Membaca novel ini mampu meningkatkan imun, iman dan Imron? Waduh!
Menikah bukan tujuan hidup Allan Hadikusuma. Ia tampan, banyak uang dan digilai banyak wanita.
Hatinya telah tertutup untuk hal bodoh bernama cinta, hingga terjadi pertemuan antara dirinya dengan Giany. Seorang wanita muda korban kekerasan fisik dan psikis oleh suaminya sendiri.
Diam-diam Allan mulai tertarik kepada Giany, hingga timbul keinginan dalam hatinya untuk merebut Giany dari suaminya yang dinilai kejam.
Bagaimana perjuangan Allan dalam merebut istri orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BSMI 03
Hari itu Bibi Sum menemani Giany ke rumah sakit dengan menggunakan taksi. Desta tidak pernah tertarik dan tidak peduli dengan kondisi calon anaknya yang sedang tumbuh di rahim Giany. Baginya lebih baik pergi bekerja dari pada harus menemani Giany untuk memeriksakan kandungan.
Setibanya di poli kandungan, antrian cukup panjang. Giany berada di antrian akhir. Ia duduk di sebuah kursi panjang bersama Bibi Sum. Tatapannya tertuju pada seorang anak perempuan cantik yang sedang memainkan sebuah boneka Barbie. Giany melempar senyum tipis saat tatapan gadis kecil itu mengarah kepadanya. Akan tetapi, bukannya membalas senyum, gadis itu malah terlihat cukup kesal kepada Giany yang memandanginya.
"Mbak Giany mau minum, tidak? Antrian masih panjang. Nanti Mbak Giany lelah menunggu," tanya Bibi Sum.
"Tidak usah, Bibi. Aku mau jalan-jalan ke depan sebentr ya."
"Ya sudah, hati-hati."
Untuk mengusir kebosanan menunggu antrian, Giany memilih berjalan-jalan di sekitar taman rumah sakit. Ia melirik seorang wanita hamil yang sedang berjalan mengitari koridor rumah sakit. Sepertinya sedang berjalan sambil menunggu proses bukaan.
Sebenarnya bukan itu yang menjadi perhatian Giany. Akan tetapi, sosok laki-laki yang dengan setia menemani istrinya. Dalam benaknya bertanya, akankah suatu hari nanti Desta akan berbuat demikian untuknya, akankah hati Desta akan terketuk dan menemani nya seperti suami lainnya? Ah, jangan berharap terlalu banyak, sebab Desta sama sekali tidak menginginkan Giany, apalagi anak dalam kandungannya. Pernikahan yang mereka jalani adalah sebuah kesialan bagi Desta.
Menyadari itu, Giany hanya dapat mengusap air matanya.
"Maysha jangan, nanti kepalanya luka!" Teriak seorang wanita membuyarkan lamunan Giany.
Ia menoleh kepada sumber suara. Tampak seorang wanita tengah berusaha meredam aksi seorang bocah yang sedang membenturkan kepalanya di dinding. Alis Giany mengerut pertanda bingung. Ia masih ingat, seorang gadis kecil datar dan tampak pemarah yang tadi mengantri bersamanya.
Tak ingin terjadi hal buruk, Giany segera menghampiri gadis kecil itu. Memeluk dan berusaha menenangkan. Walaupun anak kecil bernama Maysha itu terus memberontak, memukul-mukul tubuh Giany dengan tangannya. Namun, Giany semakin mengeratkan pelukan.
"Sayang, kenapa kepala nya dibenturkan? Jangan ya ... Nanti kepalanya luka," ucapnya sambil mengusap lembut kepala gadis kecil itu.
Tak ada respon atau ucapan sebagai bentuk penolakan ketika Giany merebahkan kepala bocah itu di dadanya. Ia diam membisu, hanya tangannya yang memukul Giany dengan sisa tenaganya.
Beberapa menit berlalu, Maysha tampak lebih tenang. Tak lagi memberontak seperti tadi. Giany kemudian berjongkok, mengusap wajah polos Maysha.
"Adik cantik, kenapa? Namanya siapa, Sayang?"
Hening! Maysha tak menjawab. Hanya manik cokelatnya yang kini menatap sendu Giany. Tak seperti tadi ketika ia menatap dengan penuh kemarahan.
"Namanya Maysha, Kakak," jawab wanita paruh baya yang menemani bocah itu.
"Oh, Maysha. Namanya bagus. Kakak namanya Giany. Maysha, jangan benturkan kepalanya lagi, ya. Nanti kepala Maysha berdarah dan sakit."
Lagi-lagi Maysha tak menjawab. Wajahnya nyaris tanpa ekspresi. Membuat kerutan di dahi Giany semakin dalam. Entah mengapa anak perempuan cantik itu sangat sulit menjawab. Giany bahkan belum mendengar sepatah kata pun keluar dari mulut Maysha.
Tepukan mendarat lembut di bahu Giany. Seorang wanita paruh baya yang terlihat sangat ramah itu tersenyum. "Ini cucu saya, namanya Maysha. Akhir-akhir ini dia jadi sering tantrum. Kalau Maysha sedang marah atau sedih dan tidak bisa mengekspresikan-nya, dia akan berteriak dan menangis. Kadang melukai dirinya sendiri. Maysha juga belum bisa mengucapkan sepatah kata pun."
Giany menatap gadis mungil nan cantik berusia lima tahun yang kini tengah memeluknya erat. Ada rasa iba melihat kondisinya.
"Saya ikut sedih, Bu."
"Hari ini Maysha kemari untuk menjalani psikoterapi."
Giany kemudian berjongkok di hadapan Maysha. Dengan penuh kelembutan mengusap wajah gadis kecil itu. Ia dapat melihat kesedihan di matanya. "Maysha Sayang ... Jangan sedih lagi ya. Mau peluk kakak?"
Maysha diam, tetapi tubuhnya dengan cepat merespon. Ia memeluk Giany dengan erat, seakan tidak ingin melepaskan.
"Mbak Giany, sebentar lagi gilirannya. Ayo cepat masuk," panggil Bibi Sum yang berdiri di ujung sana.
"Iya, Bi," jawabnya. Kemudian kembali menatap Maysha. "Kakak masuk dulu ya. Nanti kapan-kapan kita ketemu lagi ya." Giany berdiri dari posisi berjongkoknya, kemudian menatap Bu Dini. "Mari, Bu ... Saya duluan."
"Silakan ..." jawab wanita itu sambil tersenyum ramah.
Giany beranjak meninggalkan Maysha yang masih membeku, ia hanya menatap punggung Giany yang perlahan menjauh, seakan tidak rela berpisah dengan Giany.
"Maysha, ayo tunggu ayah di mobil saja. Sebentar lagi, ayah juga keluar," ucap sang oma.
🌻
🌻
"Permisi, Dokter," ucap Giany saat memasuki ruangan dokter.
"Silakan masuk," jawab seorang dokter pria dengan ramah.
Dokter Allan Hadikusuma, seorang dokter kandungan berusia 32tahun. Wajahnya tampan rupawan dengan senyum ramah yang selalu menghiasi wajahnya.
Ia mempersilakan Giany untuk duduk. Menanyakan beberapa hal seperti nama, usia dan alamat. Kemudian mulai memeriksa tekanan darah dan lain-lain. Sebisa mungkin, Giany bersikap santai, walau sebenarnya ia risih jika harus diperiksa seorang dokter pria.
"Ibu ada keluhan selama kehamilan?" tanyanya.
"Hanya lemas dan mual, Dok. Tadi pagi perut agak sakit," jawab Giany membuat Dokter Allan mengangguk.
Sesekali, laki-laki itu tampak mencuri pandang saat Giany menunduk. Dokter Allan terfokus kepada lebam di sekitar wajah Giany.
"Silakan berbaring, Bu. Kita USG dulu, ya..." pintanya. "Sus, tolong dibantu."
Dengan dibantu seorang perawat, Giany naik ke pembaringan.
Perawat itu memakaikan selimut tipis berwarna putih, kemudian menyibak pakaian yang dikenakan Giany hingga bawah dada, lalu mengoles gel dingin. Dokter Allan hendak meletakkan alat di atas perut Giany.
Sementara Giany yang merasa malu jika bagian tubuhnya disentuh dan dilihat oleh lelaki lain, reflek menarik selimut tipis yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Membuat Dokter Allan menatapnya.
"Kenapa ditutup?"
*****