Alena Ricardo sangat mencintai seorang Abian Atmajaya, tidak peduli bahwa pria itu kekasih saudara kembarnya sendiri. Hingga rela memberikan kehormatannya hanya demi memiliki pria itu.
Setelah semua dia lepaskan bahkan dibuang oleh keluarga besarnya, Alena justru harus menghadapi kemarahan Abian. kehidupan rumah tangganya bagaikan di neraka, karena pria itu sangat membencinya.
Akankah Alena menemukan kebahagiaannya? Dan akankah Abian menyesali apa yang selama ini diperbuatnya, setelah mengetahui rahasia yang selama ini Alena simpan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy tree, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 34
Setelah selesai makan malam, Alena bergegas masuk ke dalam kamar, merebahkan dirinya di atas tempat tidur sambil menangis setelah apa yang terjadi di ruang makan tadi.
Bagaimana dia tidak menangis saat Abian kembali menorehkan luka dihatinya yang belum mengering setelah kejadian tadi siang, dengan luka yang baru saat suaminya itu bermesraan bersama Sekar. Bahkan Abian tidak segan-segan mengecup mesra bibir wanita ****** itu tepat di depan matanya.
"Kau jahat Bian, jahat!" teriak Alena dengan tangis yang keras, meluapkan semua sesak yang sejak tadi ditahannya. "Kalau wanita itu Alana hatiku masih bisa menahannya, tapi tidak dengan wanita lain," isak nya dengan berderai air mata. Kalau saja tidak mengingat dirinya sedang mengandung, Alena pasti sudah menyerang Sekar dan menyeret wanita itu keluar dari rumah. "Kali ini kau sudah benar-benar keterlaluan."
Alena yang terus menangis sepanjang malam, sampai tertidur dengan air mata yang membekas di kedua pipinya. Bahkan tidurnya begitu lelap, hingga tidak menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam kamarnya.
Seseorang itu tidak lain dan tidak bukan, Abian Atmajaya. Ya, seperti malam sebelumnya dia masuk ke dalam kamar Alena, saat wanita itu sudah tertidur dengan lelap. Hanya untuk sekedar memejamkan kedua matanya beberapa jam, lalu kembali ke dalam kamar pribadinya sebelum Alena terbangun.
"Aku tidak mengerti kenapa hanya di dekat mu, baru bisa tertidur dengan nyaman tanpa rasa pusing sedikit pun," gumam Abian dalam hati sambil menatap wajah Alena.
Di saat itu lah Abian baru menyadari wajah cantik itu habis menangis, terlihat dari sisa air mata yang belum mengering di sekitar mata Alena. Sudah dapat dipastikan penyebab wanita itu menangis, karena perbuatannya yang mengecup Sekar saat makan malam tadi.
Dengan perasaan penuh rasa bersalah, Abian mengusap wajah Alena dengan perlahan. "Maafkan aku Alana, sudah menyakiti saudara kembarmu." gumamnya sambil terduduk memegang tangan Alena, memejamkan mata dan ikut masuk kedalam mimpi.
*
*
Keesokan harinya.
Tidak seperti pagi bisanya, setelah bangun tidur Alena hanya berdiam diri di dalam kamar. Dia tidak mau keluar kamar sedikitpun, karena tidak ingin kejadian saat makan malam tadi terulang kembali. Sudah cukup hatinya sakit saat melihat pria yang dicintainya mengecup bibir wanita lain, dan jika sampai itu terjadi lagi Alena tidak yakin bisa menahan dirinya untuk menyerang Sekar.
Setelah memastikan Abian dan wanita ****** itu keluar dari rumah, baru Alena keluar kamar untuk sarapan karena sejak tadi perutnya terasa lapar. Bagaimana tidak lapar saat makan malam, dia hanya bisa memasukkan beberapa sendok makan.
"Akhirnya kau keluar juga."
Alena menghentikan langkahnya, menatap wanita yang tengah duduk di atas sofa dengan wajah yang terkejut. Dia tidak menyangka Sekar masih berada di rumah, karena berpikir wanita itu berangkat kerja bersama Abian.
"Jangan terkejut seperti itu," Sekar berdiri dari tempat duduknya, berjalan menghampiri Alena dengan tersenyum. "Kebetulan hari ini aku sedang libur, jadi kita punya kesempatan untuk berbicara."
"Ck, aku malas berbicara dengan wanita ****** sepertimu!" Alena hendak berlalu dari tempat tersebut.
"Pantas saja Abian tidak pernah bisa mencintaimu, sampai memilih untuk menikah lagi," sindir Sekar.
Membuat Alena menghentikan langkahnya. "Apa maksudmu?"
"Kau pasti paham apa maksudku," Sekar tersenyum sinis. "Tadinya aku pikir bisa berbicara baik-baik denganmu, tapi sekarang aku tidak akan basa-basi lagi. Setelah kami menikah, lebih baik kau pergi dari rumah ini! Kalau tidak aku yang akan membuatmu pergi dengan caraku," ucapnya dengan tegas dan tajam.