Balas dendam seorang perempuan muda bernama Andini kepada mantan suaminya yang pergi karena selingkuh dengan janda muda kaya raya.
Tapi balas dendam itu tidak hanya kepada mantan suaminya, melainkan ke semua lelaki yang hanya memanfaatkan kecantikannya.
Dendam itu pun akhirnya terbalaskan setelah Andini membunuh dan memutilasi semua pria yang coba memanfaatkannya termasuk mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Sandy dengan amarah yang besar langsung bergegas pergi pulang menuju rumah Lita. Sementara Jaka yang mengetahui langsung mengikutinya seperti biasa dari belakang.
Sampai akhirnya Sandy sampai di rumah. Dia langsung masuk menuju ke arah kamar ke arah sebuah lemari.
Di sini Sandy mencari barang-barang berharga milik Lita, tapi sialnya semua barang berharga milik Lita yang Sandy ketahui sudah tidak di simpan di lemari itu lagi.
Sepertinya Lita sudah tau apa yang akan di lakukan oleh Sandy, dia sudah mempersiapkan semua itu.
"Ah, brengsek!"
Ucap Sandy sambil mengacak-acak seluruh isi lemari karena tidak menemukan satu pun barang berharga hanya sisa pakaian yang berada di lemari tersebut.
Sandy kini duduk di atas tempat tidur sambil merenung menaruh satu tangannya di atas dagu.
"Brengsek si Lita ternyata dia tak sebodoh yang aku kira."
Ucap Sandy sambil menendang salah satu pakaian yang jatuh di depan kakinya
Tapi Sandy sudah tidak bisa menemukan ide apapun lagi di sini. Pikirannya sudah buntu karena sudah bercampur dengan emosi.
Sandy hanya bisa membawa barang-barangnya yang dia perlukan seperti pakaian dan sebagainya. Dia memasukannya ke dalam sebuah backpack kemudian membawanya ke luar rumah.
Sandy pun beranjak pergi dari rumah itu, dia mencoba memesan taksi online di handphonenya karena dia sudah tidak boleh membawa mobil yang sering dia pakai setiap hari. Tapi mata Sandy tiba-tiba tertuju ke arah Jaka yang berada di kejauhan sana.
Karena Jaka memakai setelan ojek online, Sandy pun memanggil Jaka dari kejauhan sambil melambaikan tangan.
"Nah loh dia manggil gue, gimana ini ya? Apa dia sudah mulai curiga sama gue?"
Jaka sempat merasakan takut dalam hatinya, tapi dia tak panik malah sedikit berpikir.
"Tapi kayanya dia mau pergi deh bawa tas gede kaya gitu, mungkin dia perlu tumpangan kali ya?"
Ucap Jaka dalam hatinya sambil menenangkan dirinya sendiri.
Karena takut Sandy jadi curiga, Jaka pun langsung menghampiri Sandy dengan perasaan yang sedikit takut.
Setelah mendekat ke arah Sandy, Jaka pun langsung di tanya.
"Bang lagi ngojek kan?"
Tanya Sandy yang membuat hati Jaka sedikit tenang akan pertanyaan tersebut.
"Em iya Mas, kenapa ya?"
"Antar saya bisa? Saya lagi buru-buru soalnya."
"Em iya bisa, yaudah naik saja Mas."
Tanpa ragu Jaka langsung menyuruh Sandy naik, karena dia jadi tidak perlu mengikutinya lagi.
Sandy pun langsung memakai helm yang di kasih Jaka, kemudian dia naik ke atas motor.
"Tujuannya kemana nih Mas?"
Tanya Jaka sebelum berangkat.
"Ke situ ke apartemen Green park. Tahu kan?"
"Oh, oke deh saya tahu."
"Yaudah berangkat sekarang, agak cepat ya!"
"Oke siap."
Mereka berdua pun akhirnya berangkat.
Jaka dan Sandy tidak berbicara banyak di perjalanan, karena Sandy juga menyuruh Jaka untuk cepat mengantarnya ke apartemen.
Sampai akhirnya pun Jaka sudah sampai mengantar Sandy di lobby apartemen.
"Makasih ya Mas, ini ongkosnya. Kembaliannya ambil saja!"
Ucap Sandy sambil memberikan uang seratus ribu rupiah dan mengembalikan helm yang di pakainya.
"Iya sama-sama."
Jawab Jaka sambil menerima uang tersebut.
Setelah Sandy masuk ke dalam, Jaka bukannya pulang malah menaruh motornya di parkiran. Dia kembali memantau Sandy dari luar sambil memberikan kabar terbarunya kepada Andini lewat telfon.
"Mbak Andin Saya sekarang sedang di apartemen, Sandy tadi tiba-tiba saja pulang tadi dari kantornya. Kemudian dia pulang ke rumah tapi tidak lama hanya membawa tas yang lumayan besar. Setelah itu dia menuju apartemen yang Fika tempati, bahkan saya sendiri yang mengantar Sandy menuju apartemen, karena saya di kiranya ojek beneran waktu memantau Sandy di depan rumah."
"Hmm. Jangan-jangan dia mau kabur ya? Kamu memang nggak ngobrol sama dia waktu di perjalanan?"
"Em enggak mbak, saya takut salah ngomong malah saya tadi gemeteran sepanjang jalan. Dia juga menyuruh saya buru-buru untuk mengantarnya."
"Hmm kamu ini. Yaudah kamu pantau saja dulu ya, nanti kabarin saya segera kalau Sandy keluar dari tempat itu jangan sampai kecolongan ya Jaka karena kita sudah nggak bisa memantaunya lagi lewat GPS."
"Baik mbak, mata saya fokus ke lobby ko ini."
"Bagus deh kalau begitu, yaudah saya mau lanjut kerja dulu ya Jaka kalau ada apa-apa telpon aja langsung."
"Ok baik mbak Andin siap."
Setelah menerima telpon dari Jaka, Andini berbicara dalam hatinya.
"Sepertinya waktuku sudah tidak lama, aku harus sesegera mungkin menemui Sandy minimal hari ini. Hmmm."
Andini pun memberanikan dirinya untuk menghubungi Sandy lewat telfon. Dia menelfon di tempat yang sepi di belakang warung makan.
Tut tut tut
Suara telfon agak lama di angkat oleh Sandy, tapi akhirnya dia mengangkat telfon dari Andini.
"Hallo! siapa nih?"
Tanya Sandy dengan nada penasaran.
"Ini aku Mas, Andini mantan istrimu."
"Andini?"
Ucap Sandy yang sedikit heran kenapa tiba-tiba Andini menelponnya.
"Iya ini aku Andini."
"Mau apa kamu menelfon, tumben-tumbenan. Bukannya kamu sudah nggak mau mengenal Mas lagi?"
"Em, maafin aku Mas. Mas kita bisa ketemu nggak, aku butuh bantuanmu saat ini. Aku nggak tahu harus meminta bantuan sama siapa lagi selain sama kamu."
Dengan nada pura-pura ketakutan Andini meminta untuk bertemu dengan Sandy.
"Kamu kenapa Din? kamu sekarang di mana?"
Tanya Sandy yang sedikit khawatir.
"Aku ada di rumah kost, aku ingin ketemu Mas sama kamu, apa kamu bisa?"
"Hmm. Yaudah tapi saya nggak bisa menemui mu ke sana, kalau mau kamu ke sini saja ke apartemenku, soalnya aku sedang ada urusan di sini nggak bisa aku tinggal. Gimana?"
"Ya sudah nggak papa, kamu kirim alamatnya saja nanti saya ke sana."
"Baiklah kalau begitu, apa perlu saya menyuruh orang untuk menjemputmu?"
"Nggak mas nggak perlu, saya berangkat sendiri saja, mungkin nanti sore saya ke sana."
"Yaudah kalau gitu, nanti kabari Mas saja ya nggak usah ragu."
"Iya, makasih ya Mas sebelumnya. Maaf sudah merepotkan."
"Iya sama-sama Andini, udah lah lupakan saja kamu nggak perlu sungkan ya."
"Iya Mas."
"Yaudah nanti telfon Mas lagi saja ya, Mas sedang ada urusan soalnya."
"Hmm yaudah kalau begitu, maaf ya Mas aku jadi ganggu."
"Iya nggak papa santai saja."
Telfon pun mati. Andini sedikit tenang akhirnya masih bisa menemui Sandy. Karena Andini menyangka Sandy bakalan sesegera pergi dari kota ini.
"Sore ini aku harus berangkat, aku harus segera minta izin sama Bude karena nggak mungkin bisa sampai malam berada di sini."
Ucap Andini sambil menggenggam handphonenya.
bisa saja. semangat./CoolGuy/
padahal di simpan disitu terus.
selama saya di perantauan, sakit di paksain sehat, lapar di paksain kenyang, ngantuk di paksain semangat,ada masalah di pendam, uang yang gak cukup di cukupin, dan berbagai hal lain./Frown/
tapi walaupun begitu saya mendukung Andini bijak, dan jujur tapi tidak terkejut juga karena alasan nya sama dengan saya.
tapi kecepetan alurnya, moga aja bisa sampe ratusan Bab./CoolGuy/