NovelToon NovelToon
Dikira Ojol Ternyata Intel

Dikira Ojol Ternyata Intel

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Suami ideal
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: Pilips

Terpaksa menikah karena persoalan resleting yang tersangkut pada rambut seorang gadis bernama Laras ketika Polisi Intel itu sedang melaksanakan tugas mengejar pengedar narkoba. Polisi Intel itu menyembunyikan identitasnya dari sang Istri, ia mengaku sebagai seorang Ojol. Karena gagal menyelesaikan tugasnya. Aliando Putra Perdana hendak dipindah tugaskan ke Papua.
Tanpa Ali sadari, ia sengaja dikirim ke sana oleh sang Ayah demi menghindari fitnah kejam dari oknum polisi yang menyalahgunakan kekuasan. Ada mafia dalam institusi kepolisian. Ternyata, kasus narkoba berhubungan erat dengan perdagangan manusia yang dilakukan oleh oknum polisi di tempat Aliando bertugas.
Ingat! Bukan cerita komedi, bukan pula dark romance. Selamat menikmati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pilips, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ramalan Tidak Masuk Akal

Kampung Durian Jatuh. Pukul 15.00 WIB

Aliando melihat sekitaran rumah Laras yang terasa adem. Ada kebun di belakang rumah, di sekelilingnya juga ada tanaman bunga-bunga indah.

Keluar seorang Ibu berbaju kebaya cokelat, wajahnya tersenyum tapi Ali menangkap kecemasan pada bahasa tubuh Ibu tersebut.

“Remasan jari, berusaha menyembunyikan ketakutan dan kekecewaan,” gumam Ali terus menatap ibunya Laras.

Laras menyenggol bahu Ali. “Kenalin, ini Ibu aku, Om.”

“Om?” beo Bu Sabar masih dengan senyuman menggantung yang dipaksakan, “ketemu dimana toh, nduk?” Usap Bu Sabar pada pucuk kepala putri bungsunya.

Laras nampak salah tingkah, ia meremas jari-jarinya kuat. “Eh …, anu, Bu.”

“Ternyata menurun ke anaknya,” gumam Ali lagi.

“Hey, kamu!” teriak Pak Kaget, “masuk ke dalam dan jelaskan semuanya!”

“Sabar toh, Pak. Nanti tetangga denger,” kata Bu Sabar mengelus pundak suaminya.

“Sabar apa toh, Bu? Laki ini udah ngajarin anak gadis kita yang ndak bener di kota. Kamu juga, Laras! mau-maunya aja melakukan hal itu. Emang enak rasanya? Pahit, ‘kan?!”

Aliando menganga lalu menghela napas. Ia membuka jasnya karena kepanasan. Dua kancing atas kemejanya terbuka, dada bidangnya pun sedikit terekspos.

“Ndak usah pamer kamu!” seru Pak Kaget sambil berlalu menuju ke dalam rumah.

Bu Sabar mendesah pelan, “untung saja rumah kami agak jauh jaraknya dari rumah tetangga. Ayo, cepat masuk, nanti ada yang lihat kalian pakai baju pengantin gini.”

“Iya, Bu,” ucap Ali sambil mengangguk sopan.

Bisa juga ini Om ojol berlaku sopan ke ibu aku. Awas aja entar kalau tiba-tiba minta hak sebagai suami, gue bakar juga itu motor supranya di kos Lolly.

Ali masuk ke dalam kamar Laras, mereka berdua berganti baju. Namun, Ali diminta keluar karena Laras tidak nyaman.

“Mau lihat apa, Om? Belum puas jebak aku jadi istri mudanya, Om?”

“Istri muda katamu? Hey, saya ini belum pernah menikah, pacaran pun cuma dua kali!” sebal Ali mengambil baju yang disediakan Bu Sabar tadi di atas kasur.

Aliando tak habis pikir, ia terus menggeleng tak percaya, pusing tujuh keliling.

Setelah selesai berganti baju, tak sempat ia duduk. Pak Kaget langsung saja meneriaki dirinya lagi.

“Hey! Kamu, masuk mobil!”titah jengkel Pak Kaget.

Aliando cuma mengangguk, wajah tanpa ekspresinya itu kian memicu emosi Pak Kaget.

Sekitar lima belas menit, mereka akhirnya tiba di sebuah gubuk yang cukup luas. Laras nampak takut masuk ke dalam dan terus bersembunyi di belakang ibunya.

Ali cuma bisa menghela napas. Sial betul dirinya, niat menangkap pelaku narkoboy malah berakhir di sebuah gubuk dan tiba-tiba menjadi seorang suami, mana suami gadis cengeng pula.

“Selamat sore Mbah Tukiyem,” salam Pak Kaget kemudian mengajak ketiga orang itu duduk.

“Mana perutnya, Laras?” tanya Mbah dukun Tukiyem tanpa basa-basi.

Laras menggeleng pada ibunya, matanya berkaca-kaca. Ia takut sekali kalau Mbah dukun Tukiyem ini malah memasukkan paku berkarat ke dalam perutnya. “Tapi Laras gak hamil, Bu.”

“Diam, Laras! Kamu udah ketahuan aja masih mau berbohong? Sejauh mana kamu mau mengecewakan kami, nak?” Pak Kaget memijit pangkal hidungnya.

Akhirnya Laras membuka bajunya naik perlahan sehingga perutnya kentara. Ali nampak menahan tawa karena ia melihat kalau perut Laras itu memang agak buncit.

Astagah, itumah bukan hamil manusia, tapi hamil bakso, seblak, mie gacoan, ayam geprek dan sejenisnya. Kata Aliando dalam hati.

“Sehat janinnya, nduk. Udah tiga bulan,” ujar Mbah dukun Tukiyem dengan deretan gigi hitamnya.

“Heh, sembarangan. Laras ndak hamil toh, Mbah!” kesal Laras hendak mencak-mencak.

Tapi, Pak Kaget menggebrak meja Mbah Tukiyem karena emosi. “Laras! Kamu ini benar-benar buat Bapak habis kesabaran! Kamu, Laras! Jangan tinggal di rumah! Kamu ikut suami kamu ke kota sana!”

“Tapi, Pak …, Laras butuh istirahat, Pak. Bapak tega sekali sama putri bungsu kita,” bela Bu Sabar, tak mau pisah dengan anaknya.

Aliando menghela napas, sangat bosan dengan drama kampung ini. Ia hendak segera kembali ke kota, namun, ia benar akan gila jika Laras ikut bersamanya.

“Nak? Siapa namamu?” tanya Ibu Laras pada Ali.

“Aliando, Bu.”

“Tinggal di kampung dulu, ya, untuk sementara.”

“Hah?” panik Ali sontak memundurkan bokongnya. Jelas ia tidak mau, dia banyak pekerjaan.

“Kalian semua keluar dulu. Saya mau bicara dengan suami nak Laras,”kata Mbah dukun Tukiyem.

Pak Kaget, Bu Sabar dan juga Laras segera keluar.  Sesekali berusaha mencuri dengan dari balik jendela gubuk tapi hasilnya nihil.

“Mereka bicara apa, sih?” kepo Pak Kaget, tak ada jawaban. Sebab, istri dan putri bungsunya sedang sibuk saling memeluk satu sama lain.

Sementara di dalam sana. Aliando berasa diinterogasi oleh si Dukun. Ali tak mau memandang wajah si Dukun, kesal saja bawaannya.

“Kalau kamu setia sama Laras, karirmu akan melejit. Tapi, jika kamu meninggalkan Laras atau menceraikannya, kamu bakalan mati di tangan penjahat!” ucap Mbah Tukiyem dengan sangat serius.

Aliando sontak menatap kedua mata si Dukun. Ali hendak beradu mulut namun ia sadar bahwa orang yang ada di hadapannya ini hanyalah orang tua dengan segudang kebohongan yang ia jual demi mendapatkan keuntungan.

Ali menunduk, menggeleng, menghela napas.

Mbah dukun Tukiyem melanjutkan ucapannya, “kamu bisa buktikan nanti anak muda. Saat nanti kamu kembali ke kota tanpa Laras, kamu akan mengalami serangkaian kegagalan dan kesialan. Laras adalah penyelamatmu juga keberuntungan dalam hidupmu.”

“Saya tidak percaya pada Anda. Laras itu tidak hamil dan Anda mengatakan bahwa dia mengandung tiga bulan?” tawa Ali, jengkel, “maksud Anda hamil cacing?” Meski tersulut rasa marah, raut wajah Aliando selalu datar.

“Saya sengaja mengatakan itu pada orang tuanya. Jika tidak, kalian takkan pernah bersama.”

“Astagah! Berarti Anda sengaja berbohong! Anda sudah menghancurkan hidup saya!” Aliando berseru, mengepalkan tangannya lalu menghempaskan ke meja si Dukun. “Keterlaluan! Seandainya saya bawa alat rekam, saya bisa menuntut Anda sehingga Anda akan dipenjara.”

Pak Kaget dan Bu Sabar langsung masuk ke dalam setelah mendengar keributan. Mereka langsung pamit lalu menyeret Ali keluar.

“Keterlaluan kamu!” Pak Kaget mengepalkan tangannya hendak meninju. Tapi, Bu Sabar menahannya.

“Kalau sampai kamu kdrt, Laras. Saya akan pastikan kamu membusuk di penjara!” bentak Pak Kaget tidak main-main.

Penjara apanya, Pak? Saya ini polisi. Polisi intel. Kalau ada yang mau dipenjarakan, ya itu adalah si Dukun dan Anda, Pak. Astaganaga. Ali akan selalu menghela napas selama masih berada di sekeliling keluarga Laras.

Malam pun tiba. Laras sejak tadi sudah naik ke atas pembaringan. Laras tidurnya ngorok dan bajunya suka naik ke atas pusar.

Melihat itu, Ali geleng-geleng kepala. “Ya Tuhan , jelas bukan tipeku.”

Karena tak bisa tidur, Ali pun diam-diam keluar untuk mengubungi sang Komandan. Ketika ponselnya aktif, sangat banyak sekali chat dan panggilan tak terjawab yang masuk.

“Sial,” decak Ali. Ia segera menekan tombol panggil, ia menelfon bosnya.

(Halo?!) jawab suara berat penuh amarah berapi-api.

“Selamat malam, komandan. Saya hendak melapor.”

(Mau lapor apa kamu, bajingan? Kamu biarkan tersangka kabur. Kasus ini hendak dipindahkan segera ke tim lain jika kamu gak mampu, Ali!) geram bos polisi itu.

“Saya minta maaf, Pak komandan. Saya akan segera mendapatkan buronan itu dan membawanya kepada  Anda.”

(Janji terus! Ingat ya, kalau sampai tiga hari penjahat itu tak ketemu, siap-siap dirimu saya kirim ke Papua!)

Telepon nyaris terputus. Namun, Ali segera berkata cepat akan kondisi yang dia alami.

“Maaf, Pak. Tapi saya mengalami kejadian yang tak diinginkan …, saya ditangkap perempuan dan saya sekarang berstatus sebagi suami orang.”

(Apa?! Astagah, Aliando! Kamu sempat-sempatnya menghamili anak orang dalam situasi begini?!)

Ali menepok jidatnya, ia melanjutkan. “Bukan begitu, Pak. Besok pagi saya akan jelaskan semuanya di kantor.”

(Baik, saya tunggu kamu. Cih, saya gak nyangka kelakuan kamu sama seperti petugas lainnya. Nitip sperma sana-sini.)

Karena Aliando merasa sangat tertekan. Ia segera masuk ke dalam rumah. Tidak bisa tidur hingga pagi. Akhirnya, bawah matanya menghitam seperti mata panda.

Ali menuju ke kamar mandi, diambilnya alat cukur kumis. Wajahnya pun bersih, ketampanannya bertambah dua kali lipat.

“Sempurna,” pujinya di depan cermin.

Ketika ia baru saja keluar. Lagi-lagi Laras menubruk tubuhnya. Hobi sekali gadis ini menabrak oang lain. Ali mendengus pelan, ia menghindari Laras. Tapi, lengannya tertahan, ia berbalik menatap Laras. “Mau apa kamu, banteng?”

“Om?” beo Laras, melongo, terpesona.

“Jangan panggil saya, Om. See? Saya ini masih muda.”

Laras tersenyum, mengangguk. “Yah, dan kamu suami saya sekarang.”

“What???” Aliando tak percaya dengan apa yang barusan Laras ucapkan, “kamu pede banget ngomong gitu ke saya.” Ali mentoel jidat Laras dengan telunjuknya. “Kamu lupa, ya? Kita ini kejebak semesta.”

“Gak lupa, kok.” Bibir Laras mencebik.

Tak dapat Aliando pungkiri, gadis manja dan cengeng di hadapannya ini begitu imut. Karena takut terpesona begitu jauh , Ali buang muka. “Saya akan berangkat ke kota pagi ini.”

Kedua jari telunjuk imut Laras dibuat menyatu. “Bawa aku, engga?”

“Tentu saja tidak. Lagian, kata si Dukun …, kamu itu hamil tiga bulan, jadi …, harus banyak istirahat,” senyum Ali merasa senang berhasil menggunakan alasan itu.

“Om tahu, ‘kan kalau Laras gak hamil!” Laras kesal, mencubit lengan Aliando.

“Jangan panggil saya, Om. Saya masih muda, Laras.”

“Ya udah, aku panggil apa?”

“Panggil saya, Ali.”

“Mas Ali …,” kata Laras malu-malu.

Polisi intel itu mengusap wajahnya. “Sudahlah, terserah kamu. Dimana orang tuamu? Saya mau pamit dulu.”

Seolah kata-kata Mbah dukun Tukiyem hanyalah mitos dan kebohongan belaka. Kini, Aliando Sang Polisi Intel siap berangkat menuju kota tanpa membawa Laras.

1
widya widya
lanjutt Thor.. seru
Laksmi Dewi (Pilips): up tiap hari kak, pantengin yaaa..
total 1 replies
widya widya
Ceritanya seru dan kocak.
widya widya
Seru dan kocak.
Laksmi Dewi (Pilips)
Karya pertamaku di Noveltoon
Rian Moontero
bukan cerita komedi,,tpi bikin aq ketawa🤣🤣🤸🤸
Laksmi Dewi (Pilips): jangan lupa mingkem kak
total 1 replies
yanah~
mampir kak 🤗
Laksmi Dewi (Pilips): makasih kak
total 1 replies
Alucard
Jalan ceritanya memukau!
Laksmi Dewi (Pilips): novel ini up tiap hari kak, makasih atas komentarnya
total 1 replies
Risa Koizumi
Masuk ke dalam cerita banget.
Laksmi Dewi (Pilips): sip kak, lanjutkan. novelnya up tiap hari
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!