NovelToon NovelToon
LOVED THE OSIS CHIEF

LOVED THE OSIS CHIEF

Status: sedang berlangsung
Genre:Tamat / Ketos / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Idola sekolah
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Banggultom Gultom

Nadia, seorang siswi yang kerap menjadi korban bullying, diam-diam menyimpan perasaan kepada Ketua OSIS (Ketos) yang merupakan kakak kelasnya. Namun, apakah perasaan Nadia akan terbalas? Apakah Ketos, sebagai sosok pemimpin dan panutan, akan menerima cinta dari adik kelasnya?

Di tengah keraguan, Nadia memberanikan diri menyatakan cintanya di depan banyak siswa, menggunakan mikrofon sekolah. Keberaniannya itu mengejutkan semua orang, termasuk Ketos sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Lonceng sekolah berbunyi, menandakan akhir dari hari yang penuh ketegangan. Para siswa mulai bergegas keluar dari aula, berbicara dengan suara berbisik, saling bertukar cerita tentang apa yang baru saja mereka saksikan. Namun, Nadia masih berdiri di tempatnya, matanya kosong menatap ke lantai. Keriuhan di sekelilingnya tidak mampu mengalihkan pikirannya dari apa yang baru saja terjadi.

Ibu Nadia, Dewi, mungkin tidak menjemput Nadia pulang, dia terdiam di halaman sekolah, memandang ke arah gerbang dengan ekspresi yang sulit dibaca.

Steven, yang sudah mengambil sepedanya di halaman sekolah, melihat Nadia yang masih terdiam. Ia merasakan keprihatinan dalam dirinya. Tanpa berpikir panjang, ia mengayuh sepedanya mendekati Nadia, melewati kerumunan siswa yang semakin menghilang dari pandangan.

"Nadia," panggil Steven dengan suara lembut. Nadia menoleh, terkejut melihat Steven sudah berdiri di sampingnya, dengan sepeda yang siap untuk dikayuh. "Mau pulang bersama? Biar aku antarkan."

Nadia menatap Steven, wajahnya yang cerah dengan senyum penuh pengertian itu membuat dadanya terasa hangat. Ia mengangguk pelan, mulutnya tidak mampu mengucapkan kata-kata, tetapi matanya berbicara. Ada rasa terima kasih dan kekaguman yang terpantul di sana. Meskipun hati Nadia masih dipenuhi kecemasan, ada perasaan baru yang semakin besar tumbuh, seolah perasaan itu menyalakan api kecil di dalam dirinya.

Steven menaiki sepedanya, lalu mempersilakan Nadia duduk di depan. Dengan hati-hati, Nadia melangkah dan duduk, merasakan angin yang mulai berhembus seiring Steven mulai mengayuh sepeda. Sepanjang perjalanan, suasana di antara mereka tenang, seperti ada kesepakatan tak terucapkan bahwa kata-kata tak perlu dipaksakan. Hanya desiran angin dan suara roda sepeda yang melintasi jalanan yang terdengar, menambah kedamaian di saat-saat sulit ini.

Matahari sore yang redup menyorot ke arah mereka, menciptakan bayangan panjang di jalan, seolah memberi mereka ruang untuk merenung. Nadia merasakan sesuatu yang aneh. Ada perasaan hangat yang mengalir di dalam dirinya, sesuatu yang membuat hatinya berdebar setiap kali Steven melirik ke arahnya, meskipun hanya sejenak. Perasaan itu seakan mengingatkan pada rasa aman yang dulu pernah ia rasakan, saat semua tampak lebih sederhana.

Steven, di sisi lain, tidak menyadari perasaan itu. Baginya, membantu Nadia adalah tindakan yang tulus, sebagai kakak kelasnya yang peduli. Namun, setiap kali ia melihat Nadia, ada rasa simpati yang tumbuh dalam dirinya, seiring dengan keinginan untuk melindunginya, melihatnya bahagia, meskipun perasaan itu belum sepenuhnya ia pahami.

"Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Steven akhirnya, memecah keheningan. Nadia menatap ke depan, melihat jalan yang terus membentang di depan mereka, seolah menggambarkan perjalanan yang belum pasti. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.

"Lebih baik," jawab Nadia dengan suara lembut, hampir seperti bisikan. "Terima kasih, Steven, untuk semua yang sudah kamu lakukan."

Steven tersenyum, hatinya merasa ringan mendengar kata-kata itu. "Aku hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan, Nadia. Kamu tidak sendirian lagi."

Mendengar itu, Nadia merasa air mata kembali menggenang di matanya, tapi kali ini bukan air mata kesedihan. Itu adalah air mata harapan, air mata yang menandakan bahwa dalam kesulitan, ada seseorang yang peduli, seseorang yang melihatnya bukan hanya sebagai korban, tetapi sebagai seseorang yang layak diperjuangkan.

Saat mereka melaju melewati gerbang sekolah, hati Nadia bergetar. Dia tahu bahwa perjalanan ini mungkin belum berakhir, tapi saat ini, di samping Steven, dia merasa lebih kuat dari sebelumnya. Dan, mungkin, untuk pertama kalinya, dia merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa terima kasih—sebuah perasaan yang sulit dijelaskan, tetapi membuat hatinya penuh harapan, seperti sinyal bahwa ada cahaya di ujung terowongan.

Setibanya di rumah, Steven berhenti di depan gerbang rumah Nadia. Mereka berdua menatap satu sama lain sejenak, seolah ingin menyimpan momen ini lebih lama lagi sebelum berpisah. Steven mengangguk dengan senyuman ramah yang tulus. “Sampai di sini, Nadia,” katanya, dengan suara yang penuh makna.

Nadia mengangguk, membalas senyuman itu, meskipun hati dan pikirannya masih bergolak. “Terima kasih, Steven,” ucapnya, suara lembut itu seakan menebar ketenangan di sekeliling mereka. Steven hanya mengangguk, lalu melambaikan tangan sebelum berbalik dan mengayuh sepedanya menjauh, meninggalkan Nadia di depan rumah dengan perasaan yang lebih ringan.

Nadia berjalan menuju pintu rumah, perasaan hangat yang aneh masih memenuhi dadanya. Ia merasakan senyum yang sulit dihapus dari wajahnya, senyum yang memberi semangat di saat dunia terasa menantang. Ketika pintu terbuka, ibunya, Dewi, terlihat duduk di kursi ruang tamu, matanya menatap Nadia dengan penuh perhatian. Baru kali ini Dewi melihat senyum di wajah putrinya yang semanis itu—sebuah senyuman yang penuh dengan sesuatu yang baru dan membahagiakan, seolah mengandung harapan yang sudah lama tidak muncul.

“Nadia,” Dewi memanggil dengan lembut, suaranya membawa rasa kehangatan dan perhatian. “Kamu terlihat berbeda hari ini. Ada apa?”

Nadia hanya bisa tersenyum, mata yang semula cemas kini dipenuhi dengan kilau yang belum pernah dilihat Dewi sebelumnya. “Tidak ada, Bu. Hanya… aku merasa lebih baik hari ini,” jawabnya, seakan mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata.

Dewi mengangguk, seakan memahami bahwa ada sesuatu yang Nadia rasakan namun belum siap diceritakan. “Aku senang mendengarnya, sayang,” katanya, lalu berdiri untuk mendekat, meletakkan tangan di pundak Nadia dengan lembut. “Kamu butuh istirahat. Hari ini pasti sangat melelahkan.”

Nadia mengangguk, kemudian berjalan menuju kamarnya. Ia melewati ruang tamu dengan hati yang ringan, seolah semua beban di pundaknya menghilang satu per satu. Ketika sampai di kamar, Nadia menutup pintu dan menguncinya, memastikan tidak ada gangguan. Ia merasakan kehangatan di pipinya, sebuah rasa yang tiba-tiba datang saat ingatannya kembali kepada Steven dan bagaimana dia memberinya rasa aman di tengah kekacauan.

Ia duduk di tepi tempat tidur, lalu merebahkan diri. Langit di luar jendela berwarna kemerahan dengan sisa-sisa matahari, tetapi di dalam hati Nadia, malam ini terasa tenang. Ia menutup matanya, membiarkan tidur datang dengan pulas, meninggalkan hari yang penuh dengan drama dan ketegangan. Malam ini, ia tidur dengan senyum, sebuah senyum yang terasa seperti awal dari babak baru dalam hidupnya.

1
Orang Awam
semangat
El Dhihar
cakep
chipsz🌙
seruuu kak Gultom✨✨✨😆😆 semangattt nulisnya yaaa
chipsz🌙
astagaa😭😭😭 mana aku udah percaya td nadia beneran ktemu steven 😭😭 ternyata mimpi🫵🏻🫵🏻🫵🏻🫵🏻
chipsz🌙
eaaaa 😏😏😏
chipsz🌙
baikkk banget bu gurunya😭😭😭🌸✨
chipsz🌙
cobaaaa kasih tau ke Steven 😭😭😭
chipsz🌙
ingin menggeplak kepalaaa mereka satu2 🙂🙂🙂
chipsz🌙
biasa aja kali, Ci 🙄🙄 julid amat astagaa
chipsz🌙
nadia sakit kah🥺🥺
chipsz🌙
hai kak, aku izin baca 😊✨ sekalian temenan yuk
michiie
cici apaan? cacing kali? kasian woi nadia/Cry/
yanah~
mampir kak 🤗
michiie
kasian nadianya/Sob/
Akumanusiabaikhati
Jangan lupa yah min, singgah juga di cerita baru ku "MY CHOSEN FAMILY"
Akumanusiabaikhati
Lanjut min
semangat
Amira Octavia
ini sekolah ada perundingan yg parah kok g ada tindakan apa2...walau nadia banyak luka ditangan atau wajahnya masak ibunya biasa aja kok jadi sebel sendiri q maaf kk... pulang sekolah sapa ibu masuk kamar tidur pagi lagi hmmm maaf kk
Amira Octavia
jahat banget cici .. apa kau anggap nadia itu binatang... masak g ada yg tau semua kejadian yg menimpa nadia
Dian
Semangat thor, ayo saling dukung mampir jg ke karya aku “two times one love”
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!