abella dan sembilan teman dekatnya memutuskan untuk menghabiskan liburan musim dingin di sebuah kastil tua yang terletak jauh di pegunungan. Kastil itu, meskipun indah, menyimpan sejarah kelam yang terlupakan oleh waktu. Dengan dinding batu yang dingin dan jendela-jendela besar yang hanya menyaring sedikit cahaya, suasana kastil itu terasa suram, bahkan saat siang hari.
Malam pertama mereka di kastil terasa normal, penuh tawa dan cerita di sekitar api unggun. Namun, saat tengah malam tiba, suasana berubah. Isabella merasa ada yang aneh, seolah-olah sesuatu atau seseorang mengawasi mereka dari kegelapan. Ia berusaha mengabaikannya, namun semakin malam, perasaan itu semakin kuat. Ketika mereka semua terlelap, terdengar suara-suara aneh dari lorong-lorong kastil yang kosong. Pintu-pintu yang terbuka sendiri, lampu-lampu yang padam tiba-tiba menyala, dan bayangan gelap yang melintas dengan cepat membuat mereka semakin gelisah.
Keesokan harinya, salah satu teman mereka, Elisa, ditemukan t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Malam Tanpa Akhir
Isabella merangkak di lantai batu yang dingin, tubuhnya lemah dan berlumuran debu serta darah. Ledakan yang menghancurkan aula besar tadi masih terasa di telinganya. Gema itu seolah mengingatkan bahwa Marco, salah satu orang yang berjuang bersamanya, sudah pergi untuk selamanya.
“Marco...” bisiknya pelan, air matanya menetes di pipi.
Tapi dia nggak bisa berhenti. Dia harus terus bergerak. Kastil ini bukan tempat untuk berhenti meratapi nasib. Di setiap sudutnya, kematian seolah mengintai, menunggu dia lengah.
Langkah kakinya terhenti di depan sebuah pintu kayu besar yang terlihat berbeda dari pintu lainnya. Di atasnya, ada simbol aneh yang terukir, seperti mata yang dikelilingi api.
“Apalagi ini?” Isabella bergumam, menatap ukiran itu dengan bingung.
Dia mengumpulkan keberanian untuk membuka pintu tersebut. Saat pintu itu berderit terbuka, angin dingin langsung menyambutnya, membawa aroma anyir yang membuatnya hampir muntah.
Di dalamnya, terdapat sebuah ruangan besar yang dipenuhi lilin-lilin yang menyala redup. Di tengah ruangan, sebuah meja batu besar berdiri, dikelilingi oleh simbol-simbol misterius.
---
Pusat Teror Kastil
Isabella mendekati meja batu itu dengan langkah hati-hati. Di atasnya, ada sebuah buku tua yang terlihat sangat usang, dengan halaman-halaman yang penuh coretan simbol aneh dan teks yang nggak dia pahami.
“Ini apa, sih?” Isabella memegang buku itu dengan ragu. Tapi sebelum dia sempat membukanya, suara langkah kaki terdengar dari belakangnya.
Dia berbalik cepat, menggenggam buku itu erat-erat. Dari kegelapan, sosok pria bertopeng yang berbeda muncul. Topengnya terbuat dari besi, dengan detail menyeramkan yang membuatnya tampak seperti iblis.
“Jadi, lo udah sampai di sini,” suara pria itu terdengar dingin, hampir tanpa emosi.
“Siapa lo? Apa yang lo mau?!” Isabella berteriak, mencoba menahan rasa takutnya.
Pria itu melangkah lebih dekat, mengacungkan sebuah pedang panjang yang ujungnya masih meneteskan darah. “Apa yang gue mau? Gue cuma melanjutkan apa yang udah dimulai di kastil ini sejak lama.”
Isabella mundur beberapa langkah. “Lo gila! Lo udah bunuh teman-teman gue! Buat apa semua ini?”
Pria itu tertawa kecil, suara tawanya menggema di seluruh ruangan. “Ini bukan soal lo atau teman-teman lo. Ini soal sesuatu yang jauh lebih besar. Dan lo cuma pion kecil dalam permainan ini.”
---
Pertarungan di Tengah Keputusasaan
Sebelum Isabella sempat merespons, pria itu langsung menyerang. Pedangnya meluncur cepat ke arahnya, tapi Isabella berhasil menghindar di detik terakhir.
Dia melempar buku tua itu ke arah pria tersebut, mencoba mengalihkan perhatiannya. Tapi pria itu terlalu cepat. Dengan satu tebasan, buku itu terbelah dua, dan pria itu kembali menyerang Isabella.
Dia mundur, mencoba mencari senjata atau apa pun yang bisa dia gunakan untuk bertahan. Tapi ruangan itu hampir kosong, kecuali lilin-lilin kecil yang menyala di sekitar meja batu.
Ketika pria itu mengangkat pedangnya lagi, Isabella mengambil salah satu lilin dan melemparkannya ke wajah pria tersebut. Api kecil itu membakar ujung topengnya, membuat pria itu mundur sambil menggeram marah.
“Lo pikir api sekecil itu bisa ngelawan gue?” pria itu berkata dengan nada mengejek, tapi Isabella memanfaatkan momen itu untuk lari ke arah pintu.
Namun, sebelum dia sempat keluar, pintu itu tertutup dengan sendirinya.
“Lo nggak akan bisa kabur, Isabella. Lo udah terjebak di sini.”
---
Rahasia Tersembunyi
Isabella menatap sekeliling ruangan, mencoba mencari jalan keluar. Pandangannya tertuju pada simbol aneh di lantai, yang mulai bersinar merah samar.
“Apa-apaan ini?” Isabella bergumam, tubuhnya mulai gemetar.
Pria bertopeng itu tertawa lagi. “Itu adalah inti dari kastil ini. Dan lo, Isabella, adalah kunci terakhirnya.”
“Kunci terakhir? Maksud lo apa?!” Isabella berteriak, tapi pria itu nggak menjawab.
Sebaliknya, dia hanya mengangkat tangannya, dan dari lantai yang bersinar itu, muncul bayangan-bayangan hitam yang bergerak seperti asap hidup. Mereka mengelilingi Isabella, mendekatinya dengan cepat.
Isabella mencoba melawan, tapi setiap kali dia menyentuh bayangan itu, tubuhnya terasa seperti terbakar.
“Apa yang lo lakuin ke gue?!” Isabella berteriak putus asa.
Pria bertopeng itu mendekat, pedangnya masih terangkat. “Lo nggak bisa lari lagi. Kastil ini udah memilih lo. Lo adalah bagian terakhir dari ritual ini.”
---
Harapan di Tengah Kegelapan
Tepat ketika Isabella merasa semuanya sudah berakhir, suara lain terdengar dari pintu. Itu suara dentuman keras, seperti seseorang mencoba menghancurkan pintu dari luar.
“ISABELLA!” Itu suara... Mia!
Isabella merasa lega sejenak. Mia masih hidup!
Pintu itu akhirnya terbuka dengan keras, dan Mia muncul dengan wajah penuh darah dan luka. Tapi dia nggak sendiri. Di tangannya, dia membawa senjata api yang dia temukan entah di mana.
“Lo jangan sentuh temen gue!” Mia berteriak sambil menembakkan peluru ke arah pria bertopeng itu.
Peluru itu menghantam bahunya, membuatnya mundur beberapa langkah. Isabella memanfaatkan momen itu untuk melarikan diri ke arah Mia.
“Mia, gue pikir lo udah mati!” Isabella berkata sambil memeluknya.
“Gue nggak semudah itu mati,” Mia menjawab, napasnya terengah. “Tapi kita harus keluar dari sini sekarang juga!”
Mereka berdua berlari keluar dari ruangan itu, meninggalkan pria bertopeng yang masih berdiri di tengah simbol bersinar. Tapi Isabella tahu, ini belum selesai. Kastil ini masih memiliki rahasia lain yang belum terungkap.
Dan mereka masih jauh dari selamat.