Anzela Rasvatham bersama sang kekasih dan rekan di tempatkan di pulau Albrataz sebagai penjaga tahanan dengan mayoritas masyarakat kriminal dan penyuka segender.
Simak cerita selengkapnya, bagaimana Anz bertahan hidup dan membuktikan dirinya normal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ruang Berpikir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27_Kau Betina
Mereka semua diam, membalas menatap nyalang Anz. Masing-masing dari mereka menatap Anz dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Anz masih memakai pakaian dinas dan juga dilengkapi jilbab kurung yang menutupi kepalanya.
Di bawah pohon sana, Ahmed masih duduk tenang, wajah datarnya itu sedikit terukir senyuman di bibirnya "lumayan ber mental juga anak itu," mengubah posisi duduk, dari duduk bersila menjadi duduk menopang lutut satu dan salah satu tangan ia letakkan di atas lututnya itu.
"KAU BETINA," menunjuk Anz "PERGI DARI SINI ATAU KU LEMPAR KAU KE BETINA LAIN," ucap teriak salah satu dari laki-laki itu yang berbadan paling besar dengan intonasi keras dan tepat di hadapan wajah Anz.
Anz menutup kelopak matanya, menahan napas, kala teriakan dari salah satu laki-laki berbadan besar itu, kemudian Anz membuka kembali kelopak matanya, menaikkan salah satu alisnya dan bermonolog, betina, kulempar kau ke betina lain. Maksudnya apa?
"Nona," panggil lirih orang yang sedang memegangi perutnya di aspal itu dan darah yang terus keluar dari mulutnya "pergilah. Selamatkan dirimu, biarkan au menyelamatkan diriku."
Anz berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan orang itu "saya tidak apa-apa pak, Anda lah sekarang yang harus di selamatkan dari orang-orang bi na tang ini," mengalihkan pandangan, melihat tajam orang berbadan besar itu yang berdiri, berkacak pingang dan mata mereka menatap nyalang.
"Kau betina, mau menantang kami ha?"
Hembusan napas panjang Anz lakukan yang kemudian mengabaikan dan beralih kembali menatap laki-laki lemah itu "tolong beri saya alasan kenapa Anda sampai di pukul seperti ini. Apa yang telah Anda lakukan?"
"Saya orang miskin," ucapnya semakin lemah dan sambil menunduk.
"Orang miskin," lirih Anz bingung sendiri. "Hubungan miskin dengan penganiayaan ini apa?"
"Drama," lirih salah satu dari laki-laki yang berdiri itu, yang berbadan paling besar dengan beriringan kakinya yang terhayun menendang punggung badan Anz.
"Akh," reflek lirih Anz, badan Anz langsung tersungkur, terguling ke samping badan laki-laki yang duduk di atas aspal itu.
"Dek, kamu tidak apa-apa," berusaha membantu Anz bangkit.
Anz mengangkat tangan kanannya, menatap laki-laki itu "saya tidak apa-apa. Tolong menjauh dari sini Pergi pak." Anz bangkit dan berdiri tegap, pandangan matanya sangat tajam bahkan ketajamannya seakan-akan membelah tubuh mereka yang Anz tatap.
"Apa?" Tanya ia yang menendang Anz tadi "mau ngajak bertengkar?" Berbalik menatap Anz, tidak kalah tajam.
Tidak ada jawaban dari Anz namun tubuh Anz langsung mengambil sikap pertahanan pada tubuhnya yaitu kedua telapak tangannya ia genggam kuat dan ia posisikan depan mukanya guna melindungi wajah cantiknya itu sedangankan kaki mengambil sikap kuda-kuda yaitu kaki kiri di depan dan kaki kanan di belakang mempertahankan keseimbangan berat badan, menghadap lawan sekaligus mencari kesempatan hendak memberikan serangan balik.
"Menantang rupanya," tertawa renyah menghayunkan tangan memberi arahan kepada rekannya.
Semua laki-laki yang berbadan besar itu berjumlah sembilan orang pada berjalan mengelilingi Anz.
Laki-laki lemah tidak ada daya itu berteriak "dek, lari," naas suaranya teriakannya itu, hanya terdengar lirih di telinganya sendiri. Perlahan namun pasti dengan sisa tenaga yang tersisa, ia menyeret tubuhnya menjauh.
Sedangkan Ahmed masih duduk diam, menyaksikan, dan kadang-kadang terukir senyuman dari wajah tampannya yang datar itu.
"Kau ini betina, lemah, sam pah," memandang Anz dari atas sampai bawah yang tubuhnya terbalut kain semua, kecuali muka, punggung dan telapak tangan "tenagamu tidak seberapa. Malah mau menantang kami ha!"
"Aku tidak menantang kalian," menatap tajam pada laki-laki yang semenjak tadi banyak bicara itu.
"Lalu!" tersenyum sinis "kau ingin menyerahkan tubuhmu?"
Anz diam, matanya semakin menatap tajam, napasnya memburu dan kewaspadaannya meningkat.
"Kami," melihat rekan-rekan sekelilingnya "tidak selera pada kau, karena kau adalah betina," menunjuk Anz. "mungkin jika kami melemparkan kau, betina, ke betina lain, nasib kau itu tidak seberuntung saat bersama kami."
Anz masih diam, posisi kuda, tetap mengaktifkan kewaspadaan pada dirinya sendiri namun satu alisnya terangkat dan bermonolog nasib, beruntung. Apa lagi yang mereka maksudkan.
"Kau betina," menunjuk Anz "kau hanya pendatang di sini."
"Ahhh, banyak dramaaaa," teriak salah satu dari mereka dan lansung menghayunkan tangan hendak menghantam kepala Anz dari arah belakang.
Dengan sigap Anz, menunduk dan menyikut dengan sikunya tepat pada perut bagian ulu hati laki-laki yang menyerangnya itu.
Hembusan napas Anz silih berganti dan cepat, menatap tajam pada laki-laki itu yang tersungkur dan terduduk di atas lipatan kakinya sendiri dan tangannya memegang kuat perutnya.
Napasnya terasa sesak, pandangan matanya berputar-putar, genggaman tangan semakin kencang meremas perutnya sendiri. Tidak lama berselang detik, tubuh besar laki-laki bertato itu tumbang, terjatuh dan tersungkur di atas aspal hitam itu.
Semua rekan-rekan laki-laki itu yang melihat keadaan temannya yang sudah tergeletak tidak berdaya dan bibirnya yang pucat pasi, memelototkan matanya yang kemudian pandangan mata mereka semua mengatah ke Anz "apa yang kau lakukan pada teman kami, betina ja lang bia dap."
"Hanya membela diri," jawab Anz santai.
Salah satu dari mereka mendekati temannya itu, memegang pergelangan tangan dan beralih merasakan panasnya hembusan napas temannya yang kemudian ia mengangguk kepalanya melihat rekan-rekannya.
"Yaelah," memutar bola matanya malas "di sikut begitu doang, mana mungkin mati. Badannya aja yang besar," lirih Anz sewot, sendiri dan tanpa memperketat kewaspadaan pada dirinya sendiri.
Anz berdiri santai, melipat kedua tangan di depan dada dan pandangan mata menatap laki-laki yang masih terkapar tidak berdaya itu yang kemudian sekali kali Anz melirik laki-laki lemah yang menjadi kekerasan mereka tadi.
Laki-laki korban kekerasan tadi, duduk kebingungan, mulutnya terbuka menganga lebar menatap lak-laki itu yang terkapar dan Anz bergantian. Anz memberikan isyarat dengan sorot matanya kepada laki-laki itu untuk segera pergi menyelamatkan dirinya.
Sedangkan di lain sisi, Ahmed merubah-rubah gaya duduknya, sekarang iya kembali duduk bersila, gempulan asap tebal ia hembuskan dari mulutnya itu dan juga bibirnya yang tidak berhenti tersenyum, terkagum akan keberanian dan kehebatan Anz.
Matahari semakin meninggi, cahaya semakin terang. Burung-burung beterbangan bergerombolan dan kicauan dari burung terdengar merdu dan menenangkan. Kepakan sayap burung terus berkepak. Sebagian burung lainnya yang berjenis beda, terbang di atas sana dan sebagian lagi burung itu ynag berbeda jenisnya mengindap di ranting-ranting pohon dengan mulutnya berkicau merdu.
Atensi Anz sedikit teralih menatap burung yang hinggap di ranting pohon itu, warnanya keemasan, mulutnya runcing dan memanjang, dan tubuhnya itu sebesar kucing.