mengisahkan tentang seorang gadis bernama Safira, di malam dia bekerja di sebuah hotel, mahkotanya di renggut oleh laki laki yang tidak dia kenal. bukan itu saja penderitaan nya, dia usir oleh ibu dan saudara tirinya, bahkan bayi yang baru saja dia lahirkan diambil oleh Nadira saudara kembarnya, mereka membuang Safira di pinggir hutan.
Safira kembali ke kota menjadi seorang guru bagi sang pura, akankah Fira tahu kalau anak laki yang sering menyendiri adalah putranya, bagaimana dia bisa menemukan putranya dan menyelamatkan putranya, dari Nadira yang sudah mengaku sebagai ibunya selama ini.
Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggal kan jejak positif, bagi yang tidak suka, skip saja, hargailah karya orang lain. 💕💕💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ilham Dzaki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dukun KW
Sinta dan Dira menuju ke sebuah padepokan yang katanya terkenal ampuh dalam mengusjr hantu dan setan, Mereka meminta Jimat atau penangkal hantu, kalau perlu si mbahnya untuk menangkap itu si hantu.
" Mbah, rumah kami ada setan wanita mbah, tolong usir dia dari rumah kami, dia mau membunuh kami mbah," ucap Sinta memohon pada si dukun.
Dukun tersebut membakar kemenyan, dia komat- kamit sambil mengunyah Sirih di mulutnya.
"Siapa namamu?" tanya si mbah dukun, masih dengan gaya uniknya.
"Saya Sinta mbah, hantunya anak saya yang sudah meninggal lama." Sinta menjelaskan siapa status hantu yang mengganggu mereka.
" Siapa yang tanya hantu itu, aku cuma tanya nama kamu!" Mbah dukun tersebut malah nyolot mendengar jawaban Sinta.
Ya jelas saja nyolot, lha si mbah dukunnya itu Kw alias Amir yang sedang menyamar, Amir menyogok si dukun denga uang banyak, dan orang itu mengijinkan Amir untuk menjadi dirinya, serta mengerjai Sinta dan Dira.
Sinta hanya diam saja, dia cuma bisa menelan salivanya dengan kasar.
" Apakah hantu itu wanita?" Sebuah pertanyaan konyol yang di tanyakan Oleh Amir.
" I- iya , mbah."
" Apa dia baru melahirkan sewaktu mati?" tanya Amir lagi.
Sinta mengangguk.
" Wajahnya hancur, dia bunuh dan di buah ke jurang, arwahnya tidak tenang, dan akan menuntut balas, saat ini hantu itu terus mengamati rumah kalian." Amir menakut-nakuti Kedua perempuan tersebut.
Ibu dan anak tersebut saling berpelukan, mereka merasa ngeri kalau ketemu hantu Fira beneran. " Mbah tolong kami, usir hantu tersebut dari rumah kami, kalau perlu bakar dia supaya tidak balik lagi." Dengan gemetar Sinta memohon untuk mengusir hantu Fira.
"Kenapa kalian takut sekali, memangnya kalian yang membunuh hantu itu?" tanya Amir.
" Enggak mbah, kami orangnya lemah lembut bahkan dia anak saya, adiknya Dira, mereka kembar mbah." Sinta menangkupkan kedua telapak tangannya.
" Aku pikir kalian yang membunuhnya, tapi kenapa dia menuntut balas atas kematiannya pada kalian, sebebarnya kalau memang itu kalian juga tidak apa- apa, itu bukan itu bukan urusan saja, cuma kalian harus melakukak ritual penebusan dosa dan meminta maaf pada arwah penasaran itu saja." Amir memancing keduanya untuk mengakui kejahatan keduanya, karena di ruangan itu sudah terpasang kamera tersembunyi dan langung mengarah ke arah keduanya.
" Begitu ya mbah, baiklah mbah saya mengaku memang saya yang menganiaya dia dan membunuhnya, kami tidak mau dia menjadi penghambat karir kakak kembarnya ini, bahkan dia menikah dengan orang kaya yang sudah diincar kakaknya sejak lama. kami membunuh dia dan Dira akan menjadi dia lalu menggantikan posisi dia." Sinta mengakui semua kejahatannya doa dwpanabah dukun tersebut.
"Wah gila, ini sungguh edan, kok bisa-bisanya, kau membunuh satu anakmu demi kebahagiaan anakmu yang lain. Bagaimana kalau ternyata anakmu yang satu itu tidak baik padamu ha, trus nanti dia meninggalkan kamu kalau sudah sukses, apa kau tidak akan menyesal?" Amir membuat sebuah perumpamaan, untuk membuka hati Sinta.
" Tidak, saya yakin Nadira putri saya ini akan terus menyayangi ibunya yang selalu berjuang untuk nya, dia juga selalu bersama -sama saya." Sinta tidak Terima si mbah dukun menjelek- jelekkan Dira putrinya.
" Iya ma, mama benar Dira tidak mungkin meninggalkan mama kalau sudah menjadi Nyonya Wijaya." Dira menanggapi apa yang di katakan Ibunya.
" Berarti anakmu ini belum menjadi nyonya Wijaya itu, goblok dong sudah membunuh, eh malah samalai sekarang belum berhasil me jadi nyonya, ujung-ujungnya di kene hantu penasaran, apes-apes.
Amir menertawakan kebodohan kedua wanita itu.
"Bagaimana ini, ma. Benar kata si mbah, bahkan anak saya masih trus mengejar dia, " kata Sinta.
" Wes- wes, ini malah mau drama mewek di sini, jadi mau mengusir hantu tidak?" tanya Amir. Pertanyaan Amir makin nenusuk hati mereka, sungguh mulutnya sangt pedas, kalau saja mereka tidak membutuhkan bantuan Dukun itu, ogah mereka ke tempat itu, apalagi bau kementannya juga sangat menyengat.
"Jadi dong mbah, kami sudah jauh jauh datang ke padepokan mbah masak pulang dengan tangan hampa," jawab Sinta.
Dia harus bersabar menghadapi tingkah dukun yang aneh -aneh itu, tapi apa yang dia katakan sangatlah tepat jadi Sinta masih bertahan.
" Kalian harus mensucikan diri kalian dulu, supaya hantu menjauh bahkan dari radius seratus meter, hantu -hantu itu akan mental." Amir sudah mulai membual, sebenarnya dalam Hati pemuda itu ingin sekali tartawa, jaman modern begini kok masih percaya dengan takhayul.
" Apa yang harus kami lakukan, mbah?" tanya Sinta.
" Ada tujuh langkah yang jarus kalian lakukan untuk mensucikan diri pertama kalian harus mandi dari tujuh sumber yang berbeda!" kata Amir.
"Maksudnya?" tanya Sinta.
" Kalian cari tujuh sumber yang berbeda itu maksudnya dari tujuh sumber mata air, contohnya, dari sumur, sungai, laut, pegunungan, air terjun, air mata dan air hujan." jawab Amir. Padahal pemuda itu asal bicara saja.
"Yang kedua, kalian harus sedekah ke tujuh tempat-tempat yang berbeda, tapi beda kelas juga, pondok pesantren, fakir miskin, panti jompo, orang jalanan, orang gila, panti asuhan. serta orang cacat, nominalnya terserah." Amir menyebutka syarat kedua.
" Lalu mbah? " Sinta semakin penasaran dengan syarat itu.
" Yang ke tiga, kalian menyembelih kambing sejumlah tujuh ekor, berikan semuanya pada tetangga kalian, lalu darahnya, kalian siramkan di sekeliling rumah, yang ke empat buatlah hiasan bawang di rumah kalian, yang ke lima, tabur garam diatas Darah kambing tersebut. yang ke enam. pada malam jum'at besok, tidak perlu menunggu jumat kliwon kalian manfi kembang tujuh rupa, dan yang terakhir yang ke tujuh, khatamkan membaca tiga puluh jus dalam sehari, pas di hari jum'atnya. " Amir memberikan tujuh syarat untuk mensucikan diri dan jiwa mereka.
Sinta dan Dira saling memandang satu sama lain, apa tidak ada cara lain.
" Maaf mbah, apa tidak ada cara lain? misalnya saya bayar mbah dengan uang, lalu mbah yang mengadakan ritual, ini sangat berat mbah." Sinta memohon keringanan untuk persyaratan yang di katakan mbah dukunnya.
"Saya tidak suka tawar menawar, kalian mau melaksanakan ya monggo, tidak mau ta monggo, cari orang lain saja, ini sama halnya meragukan kemampuan saya. " Amir menaikkan suaranya dua oktaf bahkan dia bisa merubah suaranya seperti orang tua.
Amir menabur garam di atas kemengan yang masih membara, sehingga mengeluarkan api. Sinta beserta Dira sangat kaget. Mereka kemudian menyetujui syarat- syarat itu.
"Mbah tolong di ulangi lagi apa saja tujuh syaratnya?" tanya Sinta.
" Tidak ada siaran ulang, kalian fikirkan saja sendiri, kalau sampai satu saja ada yang tertinggal, hantu itu akan terus menggentayangi kalian sampai salah satu dia tara kalia ada yang mati atau gila." Amir mengatakan semua itu sambil mengelus jenggotnya dan menikmati cerutunya.