Kamila gadis yatim piatu mencintai Adzando sahabatnya dalam diam, hingga suatu malam keduanya terlibat dalam sebuah insiden.
Adzando seorang artis muda berbakat.
Tampan, kaya, dan populer. Itulah kata-kata yang tepat disematkan untuknya.
"Apapun yang kamu dengar dan kamu lihat, tolong percayalah padaku. Aku pasti akan bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan. Kumohon bersabarlah."
Karena skandal yang menimpanya, Adzando harus kehilangan karier yang ia bangun dengan susah payah, juga cintanya yang pergi meninggalkannya.
"Maafkan aku, Do. Aku harus pergi. Kamu terlalu tinggi untuk aku gapai."
"Mila... Kamu di mana? Aku tidak akan berhenti mencarimu, aku pasti akan menemukanmu!"
Kerinduan yang sangat mendalam di antara keduanya, membuat mereka berharap bahwa suatu hari nanti bisa bertemu kembali dan bersatu.
Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Mari baca kisahnya hanya di sini ↙️
"Merindu Jodoh"
Kisah ini hanya kehaluan author semata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
...*...
"Dan apa, Dok? Ada apa dengan Dokter Kamila?" tanya Bu Murni penasaran.
"Emmm ... maaf, Bu Murni. Sepertinya Dokter Kamila sedang hamil," sahut Dokter Miranti, dokter senior yang bertugas di Puskesmas tersebut.
"Apa, Dok ... hamil!" Bu Murni memekik dengan suara tercekat saat mendengar ucapan Dokter Miranti. "Dokter Kamila hamil? Bagaimana mungkin, Dok? Haahhh...." Bu Murni membekap mulut dengan mata membulat sempurna.
Sungguh mereka tidak menyangka, pasalnya selama ini yang mereka tahu Kamila adalah seorang janda. Dan kini kedua wanita beda generasi itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Berkali-kali Bu Murni menggelengkan kepala berusaha mengenyahkan pemikiran buruk yang hinggap dalam benaknya.
Sementara itu di luar ruangan tepatnya di depan pintu, tubuh Ikhsan membeku seketika, dirinya menolak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Broookk
Bahkan bungkusan plastik berisi air mineral dan berbagai kudapan yang ada di tangannya itu terhempas begitu saja ke lantai.
"Tidak mungkin Dokter Kamila hamil, padahal dia itu kan janda." Pikiran Ikhsan sudah dipenuhi pemikiran buruk tentang Kamila.
Ikhsan tertunduk lesu dan berjalan dengan langkah gontai menuju luar gedung. Hatinya begitu perih mengetahui kenyataan tentang wanita pujaannya. Wanita yang begitu ia kagumi.
Dia pikir Kamila seorang wanita yang sangat menjaga dirinya. Nyatanya wanita itu hamil dan statusnya adalah seorang janda. Sedih dan kecewa itulah yang ia rasakan. Bahkan api cintanya belum tersampaikan tapi harus padam tertampar kenyataan.
Di dalam ruangan Kamila mulai menggerakkan kelopak matanya dan perlahan mulai terbuka. Dia menatap langit-langit ruangan, lalu mengarahkan pandangan ke sekeliling, dan segera bangkit dari tidurnya begitu menyadari dia berada di mana.
"Dokter Miranti, Bu Murni, kenapa saya ada di sini?" tanya Kamila kebingungan.
"Eeeh ... Dokter Kamila sudah sadar!" seru Bu Murni berusaha bersikap sewajar mungkin.
Dokter Miranti membawa sebotol kecil air mineral, lalu menyerahkannya pada Kamila.
"Minumlah dulu, Dokter Kamila!" ucap Dokter Miranti.
Kamila menerimanya, dan membuka tutup botol, lalu meminum beberapa teguk untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering.
"Dokter Kamila tadi pingsan, pada saat akan memeriksa seorang ibu di desa B," ungkap Bu Murni.
"Apa Dokter Kamila ingat?" tanyanya kemudian.
Kamila terdiam beberapa saat, berusaha mengumpulkan kepingan ingatannya sebelum dirinya pingsan. Detik berikutnya Kamila menarik kedua kakinya lalu membungkukkan badannya, dan menutup kedua telinganya dengan mengapit kedua lutut menggunakan kedua lengannya. Kamila seperti orang ketakutan sambil menggelengkan kepalanya random.
"Ampun ... ampuun ... ampun Bu! Jangan sakiti Mila... jangan!" Kamila meracau terus menggelengkan kepala.
Melihat hal itu, membuat Dokter Miranti dan Bu Murni saling melemparkan pandangan. Bu Murni mendekat lantas memeluk Kamila dan berupaya menenangkannya. Awalnya Kamila memberontak, tapi Bu Murni berkata dengan selembut mungkin.
"Tenang ya, Dok. Anda berada di tempat yang aman. Anda aman di sini." Bu Murni mendekap erat tubuh Kamila.
Sementara Dokter Miranti mengusap kepala Kamila layaknya anak kecil. Dokter paruh baya itu tidak mengira, jika Kamila yang selalu berpembawaan tenang dan kalem itu memiliki trauma yang mendalam.
Kamila mulai tenang, dia mengusap airmata di pipinya menggunakan telapak tangan. Lalu Dokter Miranti kembali menyodorkan botol minuman untuk diminum Kamila, supaya perasaannya sedikit tenang.
Usai Kamila minum, Dokter Miranti menatap Kamila dengan lembut sembari mengusap pelan pundak dokter muda itu. Lalu beliau berkata, "Ceritalah,... setidaknya agar bisa mengurangi sedikit bebanmu!"
Kamila menatap ragu pada Dokter Miranti, lantas beralih pada Bu Murni. Dia meremas jemari tangannya, lalu menundukkan kepala disertai tarikan napas dalam.
"Saya ... bertemu dengannya." Kamila menceritakan kisah masa kecilnya yang membuat dia trauma. Seolah semua apa yang telah dia alami, terbayang nyata. Bukan hanya siksaan fisik saja, bahkan kata-kata kasar, sumpah serapah dan caci-maki yang tertuju padanya, begitu jelas terngiang di telinganya, meski hanya melihat wajah orang itu.
"Astaghfirullah'al'adzim ... kok ada orang seperti itu sih, Dok?" tanya Bu Murni.
"Sepertinya Dokter Kamila harus berkonsultasi dengan psikiater atau lebih mendekatkan diri lagi kepada Allah SWT, agar hati Dokter Kamila merasa tenang," saran Dokter Miranti.
"Terimakasih, atas sarannya, Dok." Kamila berkata sembari mengangguk.
"Lalu Anda sekarang tinggal bersama siapa, Dok?" tanya Bu Murni
"Saya tinggal bersama dengan ibu angkat saya. Seorang ibu yang baik hati, yang mau menampung saya, Bu," beritahu Kamila pada Bu Murni.
"Baiklah, kalau begitu Anda boleh pulang, dan beristirahat di rumah," ucap Dokter Miranti.
"Tapi, Dok ...?" Kamila menggantungkan ucapannya.
"Tidak apa-apa. Nanti saya yang akan melapor pada Pak Damar. Anda tenang saja," tutur Dokter Miranti.
"Terimakasih, Dokter Miranti, Bu Murni," sahut Kamila.
"Kalau boleh tahu, siapa yang membawa saya kemari?" tanya Kamila kemudian.
"Mas Ikhsan, Dok. Bahkan sebelum Anda jatuh ke lantai, Mas Ikhsan yang menangkap tubuh Anda dan langsung membawanya kemari," beritahu Bu Murni.
"Astaghfirullah'al 'adzim." Kamila membelalakkan matanya. Lalu memeluk dirinya sendiri karena malu.
"Karena saat itu Mas Ikhsan kebetulan berada di belakang Anda, membantu melayani pengambilan obat. Dan terlihat sekali kalau Mas Ikhsan itu sangat mencemaskan Anda loh, Dok!" Bu Murni memberitahu sambil tersenyum menggoda.
Dahi Kamila berkerut, ia tidak mengerti maksud ucapan dari Bu Murni. Lalu ia mengedikkan bahunya, kemudian beranjak turun dari ranjang pasien.
"Ini tas Anda, Dok." Bu Murni mengambil tas yang berada di meja dan menyerahkannya pada Kamila.
"Terimakasih, Bu Murni, Dokter Miranti. Kalau begitu saya permisi pulang," pamit Kamila pada kedua orang yang telah menolongnya.
"Silakan, Dokter Kamila. Hati-hati di jalan, ya!" pesan Dokter Miranti.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Kamila keluar dari ruangan Dokter Miranti, Bu Murni mengikutinya dari belakang.
"Dokter Kamila," panggil Bu Murni. Ditangannya menenteng plastik kresek kecil.
"Iya, oh ... Bu Murni! Ada apa ya, Bu?" tanya Kamila.
"Sepertinya Mas Ikhsan ada sesuatu sama Dokter Kamila."
"Haaah ... sesuatu apa ya, Bu?"
"Aaahh... masa Dokter Kamila tidak tahu. Itu loh, sepertinya Mas Ikhsan ada perasaan sama Dokter Kamila. Ini buktinya!" Bu Murni menunjukkan bungkusan plastis kresek kepada Kamila.
Kamila tercengang mendengar penuturan Bu Murni. Bahkan ia sampai menghentikan langkahnya seketika, lalu memandang ke arah bungkusan plastik yang ada tangan wanita itu, dengan netra menyipit. Selanjutnya dia menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis.
"Bu Murni ini ada-ada saja kalau bicara. Cuma memberikan makanan bukan berarti suka, kan? Nanti kalau didengar orang bisa jadi gosip, Bu." Kamila menanggapinya dengan santai.
"Iya juga tidak apa-apa loh, Dok," ledek Bu Murni.
Kamila hanya tersenyum lalu pamit, "Saya duluan ya, Bu."
"Silakan, Dok. Hati-hati," pesan Bu Murni. Wanita itu memandang Kamila yang telah berlalu dan menghilang di balik pintu.
"Kasihan sekali nasibmu, Dok. Masih muda dan cantik, tapi nasibmu sungguh miris. Aah, entahlah." Bu Murni lalu pergi meninggalkan tempat itu.
.
.
.
Di luar gedung Puskesmas, Kamila menunggu kedatangan Fika di tempat biasa. Sebelumnya dia telah mengirim pesan pada gadis belia itu untuk menjemputnya. Sambil menunggu, Kamila berjalan ke warung yang berada di depan Puskesmas berniat membeli sesuatu. Saat akan kembali dia bertemu dengan seseorang. Hingga ....
Plaaakkk
...*...
.
.
.
.
.
aku jaa yg denger pengen becek2 tu bocah.. gerem bangetttt
yang ada zando yang meminta kmu dibawa ke markas/Sweat//Panic/
trus gimana dgn bayinya