NovelToon NovelToon
Cerita Dua Mata

Cerita Dua Mata

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Identitas Tersembunyi / Kaya Raya / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: R M Affandi

Sebelum Mekdi bertemu dengan seorang gadis bercadar yang bernama Aghnia Humaira, ada kasus pembunuhan yang membuat mereka akhirnya saling menemukan hingga saling jatuh cinta, namun ada hati yang harus dipatahkan,dan ada dilema yang harus diputuskan.

Mekdi saat itu bertugas menyelidiki kasus pembunuhan seorang pria kaya bernama Arfan Dinata. Ia menemukan sebuah buku lama di gudang rumah mewah tempat kediaman Bapak Arfan. Buku itu berisi tentang perjalanan kisah cinta pertama Bapak Arfan.

Semakin jauh Mekdi membaca buku yang ia temukan, semakin terasa kecocokan kisah di dalam buku itu dengan kejanggalan yang ia temukan di tempat kejadian perkara.

Mekdi mulai meyakini bahwa pembunuh Bapak Arfan Dinata ada kaitannya dengan masa lalu Pria kaya raya itu sendiri.

Penyelidikan di lakukan berdasarkan buku yang ditemukan hingga akhirnya Mekdi bertemu dengan Aghnia. Dan ternyata Aghnia ialah bagian dari...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter Ke-19 Buku Itu

Hari pernikahan Rani akhirnya tiba. Pagi itu, aku masih belum mengerti entah kegelisahan apa yang merasuki diri ini. Bayangan Rani masih tak kunjung hilang dari ruang mata, meskipun aku telah mencoba untuk tidak mengingatnya. Ada perasaan cemas yang datang tanpa alasan pasti, menyesakkan, seolah-olah ada sesuatu yang salah tapi sulit dipahami.

Pikiran tak henti-hentinya berputar, mencari jawaban yang tak kunjung datang. Ada rasa tidak nyaman yang menusuk, membuat hati tidak bisa tenang, seakan-akan ada sesuatu yang menunggu untuk terjadi. Perasaan terasa tak tentu arah, seperti tersesat dalam labirin yang berliku dan penuh kebimbangan.

Waktu terus berlalu, tanpa ku tahu apa yang harus kulakukan di saat itu. Jam dinding di rumah kos Andra telah menunjukkan pukul lima sore, sedangkan aku masih duduk merenung di lantai beranda, menatap undangan pernikahan Rani yang kembali ku pungut dari tepian jalan.

Ingin rasanya ku hadir di pesta pernikahan Rani. Tapi, apa yang akan kulakukan di sana? tidak ada yang akan bisa ku ubah. Kedatanganku hanya akan menambah kesedihan Rani dan menambah beban berat di batin ini.

Ditengah renunganku yang semakin jauh, tiba-tiba saja bumi ini bergetar hebat. Getaran pertama datang perlahan-lahan, namun lambat-laun terus meningkat membawa goncangan yang semakin kuat. Tanah terasa tidak stabil di bawah kaki, bergoyang ke kiri dan ke kanan, diikuti oleh suara gemuruh dari bawah tanah.

Bangunan-bangunan di sekelilingku bergoyang, jendela-jendela kaca bergetar keras, dan bunyi benda-benda jatuh dari rak terdengar di setiap rumah. Tiang listrik dan pepohonan meliuk-liuk seakan-akan di hempas angin kencang. Suara beton pecah dan besi jatuh terdengar di kejauhan, disertai alarm mobil yang tak henti-hentinya berbunyi.

Orang-orang terlihat berteriak dan berlarian mencari perlindungan, bergerak dengan kepanikan seperti anak ayam yang kehilangan induk. Ketakutan mulai mengisi satu persatu tubuh yang tak tentu arah, iman-iman yang mungkin dulu merajuk, kembali menyebut nama Sang Pencipta makhluk. Dalam hitungan detik, segala sesuatu berubah menjadi kacau dan penuh kesemrawutan.

Wajahku berubah pucat dan tegang, sambil terus memegang tiang kayu penyanggah teras, dengan mata terbuka lebar memandang ke segala arah. Keringat mengembun di dahiku, napas tersengal-sengal, menyaksikan bencana yang menimpa kota Padang.

Beberapa menit kemudian, getaran gempa mulai berangsur berkurang. Guncangan perlahan-lahan mereda. Aku masih tetap terdiam, terhenyak di beranda kos Andra dengan kedua tangan yang masih memegang tiang.

Ku dudukan tubuhku bersandar di tiang kayu yang masih berdiri kokoh. Jantung masih berdegup kencang, dan napas pun masih berhembus cepat akibat rasa takut yang masih belum pergi. Ku pandangi kosan Andra masih baik-baik saja. Walau ada beberapa bagian dindingnya yang retak dan kaca nako jendelanya yang pecah karena jatuh ke bawah, namun bangunan itu masih berdiri seperti semula. Sedangkan bangunan lain di sekitarnya banyak yang roboh di beberapa bagian.

Tidak berselang lama, Andra datang menjemput ku. Temanku itu masih baik-baik saja walaupun wajahnya pucat pasi, sama seperti wajahku saat itu.

“Syukurlah kamu nggak kenapa-kenapa Fan! Aku pikir rumah ini ikut roboh!” ujarnya dengan napas yang tidak stabil. “Ayo naik Fan!” ajak Andra kemudian, menyuruhku naik ke atas sepeda motornya yang masih menyala.

“Kemana Dra?” tanyaku bingung, melihat ke dalam rumah lewat pintu yang sejak tadi terbuka. Barang di dalamnya banyak yang hancur dan berserakan ke mana-mana.

“Ke tempat yang tinggi! Karena kemungkinan akan terjadi tsunami!” terang Andra sambil melihat ke jalanan yang mulai dipenuhi kendaraan.

“Yang benar Dra?

“Ayo naik!” Andra menaikkan gas sepeda motornya, memberi pertanda bahwa ia ingin cepat-cepat pergi dari tempat itu.

Akupun segera menaiki sepeda motor Andra tanpa bertanya lagi, berbondong-bondong bersama orang-orang yang turut mengungsi, menuju ke tempat yang lebih tinggi. Mereka berdesak-desakan dengan wajah lelah, membawa barang-barang seadanya.

Ada yang menggendong anak, ada yang mendorong gerobak penuh dengan pakaian dan peralatan rumah tangga, sementara yang lain hanya membawa tas punggung. Suara langkah kaki dan kendaraan, bercampur dengan isak tangis anak-anak dan suara lirih para orang tua.

Dilangit, awan gelap menggantung, menambah rasa cemas. Jalanan yang biasanya ramai dengan kendaraan, hari itu juga dipenuhi oleh orang-orang yang berjalan menuju tempat yang tinggi, menjauh dari bahaya yang belum pasti. Sesekali terdengar suara sirine di kejauhan, membuat suasana semakin mencekam.

Setengah jam tak terasa telah terlewatkan di tempat pengungsian. Ketakutan mulai sedikit berkurang meskipun kekhawatiran belum kunjung hilang. Namun ratapan dan tangisan masih tetap terdengar dari mereka-mereka yang belum bertemu dengan keluarganya. Tsunami yang ditakuti belum terjadi, tetapi kerabat mereka yang belum tentu kabarnya, menimbulkan beragam pemikiran orang-orang yang berada di sana saat itu.

Andra ku lihat termenung duduk di sampingku, di atas rumput bukit yang lusuh karena bekas pijakan. Matanya terpaku pada handphone yang ada di tangannya.

“Apa yang sedang kamu pikirkan Dra?” tanyaku melihat jarinya yang sibuk mengotak-atik tombol Handphone.

“Aku ingin tahu keadaan orang-orang yang ada dikampung,” jawabnya pelan.

“Kenapa kamu nggak nelpon Dra? Aku juga ingin tahu keadaan Ayah dan Ibuku!

“Nggak ada sinyal Fan. Kota padang rusak berat. Listrik padam dan jaringan seluler nggak berfungsi,” jelasnya masih memencet-mencet telpon genggam miliknya.

Aku melihat ke kawasan sekeliling bukit. Suasana masih tampak berantakkan, orang-orang masih sibuk berlalu lalang di jalanan, dan perumahan-perumahan terlihat gelap tanpa penerangan, sedangkan hari sudah hampir gelap.

“Semoga di kampung baik-baik saja Dra,” ucapku berharap.

“Akan banyak korban akibat gempa yang baru saja terjadi Fan. Kekuatannya tak seperti gempa yang sebelumnya pernah terjadi. Showroom tempatku berkerja runtuh dan hampir rata dengan tanah,” Andra teringat tempatnya berkerja.

“Gimana dengan teman-temanmu yang berkerja di sana? apa mereka selamat?

“Kami semua selamat. Aku dan karyawan lainnya berhasil keluar sebelum bangunan showroom itu runtuh. Tapi pemandangan yang mengerikan terjadi di depan mataku. Hotel megah yang ada di seberang jalan depan showroom, rata dengan tanah. Aku melihat dengan mataku sendiri bagaimana orang-orang yang ada di dalamnya tertindih reruntuhan. Banyak di antara mereka yang nggak sempat menyelamatkan diri. Bangunan hotel yang enam tingkat itu menelan banyak korban Fan.

Darahku sekejap berdesir, selintas bayangan nama hotel yang tertulis di undangan pernikahan Rani singgah di benakku. “Apa nama hotelnya Dra?”

Andra menyebutkan nama hotelnya. Jiwaku tiba-tiba terasa kosong mendengar nama hotel yang disebutkan Andra. Dunia terasa berhenti untuk sejenak. Tubuhku terasa berat, pikiran dipenuhi kenangan, dan wajah Rani membayang di ruang hati. Perasaan kehilangan muncul, disertai dengan duka dan dugaan mendalam yang menyiratkan bahwa Rani tidak baik-baik saja. Nama hotel yang baru saja disebutkan Andra adalah tempat dimana Rani melangsungkan pernikahan.

Bersambung.

1
Riani
lebih ke perasaan
wekki
semangat thor
Marissa
Rata-rata baca buku harian, tapi penasaran juga
Robi Muhammad Affandi: Terimakasihh dukungannyaa😁
total 1 replies
Marissa
ini cerita misteri apa cinta? /Grin/
Hietriech Ladislav
dah mampir nih 🫡 next mampir baca novel saya & beri komen
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!