Juara 2 YAAW 2024, kategori cinta manis.
Datang ke rumah sahabatnya malah membuat Jeni merasakan kekesalan yang luar biasa, karena ayah dari sahabatnya itu malah mengejar-ngejar dirinya dan meminta dirinya untuk menjadi istrinya.
"Menikahlah denganku, Jeni. Aku jamin kamu pasti akan bahagia."
"Idih! Nggak mau, Om. Jauh-jauh sana, aku masih suka yang muda!"
Akan seperti apa jadinya hubungan Jeni dan juga Josua?
Skuy pantengin kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku akan jaga jarak aman, tenang saja.
Ternyata Josua membuat ayam goreng mentega dan juga tumisan untuk Jeni, dia juga membuatkan jus jeruk. Jeni yang baru keluar dari dalam kamar mandi langsung menghampiri Josua dan menatap masakan yang sudah tersaji di atas meja makan.
Jeni memang sudah terbiasa memasak sendiri, tetapi tidak terlihat seenak masakan milik Josua. Dilihat dari tampilannya saja, makanan yang dibuatkan oleh Josua terlihat lebih menarik.
"Waaah! Sepertinya enak, Om. Ternyata Om pinter masak." Jeni terkekeh, lalu wanita itu terlihat hendak mencicipi masakan yang sudah dibuat oleh Josua.
Namun, tangan Jeni langsung ditepis oleh Josua. Pria itu malah memindai penampilan Jeni, wanita itu hanya menggunakan kaos tanpa lengan dipadu padankan dengan celana pendek yang panjangnya hanya setengah paha saja.
"Oh, ya ampun, Jeni! Tidak bisakah kamu memakai baju yang benar?" tanya Josua.
Walaupun baju yang dipakai oleh Jeni terlihat longgar, tetapi hal itu justru membuat Josua merasa tergoda. Penampilan wanita itu selalu saja seakan sedang menggoda dirinya.
"Memangnya kenapa, Om? Setiap Jeni ada di rumah pasti pakaiannya kalau nggak daster ya baju kaya gini, kecuali kalau lagi kuliah atau jalan jauh. Jeni pake celana panjang sama kemeja," jawab Jeni.
"Ck! Tapi sekarang ini ada aku, bisa nggak sih kalau pake bajunya yang bener? Sudah aku bilang, kalau aku ini lelaki normal. Ganti baju," ujar Josua.
Jeni langsung mengerucutkan bibirnya, dia merasa kesal karena sudah ditegur oleh Josua. Namun, di satu sisi dia juga merasa senang karena pria itu seakan ingin melindungi dirinya.
"Iya, Om. Tapi jangan makan duluan, Jeni nanti nggak ada temennya," ujar Jeni.
"Hem!" jawab Josua.
Jeni dengan cepat melangkahkan kakinya menuju kamar, sedangkan Josua terlihat mengelus dadanya dan bernapas dengan lega.
"Maksudnya apa sih? Kenapa coba dia kalau pakai baju yang seksi terus? Mau nguji aku atau bagaimana?" tanya Josua seraya duduk di salah satu kursi yang ada di sana.
Josua langsung mengambil ponselnya dari dalam saku celananya, lalu dia mengirimkan pesan chat kepada butik langganannya. Dia memesankan beberapa baju dan juga dress untuk Jeni.
Tidak lama kemudian Jeni sudah kembali, kini wanita itu menggunakan kaos panjang berwarna putih dipadupadankan dengan celana jeans panjang berwarna hitam.
"Ini lebih baik, duduk dan makanlah." Josua dengan cepat menyendok nasi lengkap dengan lauknya. Lalu, memberikannya kepada wanita itu.
"Padahal aku bisa melakukannya sendiri, tetapi malah Om yang melakukannya," ujar Jeni tidak enak hati.
Selama ini Jeni sudah terbiasa melakukan apa pun sendiri, jika dilayani seperti itu rasanya sangat canggung. Namun, jika mau menolak, dia merasa tidak enak hati dengan Josua.
"Aku tahu kalau kamu itu adalah wanita yang begitu mandiri, dari dulu kamu melakukannya sendiri. Tapi, sekarang sudah ada aku. Izinkan aku untuk memanjakan kamu," ujar Josua.
Oh, Tuh! Hati Jeni rasanya mau meleleh mendengar apa yang dikatakan oleh Josua, pria itu benar-benar mampu meluluhkan hati Jeni.
"Terima kasih, Om. Om sangat baik sekali, aku tidak akan sungkan," ujar Jeni.
"Hem! Makanlah dengan benar," ujar Josua.
Jeni yang memang sudah lapar langsung melahap makanan tersebut, Josua sampai menggelengkan kepalanya melihat akan hal itu.
Jeni memang tidak ada anggun-anggunnya sama sekali, tetapi Josua sangat suka dengan penampilan Jeni yang apa adanya.
"Udah kenyang, Om. Enak banget masakannya," ucap Jeni setelah dia menghabiskan makanannya.
Jeni juga meminum jus jeruknya dan meminum air putih, setelah itu Jeni nampak menolehkan wajahnya ke arah Josua.
"Kok Om nggak makan?" tanya Jeni.
"Om udah kenyang liat kamu makan," jawab Josua.
"Uuh! Om manis banget deh, masak cuma buat Jeni biar nggak kelaparan." Jeni langsung mencubit gemas kedua pipi Josua.
Josua langsung tertawa mendapatkan perlakuan seperti itu dari Jeni, karena ternyata memiliki kedekatan dengan wanita yang usianya jauh lebih muda dari dirinya itu, sangat menyenangkan.
"Oiya, Jeni. Kamu nggak mengalami trauma, kan?" tanya Josua memastikan. Jika iya, maka Josua akan mengajak Jeni untuk berobat ke rumah sakit.
Jika mengalami trauma, maka pria itu pastikan akan membawa Jeni ke dokter psikologi. Agar jiwa wanita itu tidak terguncang akan kejadian yang pernah dialami oleh Jeni.
"Nggak, Om. Jeni baik-baik saja, cuma butuh waktu untuk istirahat dan memenangkan diri."
"Bagus kalau gitu, bagaimana kalau--"
Josua langsung menghentikan ucapannya, karena dia mendengar pintu rumah Jeni diketuk. Baik Jeni ataupun Josua langsung saling pandang.
"Siapa ya, Om? Soalnya nggak pernah ada yang bertamu ke rumah," ujar Jeni.
Jeni hidup sebatang kara, saudara dari mendiang kedua orang tuanya juga tinggal jauh. Rasanya tidak mungkin jika ada saudaranya yang bertamu, Jeni malah teringat akan Julian.
"Entah, ayo Om anterin. Kita lihat siapa yang datang," ujar Josua.
Josua dan juga Jeni pada akhirnya nampak melangkahkan kakinya menuju pintu utama, lalu Josua membuka pintu utama tersebut. Saat pintu utama itu terbuka Jeni nampak kaget, karena ternyata yang datang adalah Julian bersama dengan ayahnya.
Walaupun dia berkata tidak memiliki trauma, tetapi tetap saja ada rasa takut ketika melihat wajah Julian. Jeni bahkan langsung bersembunyi di balik tubuh Josua.
"Ada perlu apa anda ke sini?" tanya Josua.
Jafar nampak menatap putranya, Julian dengan ragu-ragu langsung menjawab apa yang ditanyakan oleh Josua.
"Anu, Om. Julian mau minta maaf sama Jeni, Julian udah salah. Kata Ayah, Julian belum boleh pulang kalau belum dapat kata maaf dari Jeni," jawab Julian.
Baik Josua ataupun Jafar langsung memutarkan bola matanya dengan malas, sungguh mereka tidak menyangka jika Julian akan mengatakan hal seperti itu.
"Kalau begitu masuklah, kita bicara di dalam." Josua menuntun Jeni untuk masuk dan duduk di ruang tamu.
Julian dan juga Jafar ikut masuk dan duduk tidak jauh dari keduanya, Julian nampak menunduk dan tidak berani untuk menatap Jeni. Sedangkan Jeni nampak memeluk lengan Josua dengan erat, dia seolah masih takut akan kejadian tadi malam.
Jafar yang melihat akan hal itu merasa sangat bersalah, karena wanita muda yang ada di hadapannya kini nampak ketakutan saat berada di hadapan Julian.
Selama ini wanita itu memang selalu hidup mandiri, tetapi tidak pernah sekalipun dia mengalami hal yang dilakukan oleh Julian. Maka dari itu, Jeni seperti mengalami ketakutan karena kejadian yang telah dilakukan oleh Julian.
"Nak Jeni, Om minta maaf karena anak Om sudah melakukan hal yang di luar batas. Tapi, Om janji jika kejadian ini tidak akan terulang lagi. Kalau perlu, Om akan memindahkan Julian agar tidak kuliah di tempat yang sama dengan Nak Jeni," ujar Jafar.
"Aku juga minta maaf, Jen. Serius aku minta maaf, tadi malam aku khilaf. Mau ya, kamu maafin aku. Aku nggak bakal nakal lagi kok, janji." Julian mengatakan hal itu dengan sungguh-sungguh.
Jeni masih saja diam mendengar permintaan maaf dari Jafar dan juga Julian, gadis itu seakan sedang berpikir dengan begitu keras.
"Jeni, kamu nggak mau memaafkan mereka?" tanya Josua yang merasa gemas karena Jeni tidak kunjung mengatakan apa pun.
"Ehm! Jeni udah maafin kok, tapi dia ngga perlu pindah kuliah. Kita jalani kehidupan kita masing-masing aja, kamu hanya perlu menjaga jarak saja dengan aku," jawab Jeni.
"Nak Jeni memang benar-benar merupakan wanita yang berhati mulia, Om sangat berterima kasih," ujar Jafar.
Julian yang sejak tadi diam juga ikut berbicara. "Kamu memang sangat baik, Jeni. Terima kasih, aku janji tidak akan mengganggu kamu lagi. Aku akan menjaga jarak aman dengan kamu."