Nabillah dan melihat Nabillah yang berdiri di depan rumah, siap menyambutnya.
"Selamat pagi," sapa Delvin sambil turun dari mobilnya dengan senyuman hangat. Ia menutup pintu mobil, menghampiri Nabillah, dan mengecup lembut kepala Nabillah.
"Ganteng banget hari ini, yang mau pulang kampung," goda Nabillah sambil tersenyum.
Delvin tersenyum kecil. "Aku pamit dulu sama orang tua kamu, ya, sayang," ucapnya lembut.
Nabillah mengangguk, lalu mengajak Delvin masuk ke rumah untuk berpamitan.
"Eh, Nak Delvin," sapa Ibu Nabillah sambil membawa secangkir teh hangat. Delvin segera menghampiri dan bersalaman dengan beliau.
"Bu, Nabillah temenin Kak Delvin ke bandara dulu, ya," ucap Nabillah, mengingatkan bahwa ia sudah meminta izin sebelumnya.
"Iya, Sayang, kalian hati-hati, ya," jawab Ibu Nabillah sambil tersenyum.
"Pinjam Nabillah sebentar, ya, Bu," ujar Delvin sambil terkekeh kecil.
"Iya, Nak. Semoga perjalanan kalian nanti lancar," balas Ibu Nabillah dengan tulus.
"Aamiin, Bu. Terima kasih," jawab Delvin.
"Ya sudah, kalian nunggu apa lagi? Sana berangkat, jangan sampai terlambat," ujar Ibu Nabillah, mengingatkan mereka agar segera pergi.
Setelah berpamitan, Delvin dan Nabillah berangkat menuju bandara, meninggalkan rumah dengan suasana hangat yang penuh doa dan restu.
Dalam perjalanan menuju bandara, Nabillah terlihat gelisah. Jantungnya berdebar kencang, membayangkan dirinya akan bertemu dengan keluarga Delvin. Meski ia sudah pernah bertemu beberapa anggota keluarga Delvin sebelumnya, kali ini terasa berbeda.
"Sayang," panggil Delvin tetapi Nabillah tidak menjawab.
Delvin memanggil lagi, "Sayang."
Saat Delvin memanggilnya untuk ketiga kali, Nabillah akhirnya menoleh. "Iya, Kak?" jawabnya sambil memaksakan senyum.
"Ada apa, hmm? Kenapa kamu kelihatan nggak nyaman begitu?" tanya Delvin sambil sesekali melirik Nabillah.
"Billah deg-degan, Kak," jawab Nabillah jujur, membuat Delvin terkekeh.
"Astaga, Sayang. Percaya sama aku, semua akan baik-baik saja. Oke?" ucap Delvin lembut, memahami apa yang ada di pikiran Nabillah.
Nabillah hanya mengangguk sambil berdoa dalam hati, berharap keluarga Delvin bisa menerima dirinya dengan baik.
Setelah beberapa menit perjalanan, mereka akhirnya sampai di bandara. Delvin melepas sabuk pengaman, tetapi saat hendak keluar, Nabillah menahannya.
"Kak, sebentar," ujar Nabillah sambil menarik lengan Delvin.
"Penampilan aku sudah rapi belum?" tanya Nabillah sambil membetulkan hijabnya.
Delvin tersenyum kecil dan mengubah posisi tubuhnya, menatap Nabillah. "Kamu selalu cantik, Sayang. Ya sudah, ayo," jawab Delvin dengan jujur. Ia pun membuka pintu mobil dan menggandeng tangan Nabillah masuk ke dalam bandara.
Mereka berjalan menuju ruang tunggu, di mana beberapa anggota keluarga Delvin sudah menanti.
"Akhirnya kamu datang juga, Vin," ujar Herman, abang Delvin, sambil melirik Nabillah yang masih menunduk.
Cherli dan Novi, kakak serta adik Delvin, ikut menatap Nabillah dengan senyum kecil.
"Pantas aja Abang gue cinta banget, orangnya cantik banget," celetuk Novi sambil terkekeh. Cherli hanya mengangguk, menyetujui.
"Oh, jadi ini cewek yang kamu cintai itu?" ujar Cherli, membuat Nabillah mengangkat kepalanya.
Delvin tersenyum. "Sayang, kenalin, ini kakak kedua aku," ujarnya memperkenalkan Cherli.
Nabillah tersenyum sopan lalu menjabat tangan Cherli. "Saya Nabillah, Kak," ucapnya lembut.
Cherli membalas jabatan itu dengan senyum ramah. "Cherli, kakaknya pacarmu," ujarnya menggoda, membuat Nabillah tersipu.
"Kalau aku Novi, adiknya pacarmu," timpal Novi dengan nada bercanda.
"Kalau gue Herman, abangnya pacarmu," ujar Herman sambil terkekeh, membuat Nabillah semakin salah tingkah.
Tiba-tiba seorang anak kecil menarik baju Nabillah. "Kalau aku Eyin, pacar kakak paman aku," ujar Eyin dengan nada polos.
Semua langsung menatap Eyin yang sedang menarik baju Nabillah. Nabillah tersenyum, melepaskan gandengan tangan Delvin, lalu berjongkok di hadapan Eyin. "Nama kamu Eyin? Cantik banget, sama seperti kamu," kata Nabillah lembut.
"Aku cantik karena Mama aku, Mama Cherli," jawab Eyin dengan nada cadel sambil menunjuk ke arah Cherli. Nabillah menyadari bahwa Eyin adalah anak dari Andika dan Cherli.
"Onty cantik, siapa tadi namanya?" tanya Eyin sambil memiringkan kepala, membuat Nabillah gemas.
"Nabillah," jawab Nabillah sambil mencubit lembut hidung kecil Eyin.
"Onty cantik sekali! Eyin mau digendong sama Onty cantik, boleh nggak?" tanya Eyin ragu.
"Boleh dong," jawab Nabillah, lalu menggendong Eyin. Anak kecil itu tertawa senang, membuat Delvin menggelengkan kepala melihat tingkah keponakannya.
Semua orang tersenyum melihat kehangatan antara Nabillah dan Eyin. Hati mereka menghangat, melihat Nabillah yang begitu lembut terhadap Eyin.
Mereka duduk di ruang tunggu, menanti panggilan untuk naik ke pesawat. Delvin, yang sudah lelah bermain dengan Eyin, kini tertidur di pundak Nabillah.
"Nak, suruh Delvin makan dulu, ya. Mama lupa kalau dia belum sarapan," ujar Mama Ey kepada Nabillah.
"Oke, Tan—"
"Panggil Mama saja, jangan Tante. Oke?" potong Mama Ey cepat, tersenyum hangat.
Nabillah ikut tersenyum, menerima makanan dari Mama Ey. Ia pun membangunkan Delvin yang masih terlelap.
"Sayang, bangun dulu. Kamu belum sarapan, kan?" ujar Nabillah sambil merapikan rambut Delvin.
Delvin membuka matanya perlahan, menatap makanan di tangan Nabillah, lalu tersenyum. "Suapi," pintanya dengan nada manja.
Tanpa ragu, Nabillah menyuapi Delvin di hadapan keluarga Delvin. Mama Ey dan Cherli yang menyaksikan momen itu tersenyum.
"Lihat, Ma, Delvin bisa tersenyum lagi," ujar Cherli pelan.
"Mama tahu, Nabillah itu yang terbaik buat Delvin. Tapi Mama tetap memikirkan masa depan mereka," ucap Mama Ey lirih.
"Doakan saja yang terbaik, Ma," jawab Cherli, menepuk lengan ibunya.
Tak lama kemudian, panggilan untuk naik ke pesawat pun tiba. Delvin berdiri di hadapan Nabillah, membenarkan rambut yang sedikit keluar dari hijabnya.
"Kamu jaga kesehatan, ya," ujar Delvin lembut.
Nabillah mengangguk. "Kamu juga," jawabnya.
Delvin memeluk Nabillah erat dan mengecup kepalanya sebelum berpamitan. Lalu ia menoleh ke Andika yang berdiri di samping Cherli.
"Bang, nanti tolong antar Nabillah ke rumah, ya," pinta Delvin.
"Oke, siap, Vin. Aman," jawab Andika sambil tersenyum.
Delvin kembali ke Nabillah. "Aku duluan, ya, Sayang," ucapnya sebelum berjalan pergi. Nabillah melambaikan tangan, tersenyum sambil menahan rasa haru.
TBC ....