Setelah aku selamat dari kecelakaan itu, aku berhasil untuk bertahan hidup. Tetapi masalah yang kuhadapi ternyata lebih besar daripada dugaanku. Aku tersesat dihutan yang lebat dan luas ini. Aku mungkin masih bisa bertahan jika yang kuhadapi hanyalah binatang liar. Tapi yang jadi masalah bukanlah itu. Sebuah desa dengan penduduk yang menurutku asing dan aneh karena mereka mengalami sebuah penyakit yang membuat indera penglihatan mereka menjadi tidak berfungsi. Sehingga mereka harus mencari "Cahaya" mereka sendiri untuk mengatasi kegelapan yang amat sangat menyelimuti raga mereka. Mereka terpaksa harus mencari dan mencari sampai bisa menemukan mata mereka yang hilang. Dan akhirnya mereka bertemu dengan kami. Beberapa penumpang yang selamat setelah kecelakaan itu, harus bertahan hidup dari kejaran atau mungkin bisa kusebut penderitaan mereka atas kegelapan yang menyelimuti mereka. Berjuang untuk mendapatkan "Cahaya Mata" mereka kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Foerza17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tumbal Mata
Adikku menghampiri sebuah paku yang menancap di dinding rumah kami. Tiba-tiba dia mengambil ancang-ancang dengan menarik kepalanya kearah belakang, dan tanpa ragu dia langsung menghujamkan kepalanya kearah paku yang mencuat tersebut berulang kali.
Ayahku pun langsung berlari untuk menghentikan perilaku gilanya itu dan ibuku pun menangis histeris melihat tingkah laku mengerikan adikku itu. Aku saat itu hanya tercengang sehingga membuat tubuhku terdiam membeku tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Darah bercucuran keluar dari matanya hingga membuat warna kayu rumah kami menjadi semerah darah. Dan hanya kata-kata "mataku! Mataku!" saja yang keluar dari mulutnya. Ayahku berusaha untuk memegangi tubuhnya dan berusaha untuk menenangkannya tetapi tidak berhasil. Entah kenapa saat itu tenaga adikku begitu kuat hingga ayahku pun tak mampu untuk menahan pergerakannya. Setelah kesadaranku pulih, aku pun langsung bergegas untuk membantunya.
"Apa yang kamu lakukan?" tanyaku sembari terus memegang tangannya.
"Argh lepaskan mata ini dari kepalaku! Aku tidak mau menerima mata ini" jawab dia sembari masih terus menghujamkan kepalanya kearah paku itu.
Aku dan ayahku dengan erat memegangi tubuh adikku dan ibuku berusaha untuk mencari bantuan. Setelah beberapa saat dia melakukan aksi mengerikan itu, dia pun berhenti. Aku dan ayahku sedikit merasa lega dan segera memeluknya.
Aku melihat di dinding sudah tertancap sebuah bola mata dengan darah yang masih menetes disana. Aku menangis dan merinding dalam waktu yang bersamaan. Terlihat juga di wajah adikku dia sedang menangis darah di mata kanannya. Dengan kelopak mata yang tertutup menandakan sudah tidak ada bola mata yang menempel disana. Sebenarnya apa yang terjadi saat adikku masih pergi memancing tadi siang?
Dengan perlahan dan tangan gemetar aku mencoba untuk mengambil bola mata adikku itu. Jantungku berdegup tak karuan melihat kejadian mengerikan dan bola mata penuh darah adikku ini. Kemudian aku pergi untuk menguburkan benda berlendir ini dibelakang rumahku.
Namun, hanya beberapa saat aku pergi, adikku melakukan hal tersebut untuk kedua kalinya. Dia melakukan hal yang sama kepada mata kirinya. Ayahku langsung berteriak histeris memanggil namaku. Aku pun segera bergegas menghampirinya.
Kali ini dia dengan tanpa terkendali menghujamkan kepalanya dengan keras hingga darah mengalir deras membasahi wajahnya. Kata-kata yang dikeluarkan masih sama yaitu "mataku! Mataku!" saja yang terucap dibibirnya. Dia mencoba untuk mengeluarkan bola matanya dari kepalanya.
Dahinya sudah mulai berlubang karena aksinya. Hidungnya sudah tak berbentuk lagi. Mata kirinya melotot dan otot-otot disekitar matanya menegang. Darah memuncrat mengenai bajuku. Aku saat itu hanya bisa pasrah dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Akhirnya setelah beberapa menit, sama seperti sebelumnya yaitu bola matanya sudah menancap di dinding, dia menyudahi aksi gilanya itu. Kemudian dia pun pingsan dipangkuanku. Aku dan ayahku hanya bisa tertunduk lesu dan menyesal karena tidak dengan tegas melarang adikku yang akan melanggar peraturan tidak tertulis tersebut.
Setelah tenagaku pulih, aku pun bergegas untuk membersihkan noda darah yang membasahi dinding dan lantai rumah kami. Sedangkan ayahku menggendong adikku ke kamar tidur. Tetapi aku juga merasa khawatir karena ibuku masih belum kembali.
Aku pun bergegas mencarinya dan betapa terkejutnya aku. Huru hara yang sedang terjadi di desa ku amatlah mengerikan. Semua pemuda yang pergi memancing bersama adikku siang tadi juga melakukan hal yang sama pada saat ini.
Teriakan histeris dan rasa sakit akibat benturan kepala yang tak terkendali menggema ke seluruh penjuru desa. Sekujur tubuhku menjadi merinding, kakiku merasa lemas hingga tak mampu lagi menopang tubuhku. Aku pun terduduk di atas tanah yang dingin ini. Menyaksikan para pemuda menumbalkan kedua matanya kepada makhluk penunggu sungai. Melihat mereka melakukan "Tumbal Mata" sebagai hukuman karena mereka telah melanggar aturan tersebut.
################################
"Setelah kejadian pada malam itu, malam berikutnya giliran ayah gue yang ngelakuin tindakan gila itu. Malam berikutnya giliran ibu gue. Gue yang merasa khawatir kalau malam berikutnya gue juga melakukan hal yang sama, gue pun pergi dari desa yang sudah dikutuk itu," ucapnya sembari menangis sesenggukan. Aku hanya tercengang mendengar ceritanya.
"Jadi seperti itu kejadiannya? Semua jadi jelas sekarang mengapa mereka semua mengejar kami? Mereka hanya menginginkan bola mata kami untuk mengganti bola mata mereka yang sudah dikutuk tersebut. Dan "Cahaya" yang mereka maksudkan adalah "Cahaya Mata" yang kami miliki. Karena mereka sudah tidak bisa lagi untuk melihat dunia. Tidak bisa lagi untuk melihat secercah cahaya untuk selamanya," batinku.
"Jadi gimana menurut lu? Gue udah gak punya siapa-siapa lagi saat ini. Kalau gue nekat balik ke desa gue, gue bakalan jadi tumbal untuk selanjutnya," ucap berandalan itu. Aku hanya terdiam tak bisa menjawab pertanyaannya.
"Jawab woi!" gertaknya.
"Kau benar. Kau seharusnya kembali untuk mempertanggung jawabkan kutukan itu. Karena sebuah larangan dibuat agar tidak dilakukan. Itulah yang menyebabkan desamu dikutuk. Dan kalian malah melanggarnya," jawabku. Dia pun tercengang mendengarnya.
"Lu bego apa gimana sih? Kalo gue tetep nekat balik ke desa gue, gue pasti jadi tumbal. Lu denger kagak cerita gue tadi?" ucap dia dengan suara lantang yang menggema ke seluruh penjuru ladang.
"Bukan hanya kau yang menerima sebuah aturan. Aku juga punya sebuah aturan," aku menatapnya dengan tatapan tajam dan tanganku yang mengepal erat menahan emosi.
"Sebuah perintah dan larangan yang harus aku lakukan sepanjang hari. Oleh sebuah entitas Maha Kuasa yang setiap saat mengawasiku. Sebuah entitas yang Maha Perkasa yang akan memberikan ganjaran kepada makhluk yang menuruti perintahnya. Dan memberikan hukuman kepada makhluk yang melanggar aturannya. Dan entitas itu kami sebut dengan "Tuhan"," dia hanya terdiam mendengarkan perkataanku. Kemudian dia kembali berkata,
"Apa saja larangan yang diperintahkan oleh Dia?"
"Semua yang kau lakukan tadi dan yang akan kau lakukan saat ini kepadaku," jawabku tegas.
"Semuanya?" tanya dia lagi dan aku hanya mengangguk.
Dia terlihat kebingungan setelah mendengarkan ucapanku. Terlihat raut wajahnya merasa menyesal dan tidak mampu lagi untuk menyangkal fakta yang sebenarnya. Dia sudah terlalu jauh dalam kesesatan.
"Lalu? Apa yang akan Dia lakukan saat ini kalau dia ngeliat gue ngelakuin kek gini?" Dia tiba-tiba mengangkat goloknya pertanda kalau dia ingin membunuhku. Sepertinya dia sudah sangat frustasi dengan nasibnya yang sedang dia alami.
"Kau bisa kemari dan mencobanya," Aku pun mengangkat sabitku dan menantangnya balik.
Angin malam pun berhembus kencang meniup rambutku. Serangga malam berhenti dari nyanyiannya membuat suasana menjadi hening. Rembulan pun mulai tertutup disebalik awan menyembunyikan sinarnya yang lembut. Ladang tebu yang luas menjadi sedikit lebih sunyi. Seakan dunia pun tahu bahwa saat ini kami memiliki sebuah tekad dan pendirian yang berbeda walaupun sebenarnya sama.
Membuktikan kebenaran dari Yang Maha Kuasa.
thor...sehat2 yah cuaca lagi buruk..banyak yg sakit...