Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.
Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.
akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mencoba
"Terimakasih, aku tidak tahu harus mengatakan apa. Tapi aku ingin mengucapkan terimakasih atas apa yang telah kamu berikan padaku. Aku-"
"Lupakan saja."
Sebelum mas Bara mengatakan lebih jauh aku segera memotong ucapannya. Aku tahu kebimbangan yang terjadi didalam dirinya. Kejadian semalam merupakan kejadian yang terjadi diluar keinginanku begitupun dengan dia. Aku yakin dia juga tidak mengharapkan itu terjadi tadi malam. Apalagi dia yang memiliki kekasih pasti saat ini ia bingung ia harus mengatakan apa padaku. Aku cukup mengerti posisinya.
"Lupakan?" Ia menatapku penuh tanya.
"Ya. Anggap saja tak pernah terjadi apapun diantara kita. Dan mas tak perlu merasa bersalah padaku, karena mas tidak salah disini."
"Tapi bagaimana dengan sesuatu yang sangat berharga didalam dirimu yang telah kuambil?"
Dia melihat kearah seprai, disana terdapat noktah merah miliku yang tertinggal semalam. Sejenak aku tertegun mengingat jika saat ini aku sudah tidak perawan lagi. Aku memejamkan mata menguatkan hatiku.
"Itu biar menjadi urusanku. Mas tak perlu mengingatnya lagi."
"Tidak May. Tidak bisa seperti itu. Bagaimanapun semalam kamu telah merelakan dirimu untukku. Aku tidak bisa melupakannya begitu saja. Aku akan bertanggung jawab May."
"Bertanggung jawab? Bertanggung jawab seperti apa mas?" Kuberanikan menatap matanya. Ia nampak kebingungan.
"Sudah lah mas. Lupakan. Akupun akan melupakannya. Kita akan tetap pada kesepakatan kita. Dan setelah kesepakatan itu selesai maka kita akan berjalan di jalan kita masing-masing." Ia menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan.
"Bisakah kita lupakan kesepakatan itu?" Tatapannya begitu dalam. Membuatku tak mengerti dengan apa yang ia maksud.
"Maksud mas?"
"Ya kita jalani pernikahan ini dengan nyata. Pernikahan yang sesungguhnya, bukan pernikahan dengan sebuah kesepakatan." ucapannya membuatku menatap matanya untuk mencari keseriusan disana. Aku kembali teringat dengan mbak ana. Tidak, pernikahan ini takkan pernah berjalan baik jika kedua hati masih sama-sama dimiliki oleh orang lain.
"Tidak mas. Aku tidak bisa. Pernikahan kita takkan berjalan dengan baik jika didalam hati kita masih terisi oleh orang lain. Dan mas tak perlu merasa keberatan gara-gara kejadian semalam. Biarkan aku yang menanggungnya."
"Apa kamu memiliki kekasih?" Pertanyaan mas Bara membuatku kembali teringat pada kak Satria. Aku memang memiliki kekasih, tapi apakah dia masih mau jika mengetahui aku sudah tidak utuh lagi.
"Kamu diam, berarti kamu memiliki kekasih. Apakah kekasihmu masih mau menerimamu andai ia tahu kalau kamu sudah-" mas Bara menghentikan ucapannya.
"Ini kesalahanku Mayra. Jadi ijinkan aku bertanggung jawab padamu. Tolong beri aku waktu untuk menyelesaikan semuanya. Setelah ana kembali nanti, aku akan menyelesaikan hubunganku dengannya."
Mas Bara menggenggam tanganku. Disini aku merasa jika aku hanya menjadi penghalang diantara mereka saja. Hanya demi mempertanggung jawabkan perbuatannya padaku, mas Bara sampai harus melepaskan cintanya. Tapi ucapan mama kemarin kembali terus terngiang didalam pikiranku. Apakah ini yang harus aku lakukan sekarang. Menjalani pernikahan ini dengan nyata, sehingga semua keluarga benar-benar merasakan kebahagiaan yang nyata.
"Please beri aku kesempatan. Aku janji akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu." Tatapan mas Bara terlihat tulus. Sejenak aku memejamkan mata. Mungkin aku memang harus mencobanya. Akupun mengangguk.
"Beneran kamu mau?" Ia kembali bertanya dengan binar dimatanya. Sontak aku menggeleng membuat ia kembali lesu. Kemudian aku kembali mengangguk. Iapun kembali tersenyum dan langsung memelukku.
"Terimakasih. Aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu."
Ia melerai pelukannya dan terus tersenyum dengan kembali menyuapiku.
"Untuk sekarang kita jalani saja apa adanya. Dan untuk kesepakatan itu, aku ingin kesepakatan itu tetap berlaku. Kita tidak tahu kan kedepannya akan seperti apa. Bisa saja mas Bara berubah pikiran disaat mbak ana pulang nanti. Aku takut aku akan kecewa. Jadi biarkan semuanya mengalir seperti air." Ucapanku membuat ia kembali menatapku, ia seolah mencari sesuatu didalam mataku.
"Aku akan berusaha mendapatkan hatimu May. Jadi jangan tutup hatimu untukku. Aku akan buktikan kalau perkataanku itu serius." Ia menatapku dalam.
Aku tak tahu dengan hatiku saat ini, akupun bingung mengartikan perasaanku. Namun satu yang pasti, aku dengan tak sadar sudah berharap lebih padanya.
Setelah cukup lama berbincang akhirnya kamipun pulang. Untung saja mas Bara sudah menyiapkan pakaian baru untukku.
"Bella itu siapa mas?"Di tengah perjalanan aku mencoba memecah keheningan.
"Dia model, sama seperti ana."
"Apa mas memiliki hubungan spesial dengannya?" Nampak ia tersenyum tipis.
"Sebenarnya tidak. Tapi dia ingin sekali menjadi simpananku."
"Kenapa mas tolak? Bukankah lumayan." Ia menatapku dengan tersenyum lalu menyentil keningku pelan.
"Dia itu teman ana. Mana mungkin aku menduakannya dengan temannya sendiri."
Jadi kalu bukan teman mbak ana mas Bara mau? Aku tak mengatakan pertanyaan itu padanya. Karena aku merasa tersinggung. Bukankah tanpa sengaja aku telah bersedia menjadi yang kedua untuknya.
"Teman? Kenapa bisa seorang teman makan pacar temannya sendiri?"
"Ya gak tahu. Namanya juga wanita. Mana ada wanita yang tahan dengan pesonaku yang tampan dan gagah ini. Ya kan?" Ia tersenyum dengan menaik turunkan alisnya menatapku.
"Iish pede banget. Gak semua wanita ya. Contohnya aku."
"Yakin? Aku gak percaya." Ia tersenyum tipis melihatku. "Semalam saja kamu terus mendesah nikmat dibawah kungkunganku."
Blush. Ah pipiku jadi memanas mengingat itu.
"Ish mas Bara. Aku kan terpaksa."
"Terpaksa tapi menikmatinya juga kan?" Ia kembali menggodaku.
"Iiish enggak." Aku membuang muka melihat kearah jendela. Cukup lama kami terdiam.
"Aku heran kenapa seorang Barata Yudha yang pintar bisa terperangkap dalam jebakan Bella." Aku kembali penasaran dan bertanya.
"Bella mengirimkan foto ana padaku. Disana Ana terlihat sedang bermesraan dengan seorang pria. Dia juga mengatakan jika dia punya informasi penting yang sayang bila aku lewatkan. Hingga ia menyuruhku mendatangi tempat itu. Yeah karena kelalaianku memang, aku tak sadar jika ada yang memukulku dari belakang. Hingga akupun pingsan dan saat sadar aku sudah ada di kursi itu dengan keadaan terikat. Ternyata disaat aku tidak sadar, Bella sudah menyuntikkan obat perangsang padaku. Dia sedikit menggodaku namun yang tak ku mengerti dia malah menyuruhmu datang kesana. Sepertinya dia memang sengaja menjebak kita. Tapi apa untungnya buat dia?"
"Mungkin dia ingin merusak hubungan mas dengan mbak ana?"
"Bisa jadi."
Lama berbincang membuatku tak sadar jika kami sudah sampai dirumah.
Turun dari mobil, mas Bara langsung memangku tubuhku layaknya orang sakit.
"Mas. Turunin ihhh. Malu mas." Aku kembali mengalungkan tanganku di lehernya dan menyembunyikan wajahku di dada bidangnya.
"Malu sama siapa sih? Bi sumi juga pasti ngerti kok." Ia terus berjalan dengan wajah tersenyum tampan. Ah sepertinya aku benar-benar sudah teracuni oleh ketampanannya.
Mas Bara membaringkanku diatas kasur di kamarku. Tak sengaja pandangan kami kembali bertemu, oh tuhan jantungku. Sepertinya jantungku sudah tidak sehat sekarang.
Cup
Ia mengecup keningku pelan.
"Beristirahatlah. Kalau butuh apa-apa tinggal telepon hmm?" Aku mengangguk. Mas bara mengusap kepalaku lembut kemudian berlalu keluar.
Setelah kejadian itu sikap mas Bara berubah menjadi begitu manis padaku. Sepertinya pertahananku untuk tidak akan jatuh cinta padanya mulai goyah. Bahkan tanpa diminta aku mulai belajar masak pada bik sumi.
Sepertinya ucapan mama Arum mulai mempengaruhiku. Aku seolah seperti sedang berusaha untuk menjadi istri yang baik untuknya.