Dibuang Keluarga Dicintai Pria Masa Lalu

Pagi hari di kota Cambridge masih begitu terasa dingin, seperti mandi air es.

Demam Ahmad sudah turun, ada Dokter praktek tak jauh dari apartemen dan Izy meminta Dokter itu datang ke apartemen karena Ahmad pingsan semalam dan ia kesusahan untuk membawa keluar.

Sekarang, setelah diberikan infusan dan minum obat Ahmad tampak lebih baik.

"Aku kuliah jam 10, kita bisa bicara sekarang. Kenapa Mas datang kesini tanpa ngasih kabar sama aku?"

Ahmad baru saja selesai makan bubur buatan gadis itu dan minum obat, entah ia ingat tentang ia yang mencium Izy semalaman atau tidak. Bahkan ia sempat menyatakan cinta.

"Ibu khawatir, kamu nggak menghubungi sudah seminggu lebih. Semuanya panik, nggak ada kabar dari kamu."

"Kalau Mas Ahmad, cemas nggak? Nggak rindu sama aku?" pancing Izy, sengaja memancing ingatan Ahmad tentang yang tejadi pada mereka berdua semalam.

"Ekhm! Ya sama..." Ahmad tampak menghindari tatapan menyelidik adik tirinya itu.

"Sama apa, aku nggak ngerti!"

"Mas juga cemas."

"Kangen nggak?"

Ahmad memiijiit pangkal hidungnya, dia terlihat gugup. Mungkinkah, pria itu ingat tentang kejadian semalam dan berusaha menghindar?

"Ka-ngen... jadi jangan menghilang lagi tanpa kabar. Jangan buat semua orang cemas lagi, kamu juga tau kami semua sayang sama kamu."

"Hhhhhhh..." Izy menghembuskan nafas panjang.

Ahmad menatap wajah gadis itu, "Sebenarnya kamu kenapa? Apa kami berbuat salah padamu, sampai nggak ngasih kabar?"

"Kalian nggak ada salah, aku hanya sedang sibuk belajar. Aku ingin lulus dalam waktu 2 tahun, jadi aku belajar rajin."

Ahmad mendengus tak percaya, "Belajar? Semalam Mas lihat kamu baru saja pulang berkencan dengan Elang! Apanya yang belajar?!"

Kecemburuan dalam hati Ahmad menyeruak, ia bahkan tak sadar memperlihatkan rasa cemburunya.

Kenapa Mas Ahmad terlihat cemburu?

"Kamu cemburu sama Bang Elang, Mas?"

"Ck! Kata siapa? Aku hanya ingin bilang, kamu berbohong mengatakan sibuk belajar... padahal nyatanya sibuk pacaran!"

"Itu hak aku, Mas! Lagian kalau pun pacaran, itu nggak akan ganggu jadwal kuliahku!" suara Izy meninggi, ia kesal karena Ahmad seperti memojokkan nya.

"Tapi itu__" Ahmad mengepalkan kedua tangan menekan rasa cemburunya, "Sudahlah! Karena kamu baik-baik aja, Aku akan pulang ke Indonesia sekarang!"

Ahmad tak mempedulikan rasa panaas sisa-sisa demam di tubuh, dia menarik tas ransel nya lalu berdiri dari sofa dan berjalan ke arah pintu.

Namun, tiba-tiba saja lelaki itu menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuh menatap Izy yang menunduk sedih di sofa dengan bahu bergetar. Gadis itu menangis!

"Kenapa kamu nangis?! Apa Mas menyakiti mu! Apa kamu nggak mau Mas larang pacaran?! Ya sudah! Pacaran aja yang kenyang... sampai kamu lupa sama keluarga dan nggak ngasih kabar membuat kami semua harus terus khawatir memikirkan kamu! Ibu sampai sakit mikirin kamu!"

Izy mengangkat wajah sedihnya, gadis itu memang menangis tapi bukan karena seperti tuduhan Ahmad. Justru gadis itu merasa kesepian dan ingin kembali pada keluarga namun karena perasaannya pada Ahmad lah yang menghalangi keinginan nya.

Ahmad semakin kesal karena gadis itu malah diam dan tak membalas kata-kata nya, ia berjalan kembali ke arah adik tirinya lalu menarik wajah Izy agar menatapnya.

"Kamu nggak rindu Ibu, nggak rindu berkumpul dengan semua keluarga? Kamu... nggak rindu Mas?"

Akhirnya tumpah juga kesedihan Izy, dia menangis tersedu-sedu lalu memeluk Ahmad. "Mas... huhu... aku kangen semuanya. Aku juga kangen Ayah...."

Ahmad menghela nafas pelan, ia menaruh tas di lantai lalu duduk di samping gadis itu memeluk tubuh Izy seraya mengeacup kepala gadis itu berulang kali.

Mas cinta kamu, Zy! Tak ada kabar darimu, membuat rasa cinta Mas semakin besar! Mas sungguh nggak bisa menahannya! Mas ingat perbuatan Mas semalam sama kamu! Mas merasa malu tadi dan juga cemburu kamu malah sibuk pacaran disini! Apa iya, kamu udah pacaran sama Elang?

...➿➿➿➿➿➿...

Ahmad memutuskan untuk tinggal lebih lama di kota Cambridge, dia akan tinggal di apartemen bersama Izy.

"Mas, mantel ini cobain deh!" mereka berdua pergi berbelanja di sore hari setelah Izy selesai dengan kuliah, Ahmad kedinginan karena kemarin dia tak memakai mantel.

"Kok kamu tau warna kesukaan Mas!" Ahmad tersenyum, keduanya belum saling mengutarakan cinta dengan jelas namun mereka sepakat untuk bersikap seperti biasanya.

"Tau lah! Apa sih yang gadis tomboy ini nggak tau!"

"Kamu udah lama nggak tomboy lagi! Sekarang berubah jadi gadis cantik! Mas pasti akan merasa kehilangan, saat ada lelaki yang melamar kamu pada Mas."

Bugh!

Izy memukul lengan Ahmad, "Mas aja nikah lagi! Aku masih banyak mimpi dan ingin jadi wanita karir! Kecuali... kalau yang lamar aku itu Mas Ahmad, baru aku pikir-pikir lagi! Mungkin kalau jadi istri dari Mas, aku bersedia menikah dan hanya jadi ibu rumah tangga!"

Ahmad menganggap perkataan Izy hanya gurauan dan tertawa. "Dasar! Mas kabulin nih! Mas nikahin kamu! Awas ya jangan berubah pikiran dan nanti malah ingin kerja!"

"Weekkkk..." gadis itu mencibir.

Keduanya asyik bercanda dan akhirnya membeli dua mantel. Mantel couple lebih tepatnya dan mereka membelinya karena keinginan dari keduanya.

Mereka memakai mantel couple berwarna cream dan terlihat serasi, keduanya juga memakai sarung tangan couple dengan warna senada dengan mantel.

Ahmad melirik tangan Izy, dengan berani ia menggenggam tangan gadis itu dan mereka berdua bergandengan tangan seraya berjalan-jalan melewati berbagai toko.

Gadis itu tak bisa menahan senyuman bahagianya sebab bisa berdua saja dengan Ahmad dan terlihat seperti sedang berkencan.

"Makan dimana, Dek?"

"Di restoran The Architect. Aku ingin makan disana, Mas. Tapi belum kesampaian..."

"Kalau gitu, mumpung Mas mu ini ada disini... kemana pun kamu ingin datangi, Mas temani kamu."

"Oke!" Mata Izy tampak berbinar bahagia.

Tak jauh dari mereka berdua yang sedang begitu bahagia, Elang terus membuntuuti dengan perasaan marah. Ia tidak rela jika akhirnya Izy dan Ahmad bersama.

Apa Elang akan jadi Doni kedua, yang terobsesi pada Izy dan menjadi jahat?

Cinta memang bisa membuat orang menjadi gila!