Syena Almira, gadis yang tanpa sengaja dinikahkan dengan seorang pria bernama Fian Aznand yang tidak dia ketahui sama sekali. Berawal dari sebuah fitnah keji yang meruntuhkan harga dirinya dan berakhir dengan pernikahan tak terduga hingga dirinya resmi di talak oleh sang suami dengan usia pernikahan yang kurang dari 24 jam.
"Aku tak akan bertanya pada-Mu Ya Allah mengenai semua ini, karena aku yakin kalau takdir-Mu adalah yang terbaik. Demi Engkau tuhan yang Maha pemberi cinta, tolong berikanlah ketabahan serta keikhlasan dalam hatiku untuk menjalani semua takdir dari-Mu." _ Syena Almira.
"Kenapa harus seperti ini jalan cintaku tuhan? Aku harus menjalani kehidupan dimana dua wanita harus tersakiti dengan kehadiranku? Aku ingin meratukan istriku, tapi kenapa ketidakberdayaan ku malah membuat istriku menderita?" _ Fian Aznand.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepergian Syena
Syena mengundurkan diri dari pekerjaannya, hari ini dia akan datang ke rumah Naima bersama dengan Fian. Memang dengan kejujuran saja semua masalah ini akan selesai, Fian dan Syena sudah siap untuk menghadapi semuanya.
Fian mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, dia melihat Syena terlihat tegang lalu menggenggam tangan Syena dengan lembut.
"Jangan tegang begitu."
"Aku takut jika nanti Naima akan meninggalkanmu Fian."
"Aku sudah siap Syena, aku siap dengan segala kemungkinan yang terjadi."
"Aku menghancurkan rumah tanggamu."
"Tidak Syena, semua ini sudah takdir untukku."
Azad sedari tadi hanya tidur dipangkuan Fian yang sedang mengendarai mobil, karena anak itu memang senang jika duduk bersama Fian. Mereka menghidupkan musik agar membuat suasana di mobil menjadi lebih tenang dan santai, Fian mengajak Syena untuk ngobrol biasa yang membuat Syena santai.
"Fian, aku tidak mau kalau rumah tanggamu dengan Naima hancur, aku akan memohon padanya agar tidak meninggalkanmu." Fian menatap Syena dan tersenyum.
"Kita hadapi semua ini dulu, baru nanti kita akan tau apa yang terjadi selanjutnya." Syena tersenyum dan mengangguk.
Di jalan yang lumayan sepi, mobil Fian dihalangi oleh mobilnya Ayyas. Pria itu berniat buruk pada Fian, Ayyas turun dari mobilnya dan menatap ke arah Fian, dia juga membawa sebuah pistol, Fian yang sudah emosi membuka sealbet dan akan turun dari mobil namun Syena menahannya.
"Jangan turun Fian, dia pasti berniat buruk padamu." Fian mengusap lembut wajah Syena.
"Kamu tenang saja, semua akan baik-baik saja Syena, kamu peluk Azad ya dan kunci pintu mobil." Azad pindah ke pangkuan Syena, wanita itu terlihat pucat, dia tidak ingin terjadi apapun pada Fian.
"Mau apa lagi kau hah?" Ayyas tertawa, dia menodongkan pistol pada Fian yang membuat Fian tertawa.
"Haha mau membunuhku? Tapi sayang sekali Ayyas, aku tidak takut mati, jika memang kematian yang membuat aku tenang ya aku tidak masalah."
"Bajingan kau Fian, aku tidak bisa terima dengan kehidupanmu, kau sudah terlalu bahagia selama ini."
"Ya ya karena tuhan baik padaku, apa kau juga ingin bahagia? Maka pergilah menghadap tuhan." Ujar Fian dengan santai.
"Kau ingin pergi sendiri atau aku yang mengantarkan mu?" Fian menertawakan Ayyas.
"Aku pasti akan menghadap tuhan tapi tidak sendiri Fian." Ayyas langsung menembakkan pelurunya ke arah Syena yang mana langsung mengenai pundak Syena. Fian langsung menghajar Ayyas dengan membabi buta, dia tidak memberi ampun pada Ayyas.
Fian yang masih menghajar Ayyas mengalihkan pandangannya pada Azad yang kini menangis hebat di dalam mobil, Syena yang mengalami luka di bahunya berusaha untuk menenangkan Azad.
Fian melihat Ayyas tak berdaya lagi, dia meninggalkan Ayyas begitu saja dan berjalan menuju mobilnya, saat pintu mobil terbuka, Ayyas memukul kepala Fian dengan tingkat besi yang memang dia bawa dalam mobilnya, Fian limbung karena menahan sakit teramat di kepalanya.
Ayyas yang sudah terluka parah karena dihajar oleh Fian, langsung menaiki mobil tersebut dan membawa Syena bersamanya.
"AYYAAASSS." Teriak Fian saat Ayyas membawa mobilnya yang mana di dalam sana ada Syena dan Azad.
Syena melakukan pemberontakan dengan merebut stir mobil dari tangan Ayyas hingga mobil itu melaju kencang secara uring-uringan. Fian berusaha untuk bangkit dan mengendarai mobil Ayyas yang ditinggalkannya begitu saja.
Karena hilang kendali, mobil itu ditabrak oleh sebuah truk besar yang membuat mobil Fian ringsek tak berbentuk. Fian yang menyaksikan hal tersebut langsung menghentikan mobilnya, dadanya sesak ketika melihat mobil yang dikendarai Ayyas rusak parah.
Orang-orang mulai berdatangan, Fian berusaha menyelamatkan Syena dan Azad, Ayyas sudah meninggal dengan keadaan kepala yang cedera parah.
Syena dan Azad juga parah namun masih hidup, Fian segera membawa mereka ke rumah sakit. Selama di perjalanan, Fian tak kuasa menahan tangisnya, keadaan Syena dan Azad sangat memprihatinkan, hijab biru muda yang syena gunakan kini sudah berubah menjadi warna darah.
Sesampainya di rumah sakit, Syena langsung ditangani oleh dokter begitu pula dengan Azad. Fian menahan kepalanya, semua ini terjadi begitu tiba-tiba untuknya, dia berharap hari ini semua masalahnya selesai namun apa daya, musibah justru datang menghampiri dirinya.
Sudah satu jam berlalu, dokter menyatakan kondisi Azad lumayan parah dan Syena harus menjalani operasi untuk mengeluarkan bayinya. Naima datang sendiri ke rumah sakit, Fian kaget melihat istrinya itu ada di sana sendirian.
"Sayang, kamu baik-baik saja?" Tanya Naima khawatir, Fian tak menjawab, dia hanya diam terpaku melihat Naima.
"Fian, kamu kenapa? Apa yang terjadi?" Tanya Naima.
"Kenapa kamu ada di sini Naima? Anak-anak mana?" Hanya pertanyaan itu yang terlontar dari mulut Fian.
"Anak-anak sedang ada bersama Kak Sonia di rumah, barusan Sonia dan suami serta anak-anak mereka datang berkunjung." Fian langsung memeluk erat Naima, dia tidak tahu lagi harus mengatakan hal apa pada Naima yang jelas saat ini dia sedang hancur.
"Sabar ya sayang, semoga Syena dan anak kalian dilindungi oleh Allah." Fian melepaskan pelukannya dan menatap Naima.
"Kamu? Kamu sudah tau?" Naima mengangguk.
"Tadi pagi Syena mengirimkan pesan padaku, dia menjelaskan semuanya dalam pesan itu dan saat kejadian Ayyas mencegat kalian, Syena kembali menghubungi aku untuk meminta bantuan, makanya aku langsung menghubungi polisi dan sekarang Bang Sean sedang mengurus semuanya bersama polisi."
"Maafkan aku Naima, aku tidak bermaksud untuk membohongimu, sebenarnya aku akan mengatakan hal ini padamu tapi musibah ini datang."
"Sudahlah Fian, kamu tenang lah dulu, lebih baik kita sekarang fokus pada keselamatan Syena dan anak-anak kalian, dia sedang berjuang saat ini." Fian mengangguk, dia menunggu Syena di depan ruang operasi.
...***...
Dua jam berlalu, akhirnya dokter keluar untuk mengabarkan kondisi Syena saat ini.
"Maafkan kami, Dokter Syena tidak bisa kami selamatkan, begitu pula dengan anaknya, keduanya sudah meninggal karena cedera parah dibagian kepala dan perut yang membuat rahim Dokter Syena rusak parah." Fian langsung merosot ke lantai, dia belum bisa menerima semua keadaan ini. Naima berusaha untuk menenangkan Fian, dia memeluk Fian yang kini terdiam dengan air mata yang terus mengalir.
"Bagaimana aku akan memberitahu kedua orang tua Syena? Bagaimana aku akan menjalani semua ini dengan seribu sesalan pada Syena? Aku ini bajingan Naima, aku ini bajingan, aku hanya membuat hidup Syena hancur." Fian menangis dengan histeris, Sean datang dan langsung memeluk adiknya.
"Ada apa ini?" Tanya Sean pada Naima, Naima memberitahu kondisi Syena pada Sean dan Sean begitu memahami apa yang dialami oleh Fian karena dulu dia juga pernah terpuruk saat Sonia dinyatakan meninggal.
*
Fian mengerjapkan matanya, dia melihat ruangan yang dominan putih itu, ya, Fian tadi pingsan dan saat ini dirawat di ruang inap. Sean mengurus semuanya, kedua orang tua Syena juga sudah diberitahu oleh Sean.
Fian membawa langkahnya untuk keluar dan di sana ada Naima.
"Mau kemana Fian?"
"Aku ingin bertemu dengan Syena, dimana dia?"
"Dia ada di kamar jenazah, kami masih mengurus surat-suratnya Fian."
"Tidak mungkin Naima, dia tidak mungkin meninggalkanku, dia pasti hanya koma, dia tidak meninggal, dia tidak akan meninggalkan aku karena dia sangat mencintaiku Naima." Fian kembali menangis, Naima tidak tahu lagi bagaimana menghibur suaminya, dia hanya bisa memeluk Fian untuk menguatkan pria itu.
"Kamu ingin bertemu dengan Syena?"
"Iya, aku ingin bertemu dengannya, aku ingin melihat anak kami, pasti akan sangat lucu dan tampan." Naima menangis melihat kondisi suaminya, Fian seperti orang gangguan jiwa.
Naima membawa Fian ke kamar jenazah, dimana jenazah Syena terbaring lemah dan jenazah bayi Syena yang berada di samping ranjang Syena.
Fian langsung memeluk erat tubuh Syena, melihat wajah pucat itu membuat Fian tak berdaya.
"Kau bohong Syena, kau bilang tidak akan meninggalkan aku, kau bilang akan selalu mendampingiku sampai kita tua nanti, kenapa kau malah meninggalkan aku seperti ini? Apa kau marah padaku? Apa kau begitu sakit sehingga kau memilih untuk meninggalkan aku hah? Jangan begini untuk menghukum aku Syena, tolong jangan seperti ini, aku mencintaimu Syena, aku sangat mencintaimu, tolong bangunlah, aku akan memperkenalkan kamu pada dunia bahwa kau itu istriku, aku akan berlaku adil padamu Syena, tolong bangunlah sayang, aku mohon Syenaaa." Tangisan penyesalan Fian begitu pilu terdengar oleh Naima, Naima bahkan tidak sanggup melihat suaminya menyatakan cinta pada wanita lain, karena selama ini dia hanya tahu kalau Fian itu miliknya.
Naima berlari keluar dari kamar jenazah itu dan bertemu dengan Sean. Sean menahan Naima, dia bisa melihat betapa sakit Naima saat ini.
"Apa yang bisa aku lakukan untuk mengurangi penderitaanmu Naima?" Naima hanya menggeleng, dia bahkan tidak bisa menahan rasa sesak di hatinya saat ini.
"Aku tidak sanggup menemani Fian saat ini, aku ingin pulang, aku ingin pulang." Tangis Naima.
"Kalau begitu pulang lah, biar aku di sini."
"Maafkan aku." Sean mengangguk, dia membiarkan Naima untuk pulang, saat Sean dan Sonia datang ke rumah mereka tadi, Sean diberitahu oleh Naima mengenai pesan dari Syena.
Ketika akan pulang, Naima melintasi ruangan tempat dimana Azad di rawat, dia mendengar kalau Azad tengah menangis dan berusaha ditenangkan oleh perawat. Naima menghentikan langkahnya dan melihat ke dalam ruangan, benar saja, Azad tengah menangis menyebut ibunya.
"Ummaa, sakiitt." Tangis Azad yang membuat Naima tidak tega, tubuh Azad juga dipenuhi dengan luka, Naima masuk.
"Azad." Panggil Naima dengan lembut.
"Umma, umma tubuh Azad sakit umma, Azad mau sama umma." Azad merentangkan tangannya pada Naima, dengan perlahan Naima memeluk Azad dan menciuminya, Azad mulai tenang. Naima menggendong Azad dengan penuh kasih sayang. Azad memang tak sepenuhnya menyadari kalau saat ini dia sedang berada di rumah sakit dan melihat Naima tadi, dia seperti melihat Syena.
"Umma, sakit umma."
"Sabar ya nak, nanti Azad akan segera sembuh ya sayang, sekarang Azad jangan nangis lagi ya."
"Jangan tinggalin Azad ya umma, Azad takut sendiri, tadi saat Azad bangun, umma tidak ada." Naima terisak mendengar perkataan Azad, dia seakan merasa kalau itu adalah Rayyan. Ditambah lagi Azad begitu menyayangi Syena, dia pasti akan sangat terpukul jika mengetahui kalau Syena sudah tiada.
"Umma tidak akan meninggalkan Azad, Azad tidur ya."
"Azad mau dengar umma bacakan surah Ar-Rahman untuk Azad." Naima melantunkan surah Ar-Rahman dengan suara lembutnya hingga membuat Azad tertidur pulas.
"Tabahkan hatiku ya Allah, walaupun berat menerima semua ini tapi memang ini yang harus aku jalani, tabahkanlah hatiku." Doa Naima dalam hatinya, bibirnya terus melantunkan surah Ar-Rahman sampai selesai.
...***...
Sean mendekati Fian yang saat ini masih meratapi kepergian Syena. Dia membiarkan Fian selesai dengan hatinya terlebih dahulu, saat sudah tenang, Sean mendekati Fian.
"Aku berbohong bang, aku membohongi banyak orang dan aku menyakiti dua wanita yang sangat aku cintai. Aku berpikir bahwa aku mampu berbuat adil pada mereka namun nyatanya, malah aku membuat hidup mereka berdua menderita, aku juga pernah berbuat kasar pada kedua istriku bang, terlebih pada Syena." Sean mendengarkan apa yang dikatakan oleh Fian, dia dapat melihat betapa terpukulnya Fian saat ini.
"Aku pernah mengasari dia, melampiaskan emosiku padanya tapi dia masih mau menerimaku, dia masih mencintaiku. Ketika dia merindukan aku, aku tidak bisa berada di sampingnya, dia menjalani semua sendiri bang, tapi dia tetap mencintaiku, dia tidak meninggalkan aku, dia bertahan menjadi istriku. Syena melarangku untuk memberitahu semua orang dengan pernikahan kami untuk menjaga hati Naima dan menjaga rumah tanggaku bersama Naima. Dia tidak banyak menuntut padaku, yang dia inginkan hanyalah aku berada di dekatnya dan Azad, aku sudah menyia-nyiakan istriku bang, aku sangat berdosa padanya." Sean merangkul adiknya itu, dia memeluk Fian dengan erat.
"Kata sabar tidak akan bisa menyembuhkan luka mu Fian, menangislah sesukamu dan lepaskan semua rasa sakitmu melalui tangisan. Semuanya sudah terjadi, tugasmu saat ini hanyalah menjaga hubungan yang masih tersisa, bukankah Syena ingin rumah tanggamu dengan Naima baik-baik saja? Wujudkanlah hal itu Fian, bangkit dan bina kembali rumah tanggamu dengan baik, jangan sampai Naima juga kembali tersakiti dengan kau terus menangisi Syena seperti ini." Perkataan Sean bisa diterima oleh Fian, dia menghapus air matanya dan menatap kedua jenazah itu, jenazah Syena dan juga anak laki-laki mereka.
"Kau benar bang, aku harus kembali memperbaiki semuanya. Dimana Naima?"
"Dia tadi pulang, dia butuh waktu untuk menerima semua ini."
"Aku ingin menemui Azad dulu."
"Ayo."
Mereka berdua menuju ke ruangan dimana Azad di rawat, betapa tersentuhnya hati Fian ketika melihat Naima tertidur sambil memeluk Azad yang juga memeluk Naima. Fian dan Sean saling pandang, Fian mendekati anak dan istri pertamanya itu.
"Aku yakin, Naima pasti akan menerima kau kembali Fian, percayalah, dia sangat mencintaimu." Fian mencium kening Naima dan pipi Azad.
"Allah masih baik padaku, mungkin semua ini teguran dari-Nya untukku." Sean hanya bisa menepuk pundak Fian untuk menguatkannya, Sean juga tak kuasa menahan tangisnya karena dia juga memiliki istri luar biasa seperti Sonia.
...***...