Apa hal tergila yang terjadi di hidup Jessica kecuali saat suaminya berselingkuh selama tiga tahun dengan istri Noel, sahabatnya sendiri. Sementara itu di saat dia menyandang status janda cantik berkarir cemerlang, ada beberapa kandidat yang bersedia menggantikan posisi mantan suaminya:
1. Liam, sahabat sekaligus pernah menjadi pacarnya saat kuliah selama dua tahun. Greenflag parah! Jessica belum ngomong aja dia udah paham saking pekanya!
2. Noel, sahabat yang jadi korban sama seperti Jessica. Istrinya diembat suami Jessica loh!! plusnya dia punya anak cantik dan menggemaskan bernama Olivia. Jessica ngefans berat sama nih bocil~♡
3. Ferro, pengusaha kaya raya, tajir melintir, suka sama Jessica dari pandangan pertama. Rela apa aja demi membuat senang Jessica, tentunya dengan uang, uang dan uaaaang ^^
4. Delon, cinta pertama Jessica di saat SMP. Dulu Jessica saat masih aura gerhana diputusin saat lagi bucin-bucinnya. Sekarang tuh cowok balik lagi setelah Jessica punya aura subuh!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon agen neptunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11: One Night Stand
Liam menyadari bahwa Jessica butuh sesuatu yang lebih dari sekadar percakapan. Ia butuh pelarian, sesuatu yang bisa mengalihkan pikirannya dari rasa sakit yang menghantuinya.
“Aku akan temani kamu ke bar tapi kamu harus janji satu hal sama aku,” kata Liam sambil menyetir mobil.
“Apa?” tanya Jessica tak semangat.
“Kita bisa minum sedikit, tidak boleh sampai mabuk parah. Oke?”
Jessica menatapnya sejenak, lalu mengangguk. “Baiklah, mungkin itu ide yang bagus.”
“Aku hanya tidak ingin kamu pusing saat masuk kerja besok.” Liam menjelaskan alasannya.
“Hm.” Jessica menjawab dengan enggan sambil menatap jalan lewat jendela pintu mobil.
“Kamu yakin kita berdua saja ke bar?”
“Jangan gila, deh. Kalau sekarang aku melihat wajah Noel, sepertinya tanganku tidak akan bisa menahan untuk menghajar wajahnya,” rutuk Jessica.
Liam mengangguk paham. Saat ini Noel adalah mangsa terlezat Jessica untuk meluapkan segala emosinya.
“Besok kalau aku memukulnya, kamu jangan ikut campur,” pesan Jessica.
“Bagaimana kalau saat aku tidak ada di kantor saja? Supaya Noel tidak minta perlindungan dariku. Kebetulan besok aku harus bertemu klien di luar,” usul Liam.
“Ide bagus.”
Liam tersenyum dan kembali fokus menyetir menuju bar yang lumayan sering mereka datangi.
***
Bar itu tidak terlalu ramai, dan suasana di dalam cukup nyaman. Liam memesan minuman untuk mereka berdua, berharap bisa membuat Jessica merasa lebih baik.
Jessica mengangkat gelasnya, menatap isinya sebelum meminumnya dalam satu tegukan. “Thanks, Liam. I really need this.”
Liam hanya tersenyum dan mengangguk. Ia terus memantau Jessica, memastikan bahwa dia baik-baik saja meski hatinya terasa berat melihat sahabatnya yang terluka begitu dalam.
Satu gelas, dua gelas, tiga gelas. Minuman demi minuman terus mengalir, dan Jessica mulai merasakan efeknya. Kepalanya mulai ringan, dan bibirnya sedikit tersenyum meski matanya masih penuh kesedihan.
“Mengapa ini semua terjadi padaku, Liam?” tanyanya, suaranya sedikit bergetar. “Aku sudah mencoba yang terbaik, tapi kenapa semuanya malah berantakan? I feel like the unluckiest person in the world.”
Liam menghela napas. “Jessica, kamu adalah orang yang kuat. Kamu sudah melalui begitu banyak, dan kamu masih berdiri. Itu sudah menunjukkan betapa luar biasanya dirimu.”
Jessica menatap Liam dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Tapi aku lelah, Liam. Aku lelah merasa sakit setiap hari. Dan sekarang, Alesha hamil dengan anak dari suamiku yang dulu. Aku merasa seperti dunia ini tidak adil.”
Liam meraih tangan Jessica, menggenggamnya dengan lembut. “Jess, kamu berhak merasa marah dan sedih. Tapi jangan biarkan itu menghancurkanmu. Kamu lebih kuat dari ini.”
Mata Jessica berkabut oleh air mata yang tertahan. “Aku tahu, tapi... nggak mudah, Liam. Sangat sulit.”
Liam memutuskan bahwa sudah waktunya untuk menghentikan minuman mereka. “Come on, Jess. Kita pergi dari sini. Aku akan mengantarmu pulang.”
“Boleh sebentar lagi?” tawar Jessica.
“Kamu sudah sangat mabuk, Jess.”
“Kita baru satu jam disini.”
“Kata siapa? Kita sudah dua jam lebih, Jessica.” Liam memastikan sambil melihat jam tangannya.
“Mmmmh … aku nggak mau pulang,” tolak Jessica sambil merengek seperti anak kecil.
“Jess, tadi kamu janji bakalan nurut apa kata aku kan?” Liam mengingatkan lagi janji Jessica ketika mereka masih di rumah.
Jessica akhirnya mengangguk pelan, mengikuti Liam keluar dari bar. Namun, langkahnya terhuyung-huyung, menunjukkan betapa mabuknya dia. Liam membantunya berjalan, memastikan dia tidak terjatuh.
“Hati-hati, Jess. Sini pegang tanganku. Jangan sampai kamu jatuh,” ujar Liam mengulurkan tangannya agar dirangkul Jessica.
Namun, lagi-lagi Jessica hampir jatuh. Liam harus ekstra waspada memegang Jessica dengan sopan.
Setelah di dalam mobil, Jessica mulai bersuara, “Aku tidak ingin pulang malam ini!”
“Lalu, kamu mau kemana?”
“Terserah! Asalkan jangan kembalikan aku ke kamar itu! Aku sakit setiap mengingat apa saja yang kulakukan di kamar itu bersama Deon!” ujarnya dengan suara bergetar.
Liam menghela napas panjang. Ia mengerti bagaimana sakitnya Jessica sekarang.
“Baiklah. Aku akan mengantarmu kemana saja yang kamu mau, Jess.”
“Hotel! Aku mau tidur di hotel malam ini,” kata Jessica tersenyum lebar karena akal sehatnya mulai tidak terkontrol.
“Siap! Aku akan cari hotel terdekat, ya.”
“Yeay! Makasih, LIam!” soraknya senang seraya bertepuk tangan.
Liam tertawa kecil melihat tingkah Jessica sekarang.
***
Mereka tiba di sebuah hotel terdekat karena rumah Jessica terlalu jauh untuk dijangkau dalam kondisi seperti ini. Liam meminta kamar untuk mereka berdua dan membawa Jessica masuk.
Di dalam kamar, Jessica duduk di tepi tempat tidur, menunduk dan menangis. “Liam, aku tidak tahu harus bagaimana lagi,” katanya terisak kembali.
Suasana hati Jessica benar-benar naik turun. Beberapa menit bisa menjadi bahagia dan menit berikutnya bisa membuatnya merasakan jadi perempuan paling sengsara di dunia.
Liam duduk di sampingnya, merangkulnya dengan erat. “Kamu tidak perlu tahu semuanya sekarang, Jess. Yang penting adalah kamu tidak sendirian. Aku ada di sini untukmu.”
Jessica mendongak, menatap mata Liam. “Liam, kenapa kamu baik banget sih sama aku?”
“Hm?”
“Kenapa aku tidak menikah dengan lelaki setia sepertimu saja?” ungkapnya tanpa beban.
Liam mengerjap dan merasa sedikit tersanjung dengan pujian dari perempuan mabuk itu.
“Kalau sama kamu kan, aku nggak perlu merasakan sakitnya dikhianati,” tangis Jessica.
Liam tersenyum hangat dan menyeka air mata di pipi Jessica. “Mungkin Tuhan sekarang sedang menguji kesabaranmu. Tuhan tahu kalau kamu itu kuat dan mampu melewati semuanya.”
“Kalau nggak ada kamu, aku nggak akan kuat, Liam.”
“Kamu kuat karena dirimu sendiri, Jess.”
Jessica menatap dalam Liam. Perasaannya menjadi hangat setiap menatap mata teduh lelaki itu.
Tanpa sadar, dalam kondisi mabuk dan penuh emosi, Jessica mendekatkan wajahnya ke arah Liam. “Liam...” bisiknya sebelum bibir mereka bersentuhan.
“Jess?” Liam ingin memastikan apakah Jessica sekarang yakin untuk melakukan hal yang jauh bersama dirinya.
“I just wanna say thanks for everything tonight,” lirih Jessica membuat Liam tidak dapat menahan diri lagi.
Ciuman itu awalnya lembut, tapi segera berubah menjadi penuh gairah. Minuman yang mereka konsumsi mengaburkan penilaian mereka, membuat mereka kehilangan kendali.
Mereka berdua tenggelam dalam momen tersebut, saling merangkul dengan intensitas yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Pakaian mulai terlepas, dan mereka berdua menyerah pada nafsu yang menguasai.
***
Di pagi hari, sinar matahari menembus tirai kamar hotel. Jessica perlahan membuka matanya, kepalanya terasa berat dan pikirannya samar-samar. Ia merasakan kehangatan di sampingnya dan terkejut melihat Liam berbaring di sampingnya, masih tertidur.
Kenangan malam sebelumnya mulai kembali, dan Jessica merasa panik. “Oh tidak,” bisiknya pada dirinya sendiri.
Liam terbangun mendengar suara Jessica. “Jess, kamu sudah bangun?” tanyanya dengan suara serak.
Jessica duduk dan menutupi tubuhnya dengan selimut. “Liam, tadi malam kita—”
Liam menghela napas dan duduk di sampingnya. “Jess, soal tadi malam itu … kita sama-sama tidak bisa mengontrol diri.”
Jessica menatap Liam dengan mata penuh penyesalan. “I’m at a loss for words,” ujarnya speechless dan penuh kebingungan.
Liam meraih tangannya, menenangkannya. “Jess, apa yang terjadi semalam adalah hasil dari emosi dan alkohol. Kita berdua tidak berniat untuk ini.”
“Tapi ini akan mengubah segalanya, Liam.”
Liam menatapnya dalam-dalam. “Kita akan menemukan cara untuk melalui ini. Kita akan berbicara dan menyelesaikannya bersama-sama, seperti yang selalu kita lakukan.”
Oke, tenang … tenanglah, Jessica. Yang tadi malam hanyalahone night stand. Tidak direncanakan dan tidak pakai perasaan, ucap Jessica dalam hati.
“Aku harus pergi sekarang!” kata Jessica berdiri dan menarik selimut. “Kita harus ke kantor!”
“I–iya.” Liam menjawab dengan panik karena hanya ada satu selimut dan itu ditarik Jessica. Sementara itu dirinya pun tidak memakai busana sama sekali.
“Oh, gosh!” Jessica melihat tubuh Liam lalu membalikkan badan sambil menutup mata.
“Maaf!” kata Liam mengambil dua bantal untuk menutupi area pangkal pahanya.
“Liam … aku punya permohonan,” kata Jessica yang masih memunggungi Liam.
“Ya? Katakan saja.”
“Jangan sampai ada yang tahu soal ini. Mengerti?”
“Ba–baik!” jawab Liam gagap.
Jessica langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Sedangkan Liam langsung memakai bajunya tanpa mandi.
***