Riin tak pernah menyangka kesalahan fatal di tempat kerjanya akan membawanya ke dalam masalah yang lebih besar yang merugikan perusahaan. Ia pun dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kehilangan pekerjaannya, atau menerima tawaran pernikahan kontrak dari CEO dingin dan perfeksionis, Cho Jae Hyun.
Jae Hyun, pewaris perusahaan penerbitan ternama, tengah dikejar-kejar keluarganya untuk segera menikah. Alih-alih menerima perjodohan yang telah diatur, ia memutuskan untuk membuat kesepakatan dengan Riin. Dengan menikah secara kontrak, Jae Hyun bisa menghindari tekanan keluarganya, dan Riin dapat melunasi kesalahannya.
Namun, hidup bersama sebagai suami istri palsu tidaklah mudah. Perbedaan sifat mereka—Riin yang ceria dan ceroboh, serta Jae Hyun yang tegas dan penuh perhitungan—memicu konflik sekaligus momen-momen tak terduga. Tapi, ketika masa kontrak berakhir, apakah hubungan mereka akan tetap sekedar kesepakatan bisnis, atau ada sesuatu yang lebih dalam diantara mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Coffeeandwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Burning Jealousy
Suara gelas beradu dan alunan musik klasik mengisi aula resepsi yang megah. Lampu kristal besar menggantung di langit-langit, memantulkan cahaya yang berkilauan di lantai marmer putih. Meja-meja bulat dihiasi rangkaian bunga mawar dan peony, menciptakan suasana elegan yang memanjakan indera. Para tamu berdandan rapi dengan jas dan gaun, berbicara dengan suara lembut agar tidak mengganggu harmoni musik yang dimainkan.
Di salah satu sisi ruangan, Jae Hyun berdiri santai sambil berbicara dengan Youn Jung, seorang gadis dengan senyum manis dan tawa renyah yang tampaknya selalu berhasil mencuri perhatian siapa pun. Wajah Jae Hyun tetap datar, tetapi sorot matanya yang lembut mengisyaratkan ketertarikannya pada percakapan itu.
Sementara itu, di tempat lain yang tak jauh dari sana, Riin sedang berbicara dengan Ah Ri. Namun, meskipun bibirnya bergerak, pikirannya melayang. Matanya terus mencuri pandang ke arah Seung Woo, sepupu Jae Hyun. Wajahnya yang tampan, dengan rahang tegas dan senyum ceria, mengingatkan Riin pada aktor-aktor di layar kaca. Posturnya tegap, tetapi gerak-geriknya santai dan penuh percaya diri.
Seung Woo, dengan kepribadian ceria dan senyum tulus, ia dengan mudah membuat siapa pun merasa nyaman di dekatnya. Setiap langkahnya seolah memancarkan energi positif, dan suara tawanya terdengar bagaikan musik yang menyenangkan di tengah formalitas resepsi.
Saat Seung Woo berjalan ke arah mereka, Riin merasa dadanya berdebar kencang. Ia menundukkan kepala, pura-pura mengalihkan perhatian pada buket bunga di tangannya. Namun, Seung Woo berhenti tepat di depan mereka, menyapa dengan suara hangat.
"Riin-ssi," sapanya sambil tersenyum lebar.
Riin dengan cepat menjawab, "Ah, iya!"
Ia mencoba menjaga ekspresinya tetap tenang, tetapi pipinya merona saat Seung Woo duduk di kursi di sampingnya. "Aku Seung Woo, sepupu Jae Hyun." ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Riin menatap tangan itu sejenak sebelum akhirnya menjabatnya dengan canggung.
"Senang akhirnya bisa bertemu denganmu. Jujur saja, kau sangat cantik," katanya, nadanya ringan, tetapi matanya tampak tulus.
Riin hanya bisa tersenyum kecil, tidak tahu harus berkata apa. Ucapan Seung Woo membuat pipinya semakin panas, dan ia buru-buru menyeruput jusnya untuk menyembunyikan kegugupannya.
Ah Ri, yang sudah mengenal Riin sejak lama, langsung menangkap kegugupan sahabatnya itu. Dengan senyum kecil, ia menyenggol lengan Riin dan berbisik, "Hei, jangan lupa. Kau sudah menikah dengan Jae Hyun. Jangan sampai kau berpikir terlalu jauh."
Bisikan itu membuat Riin tersadar. Ia menghela napas pelan, mencoba menenangkan perasaannya yang berkecamuk. Ia tahu Ah Ri benar. Ia sekarang adalah istri Jae Hyun, meskipun pernikahan itu sama sekali tidak didasari cinta. Kenyataan itu seperti beban yang terus menghimpit hatinya.
***
Sementara itu, di sisi lain aula, Jae Hyun yang sebelumnya masih terlibat obrolan pribadi dengan Youn Jung, kini justru terlihat sedang mengamati mereka dari kejauhan dengan ekspresi yang sulit diartikan. Wajahnya tampak tenang, namun matanya memancarkan ketidaksenangan. Jae Hyun, meski sering terlihat dingin, sebenarnya adalah tipe pria yang sangat posesif. Seseorang yang tidak senang jika ada seseorang yang mengganggu apa yang telah menjadi miliknya. Ia mungkin tidak mengatakannya, tapi keberadaan Seung Woo di dekat Riin membuat hatinya terasa... tidak nyaman.
Jae Hyun mendengar tawa riang Seung Woo dan melirik ke arah sepupunya. Matanya kembali tertuju pada Riin, yang tampak berbicara dengan Seung Woo. Sesuatu dalam dirinya mendadak memanas. Ia tidak tahu pasti apa yang dirasakannya_apakah cemburu, marah, atau hanya terganggu oleh pemandangan itu. Yang jelas, perasaan itu membuatnya semakin tidak nyaman.
"Maaf, aku harus pergi sebentar," kata Jae Hyun kepada Youn Jung, memutus percakapan mereka. Ia melangkah menuju meja di mana Riin, Seung Woo, dan Ah Ri berada.
Ia berjalan mendekati mereka dengan langkah mantap. Sepatunya berderap di atas lantai, cukup keras untuk membuat Seung Woo menoleh. Saat tiba di sana, Jae Hyun langsung menyapa sepupunya. "Seung Woo~ya, sudah lama tidak bertemu," katanya sambil tersenyum tipis.
Seung Woo berdiri dan memeluk Jae Hyun dengan hangat. "Hyung! Senang sekali melihatmu di sini. Istrimu sangat menyenangkan, kau benar-benar beruntung."
Jae Hyun hanya tersenyum kecil, tetapi tanpa berkata apa-apa, ia melingkarkan lengannya di pinggang Riin, gerakan itu terasa posesif. Riin tersentak sedikit, tetapi tidak berkata apa-apa. Perasaan di hatinya bercampur aduk_antara canggung, kesal, dan... mungkin sedikit lega.
Ah Ri, yang melihat interaksi itu, hanya terkekeh kecil. "Wah, kau kelihatan protektif sekali. Apa kau takut Seung Woo akan mencuri istrimu?"
Jae Hyun tidak menjawab, tetapi matanya yang tajam mengarah pada Seung Woo. "Begitu ya? Tapi sayangnya gadis yang kau bilang cantik ini sudah menjadi istriku," katanya, setengah bercanda tetapi dengan nada yang membuat suasana sedikit tegang.
Seung Woo mengangkat tangan, tertawa. "Santai saja, Hyung. Aku hanya mencoba sedikit lebih dekat dengan istrimu."
Jae Hyun melirik Riin sekilas. Wajah Riin masih bersemu merah, dan matanya menatap ke bawah, menghindari tatapan suaminya. "Aku rasa sudah cukup, kami masih harus menyapa tamu yang lain," ucap Jae Hyun, suaranya terdengar lebih lembut namun tetap memiliki nada yang menguasai.
***
Usai pesta pernikahan yang megah berakhir, malam itu terasa dingin meskipun kemewahan hotel bintang lima yang mereka tempati menawarkan kehangatan dari setiap sudutnya. Langkah kaki Jae Hyun terdengar tegas, berderap di sepanjang koridor yang sunyi. Di belakangnya, Riin berjuang mengikuti dengan gaun pengantin putih panjang yang terlihat cantik namun tidak praktis. Hak sepatu tinggi yang ia kenakan membuatnya semakin kesulitan untuk melangkah lebih cepat.
“Hei, bisakah kau berjalan lebih pelan? Aku kesulitan mengikuti langkahmu,” keluh Riin, suaranya terdengar sedikit frustrasi. Ia berulang kali membetulkan ujung gaunnya agar tidak terinjak.
Jae Hyun, tanpa menoleh, menjawab dingin, “Aku sudah berjalan dengan perlahan. Kakimu saja yang terlalu pendek.” Nada suaranya mengandung cibiran, membuat Riin mengerutkan alis.
Langkah Jae Hyun tetap stabil, sementara Riin berhenti. Ia menatap punggung pria yang baru saja sah menjadi suaminya dengan perasaan campur aduk. Emosi yang tertahan sejak tadi mulai memuncak. Tanpa berpikir panjang, ia melepas salah satu sepatunya dan melemparkannya tepat ke arah punggung Jae Hyun.
“Apa-apaan ini?” Jae Hyun berhenti seketika, berbalik, dan memandang sepatu yang tergeletak di lantai, lalu menatap Riin dengan mata penuh keterkejutan. “Apa kau baru saja melempar sepatu padaku?” tanyanya, suaranya meninggi.
“Iya! Dan kau pantas mendapatkannya!” balas Riin tanpa rasa takut. Ia dengan tegas melepas sepatu yang satunya lagi, mengangkatnya sebagai ancaman. “Aku tahu pernikahan ini bukan karena cinta, tapi setidaknya, berikan sedikit perhatianmu sebagai seorang suami. Itu bagian dari tanggung jawab yang sudah kau janjikan padaku!” Matanya yang sebelumnya terlihat lelah kini memancarkan kemarahan dan rasa sakit yang terpendam.
Jae Hyun terdiam, terkejut oleh keberanian Riin. Namun harga dirinya sebagai pria tidak membiarkan ia kalah begitu saja. Saat Riin mencoba berjalan melewatinya, ia meraih pergelangan tangannya dengan cepat. Sentuhan itu terasa tegas, namun tidak menyakitkan.
“Jika kau ingin aku menjalankan tugas sebagai suami, maka kau juga harus menjaga sikapmu sebagai istri. Bukannya menebar pesona di depan sepupuku tadi,” ucap Jae Hyun dengan suara rendah, tapi tajam.
Riin menatapnya dengan penuh kemarahan, bibirnya bergetar. “Sekarang kau menyalahkanku? Bilang saja kalau kau sedang cemburu!” tantangnya.
Jae Hyun mendengus kecil. “Cih, cemburu apanya?! Aku hanya menegaskan soal tugas suami dan istri. Bukankah itu yang kau inginkan?”
Riin mendekat, wajahnya nyaris sejajar dengan Jae Hyun meskipun ia harus menengadah sedikit. “Yang aku mau adalah kau tidak banyak bicara dan membuktikan semuanya dengan tindakan, bukan omong kosong!”
Keduanya saling menatap tajam, seperti dua petarung yang siap bertarung di atas ring. Jae Hyun tiba-tiba menarik napas dalam, lalu tanpa peringatan, ia membungkuk dan mengangkat Riin dalam gendongan bridal style. Riin terkejut dan mulai meronta.
“Lepaskan aku! Apa yang kau lakukan?!” teriaknya, namun Jae Hyun tidak menghiraukannya.
“Buktikan dengan tindakan, kan? Baiklah. Tapi jangan sampai kau menyesal setelah ini,” katanya dengan suara dingin, sebelum membuka pintu kamar president suite mereka dan melangkah masuk.
***