Fakultas peternakan x Fakultas Hukum
Nyambung nggak jelas ngak Nyambung bangetkan, bau sapi sama tumpukan undang-undang, jelas tidak memiliki kesamaan sama sekali. Tapi bagaimana jika terjalin asmara di dalam perbedaan besar itu, seperti Calista Almaira dan Evan Galenio.
Si pawang sapi dan Arjuna hukum yang menjalin hubungan dengan dasar rasa tanggung jawab karena Evan adalah pelaku tabrak lari kucing kesayangan Calista.
Kamu sudah melakukan tindak kejahatan dan masih bertanya kenapa?" Calista sedikit memiringkan kepala menatap Evan dengan tidak percaya, laki-laki yang memakai kaos putih itu pun semakin bingung.
"Nggak usah ngomong macen-macem cuma buat narik perhatian gue, basi tau nggak!" Hardik Evan emosi.
"Buat apa narik perhatian pembunuhan kayak kamu!"
Beneran kamu bakal ngelakuin apapun?" Tanya Calista yang gamang dan ragu dengan ucapan Evan.
Evan mengangguk pasti.
"Hidupin joni lagi bisa?"
"Jangan gila Lu, gue bukan Tuhan!" sarkas Evan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Para punggawa
Evan menyetir dengan santai, tapi pandangannya sesekali melirik Calista yang sibuk membuka bungkus roti di tangannya. Aroma cokelat dari roti itu memenuhi kabin mobil, menciptakan suasana hangat di tengah pagi yang mendung.
“Jadi gimana? Udah makan belum?” Evan mengulang pertanyaan yang belum Calista jawab, tetap fokus pada jalan.
Calista melirik dengan sebelah alis terangkat, memiringkan badannya agar bisa melihat pria tampan berkemeja maroon yang sedang menyetir di sebelahnya.
“Kalau udah makan, menurut kamu aku ngapain buka roti ini?” ucapnya, setengah ketus tapi tetap terdengar manja. Dengan wajah memberengut imut gadis itu melanjutkan membuka plastik roti yang ada di tangannya.
Calista bangun kesiangan, Evan juga tidak kembali dari apartemen Bobby. Mereka langsung berangkat ke kampus bareng dengan ketemu di lobby apartemen. Dan herannya sedari tadi Evan mencercanya dengan pertanyaan yang sama, " Udah makan belum?"
Evan mendengus kecil, lalu melirik sekilas ke arah tangan Calista. “Sini satu.”
Calista melongo. “Apa?”
“Rotinya. Sini, satu," ulang Evan yang membuat alis Calista menukik tajam.
"Rotinya cuma satu Epan, kenapa nggak bilang kalau kamu juga mau roti. Tau gitukan tadi aku beli dua," gumam Calista diakhir kalimatnya.
Calista pikir Evan sudah sarapan di apartemen Bobby, sejak Calista tinggal di apartemen Evan. Pria itu memang tingal bersama Bobby dan Rian di malam hari, dia akan kembali saat pagi untuk mandi dan berganti baju. Evan tidak ingin membuat Calista merasa risih dengan keberadaan dirinya, tidur bersama seatap dengan seorang laki-laki asing mesk beda kamar tentu akan membuat seorang gadis merasa canggung.
"Ya udah sebungkus berdua, suapin gue, gue laper,” jawab Evan dengan santai, seolah itu adalah hal paling wajar di dunia.
Seketika, Calista memutar bola matanya. Modus sekali Tuan arjuna Hukum ini.
“Ih, kamu tuh kenapa sih, kayak nggak punya tangan aja? Suap-suapan? Kita lagi nggak di drama Korea, tahu!” ketus Calista setengah malu, dia bukannya tidak pernah menyuapi Evan. Tapi kalau di minta terang-terangan gini, malu juga.
“Gue lagi nyetir, Ca. Lu mau kita kenapa-napa, gara-gara gue makan roti yang cuma setengah bungkus. Nggak kan?" Evan membalas dengan nada setengah bercanda.
Calista mendengus kesal, tapi tangannya otomatis mematahkan sepotong kecil roti. Ia mengulurkan tangan dengan sedikit ragu, lalu menyodorkan potongan itu ke arah mulut Evan.
“Nih! Tapi hati-hati ya, aku nggak mau ada remah-remah di mobil ini, ntar kamu nyalahin aku kayak kemarin," Calista berkata dengan nada galak. Evan membuka mulut, menggigit roti itu dengan santai.
“Kok kecil banget? Suapin yang bener dong. Nggak niat banget nyuapin pacar!" protes Evan.
“Kalau nggak suka, nggak usah makan!” Calista pura-pura menarik tangannya, tapi Evan menahannya dengan cepat.
“Ca,serius. Gue lapar banget,” tutur Evan, sambil menahan tawa, asyik juga menggoda calista untuk mengawali hari.
Mau tak mau, Calista kembali menyuapinya, kali ini dengan potongan yang lebih besar, kasian juga jika pacar sementaranya ini kelaparan. Tapi jemari Calista tak sengaja menyentuh bibir Evan saat menyuapkan roti ke mulut Evan. Calista menarik tangannya dengan cepat, pipi gadis dengan jepitan panda di rambutnya merona kemerahan.
Evan melirik sekilas, sudut bibirnya terangkat, tapi ia menahan diri untuk tidak meledek.
“kenapa pipi Lu merah? Lu demam lagi, Ca? Kita perlu ke dokter?” tanyanya, berpura-pura polos. Padahal Evan tahu benar kenapa pipi chubby berubah ranum.
“Merah apaan sih? Mana ada!” Calista buru-buru mengalihkan pandangan ke jendela, menggigit roti di tangannya dengan potongan besar untuk menutupi rasa malunya.
Mobil kembali hening, tapi suasana dalam kabin terasa lebih hangat. Calista diam-diam melirik Evan, yang kini mengunyah dengan tenang. Di balik sikap ketusnya, ada rasa aneh yang membuat hatinya berdebar—campuran manis dan canggung yang ia sendiri tak tahu bagaimana, rasanya seperti ada satu kupu-kupu yang berputar di perutnya.
Setelah perjalan yang canggung tapi manis, mereka pun akhinya sampai di kampus. Evan memarkirkan mobilnya dengan baik, setelah itu ia segera turun dan berlari kecil untuk membukakan pintu untuk Calista.
"Makasih Epan," ucap Calista tapi dia tidak mau untuk menatap wajah Evan, dia malu tapi penasaran.
"Sama-sama pacar," sahut Evan yang langsung membuat Calista lari tapi baru beberapa langkah Calista berlari kembali menghampiri Evan.
"Ini, jangan lupa diminum." Calista menyodorkan susu kotak dengan kasar pada Evan dengan wajah menunduk, setelah itu dia berlari lagi menjauh. Evan terkekeh gemas melihat tingkah pacar bawelnya itu.
"Kalau salting lucu juga," gumam Evan sambil menatap susu kotak siap minum yang Calista berikan.
.
.
.
Siang yang cukup ramai di kantin Fapet, hari ini Calista tidak ke kantin Fakultas ekomomi karena tidak ada janji dengan Evan. Lebih tepatnya, Tuan arjuna hukum itu masih ada kelas, jadwal istrahat mereka hari ini tidak singkron.
"Makan apa ya Ca?" tanya Laura pada sang sahabat.
"Aku pengen bakso Lau, sama mie ayam," jawab Calista dengan mata berbinar membayangkan dua makanan favoritnya.
"Dih maruk."
"Biarin mumpung nggak ada Epan," sahut Calista terkekeh, untuk siang ini Calista ingin bebas jajan semau dia tanpa aturan Evan.
Laura mengandeng tangan sahabatnya, mereka pun berjalan ke arah kantin dengan semangat dan perut yang siap menampung semua menu kantin Fapet. Dan sampailah mereka di kantin Fakultas peternakan.Calista berlari kecil ke arah stan tak sabar untuk memesan bakso.
“Bakso extra pedas, ya Mas!” Calista tersenyum lebar ke penjual.
"STOP!" teriak seseorang yang langsung menjadi pusat perhatian di kantin.
Tapi Bobby buru-buru berlari dengan melambaikan tangan.
“Mas, biasa aja! Jangan pedas!” tukas Bobby dengan nafas tersengal, untung dia tepat waktu sebelum Calista memesan.
Calista langsung menoleh, melotot.
“Bobby! kamu apa-apan sih, aku mau makan pedes, kenapa kamu ngatur?” ketus Calista dengan berkacak pinggang.
“Sorry, Cal. Tapi Evan bakal ngulitin aku kalau kamu kenapa-kenapa gara-gara makan pedas,” Bobby menjawab Bobby masih dengan masih mengatur nafasnya.
“Yaelah, Tuan posesif pake ngutus punggawanya," celetuk Laura.
"Udah sembuh kok!” Calista merajuk sambil melipat tangan, mukanya ngambek.
“Ngambek Lu nggak mempan sama gue, Cal. Gue lebih takut dipelototin Evan? Kalau gue enggak jagain makanan lu, Evan bakal bikin gue ceramah dua jam. Gue masih sayang telinga gue Cal, please," Bobby memohon, dia nggak apa-apa dibawelin Calista, kalau Evan yang bawel beuh bisa copot kuping Bobby.
"Tolong dimohon dengan sangat ya Ibu negara." Bobby melipat tangan memoho dengan wajah memelas.
"Udah Ca, Lu nurut aja. Kasian si Bobby nanti dimarahin Evan," Laura pun ikut membujuk Calista karena tidak tega dengan tampang Bobby yang memelas seperti itu. Calista mendengus kesal lalau terpaksa mengangguk setuju.
"Terma kasih Ibu negara, sekarang silahkan Anda duduk biar saya yang membeli baksonya."
Calista dan Laura pun mencari meja kantin yang kosong, sementara menunggu bakso yang Bobby belikan. Setelan pesanan selesai, Bobby pun membawa tiga porsi bakso dengan nampan ke meja Calista. Dan saat itu tiba-tiba tidak sengaja menabrak seorang mahasiswa yang sedang membawa gelas minuman. Air es itu tumpah ke arah lengan Calista dan celana Laura.
“Bobbyyyy!!!” Pekik Laura.
"Bobyyy!!" teriak Calista histeris.
“Ya ampun, maaf banget, Cal, Lau!” Bobby langsung panik, ia segera menaruh baksonya dan mengambil tisu dari tasnya dan buru-buru membersihkan lengan Calista.
"Dasar Bobby menyebelin!" pekik Laura, dia berdiri lalu mengelap celananya yang basah dengan tisu.
“Lengan aku! Basah! Dingin! Kamu tuh ceroboh banget, sih!” Calista terus mengomel tanpa henti. Tapi Bobby hanya tersenyum kecil sambil tetap mengelap dengan hati-hati.
“Yah, gapapa basah dikit, ” kata Bobby sambil menyengir.
"Dia dikit gue banyak dodol, ntar dikira ngompol gue basah begini!"
"Lha Elu bukannya memang masih suka ngompol Lau," canda Bobby mencoba mencairkan suasana.
"Mulut Lu mau di sumpel pakan sapi emang ya, sembarangan!" Laura memukul lengan Bobby dengan brutal.
"Ampun ... Ampun!" teriak Bobby sambil berusaha berlindung di balik Calista.
Siang itu kantin jadi cukup ramai dengan adanya Bobby.
gak nyangka kalian udh pada punya buntut wkwk kalo ngumpul makin rame makin kocakk pastinya
Happy ending yg no kaleng kaleng ini mah . terimakasih sudah menyuguhkan cerita yang super berkesan ini, love you author 😘😘
lelah semua..... tp kamu gk mau membebani orang2 yg kamu sayangi
sabar ya, Ca....
di suruh menjaga, mendengarkan kalo ada suara².... malah telinga di sumpelin... gimana mau denger....
sukuriiiin.... skrg gk ada yg membela kamu, Gab... nikmati sanksi mu....