Karena sebuah wasiat, Raya harus belajar untuk menerima sosok baru dalam hidupnya. Dia sempat diabaikan, ditolak, hingga akhirnya dicintai. Sayangnya, cinta itu hadir bersama dengan sebuah pengkhianatan.
Siapakah orang yang berkhianat itu? dan apakah Raya akan tetap bertahan?
Simak kisah lengkapnya di novel ini ya, selamat membaca :)
Note: SEDANG DALAM TAHAP REVISI ya guys. Jadi mohon maaf nih kalau typo masih bertebaran. Tetap semangat membaca novel ini sampai selesai. Jangan lupa tinggalkan dukungan dan komentar positif kamu biar aku semakin semangat menulis, terima kasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandyakala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Khawatir
"Mas, aku senang banget Mas pulang. Aku boleh minta sesuatu?", tanya Sindy dengan wajah sumringah.
"Apa?", Ezra balik bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop yang ada di pangkuannya.
"Mmm ... bisakah kita pergi berlibur untuk waktu yang cukup lama?", ucap Sindy hati-hati.
"Liburan? untuk apa?", Ezra masih belum menatap Sindy.
Sindy menarik nafas dalam, dia sudah bisa menebak suaminya itu pasti enggan memenuhi keinginannya.
"Selama Mas Ezra pergi, aku tetap rutin melakukan pengobatan dan dokter pribadiku bilang kondisiku akhir-akhir ini semakin menurun karena aku terlalu lelah, aku stress, Mas. Aku bosan tidak bisa banyak beraktivitas dengan bebas seperti wanita lain di luar sana. Aku bosan setiap hari hanya menghabiskan waktu di rumah ini saja", terang Sindy dengan wajah sendu.
Ezra menghela nafas, kali ini mau tidak mau dia harus memperhatikan istrinya itu.
"Ok, kamu mau liburan ke mana?".
"Mmm ... sebetulnya Daddy sudah mempersiapkan villa untuk kita. Itu villa keluarga yang sudah sangat lama tidak aku kunjungi. Letaknya masih ada di kota ini, hanya butuh waktu dua jam saja untuk ke sana, Mas".
"Baik. Tapi selama kita berlibur, aku tetap bekerja, ya".
"Ok, terima kasih suamiku sayang", Sindy dengan spontan memeluk Ezra.
"Ma ... maaf, Mas. Aku tidak sengaja", ucap Sindy malu menyadari sikapnya yang berlebihan.
"Tak apa. Sekarang tidurlah, besok pagi kita pergi ke tempat yang kamu mau. Aku akan menyusul untuk tidur setelah menyelesaikan semua urusan kantor", terang Ezra. Ia beranjak dari tempat tidurnya, lalu keluar dari kamar menuju ruang kerja.
Sesampainya di ruang kerja pribadi, Ezra memijat dahinya. Sungguh, dia merasa lelah hidup seperti ini. Dia harus terus membohongi istrinya dan berusaha memenuhi semua keinginan Sindy.
Saat Ezra tengah merenung, gawai miliknya bergetar, ada nama Sang Mama di sana.
"Hallo, Ma".
"Hallo, sayang. Apa kamu sudah tidur?".
"Belum, Ma. Kenapa?".
Sejenak tak ada suara, "Ma? hallo?", tanya Ezra.
"Ya, Mama masih di sini sayang. Besok kamu dan Sindy mau pergi berlibur ya?".
"Ya. Mama tahu dari mana?".
"Tadi sore Om Ardi datang ke rumah dan membahas tentang rencana liburan kalian. Kata Om Ardi kondisi kesehatan Sindy semakin menurun, bagaimana keadaannya sekarang?".
Terdengar suara Ezra menghela nafas panjang, "Ya begitulah, Ma. Kondisinya aku pun tidak tahu pasti, tapi yang jelas besok pagi aku dan Sindy akan pergi".
"Kamu yang sabar ya, sayang. Mama tahu kamu pasti sangat lelah dengan situasi ini. Mama juga merasa bersalah sama kamu dan Raya. Apalagi beberapa waktu lalu Papa melarang Mama untuk berhubungan dengan Raya. Padahal Mama sangat merindukan menantu Mama itu. Tapi sekarang Mama tidak bisa leluasa menghubunginya", terang Mama Laura sedih.
Lagi, Ezra memijat dahinya. Ya, bukan hanya dirinya, Sang Mama pun sebetulnya berada di posisi yang cukup sulit dengan keadaan ini. Ezra sudah bisa menebak watak keras Sang Papa pasti akan berimbas pada banyak orang.
"Ezra kadang bingung, Ma. Apa Papa tidak suka dengan Raya?. Jika iya, lalu kenapa dulu Papa ngotot memaksa Ezra untuk menikah dan menerimanya?. Kalau sudah seperti ini, Ezra justru merasa semakin bersalah sama Raya", keluh Ezra jujur.
Sang Mama ikut merasakan kesedihan putra tunggalnya itu. Memang suaminya, Papa Hadinata memiliki watak yang keras. Jika dia sudah menghendaki sesuatu, jarang sekali mempertimbangkan dan memikirkan perasaan orang lain.
"Kamu kan tahu, sayang, almarhum kedua orang tua Raya adalah sahabat dekat Papa juga. Ah, sudahlah, kamu jangan terlalu memikirkan sikap keras Papamu itu. Pokoknya besok kamu dan Sindy harus berhati-hati ya di jalan, pastikan semua berjalan dengan baik. Semoga Tuhan segera menyudahi ini semua", harap Mama Laura.
"Iya, Ma".
Setelah perbincangan itu selesai, Ezra kembali terdiam. Dia membuka galeri di gawainya, menatap satu demi satu potret kebersamaan dirinya dan Raya yang diabadikan di sana.
"Sayang, kamu sedang apa sekarang?", gumam Ezra. Dia melirik jam di gawai, sudah hampir menjelang tengah malam, tapi di negara X tentu saat ini siang hari.
Ezra yang sangat merindukan Raya, akhirnya mencoba menghubungi istrinya itu.
"Hallo, Mas ...", terdengar suara lembut yang sudah tak asing di telinga Ezra.
"Hallo, sayang. Kamu sedang apa? aku kangen sama kamu", ucap Ezra tanpa ragu.
Raya yang menerima telepon dari suaminya tersipu malu mendengar ungkapan kerinduan dari Ezra. Selama mereka menikah, Ezra sangat jarang mengungkapkan hal seperti itu.
"Aku sedang di toko, Mas. Mas sendiri sedang apa di sana?", Raya bertanya sambil melirik jam di tangannya.
"Aku masih mengecek beberapa email kantor. Kamu sudah makan?", tanya Ezra lagi.
"Di sana pasti sudah malam ya, Mas. Kenapa tidak istirahat saja?", Raya balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan suaminya.
"Aku kangen sama kamu, mana bisa aku tidur dengan nyenyak", goda Ezra.
Di balik telepon, Raya kembali tersipu, "Mas Ezra nih ada-ada saja. Mas, sebentar ya ...", Raya menyimpan telepon di atas meja kerjanya dan ia segera berlari menuju kamar mandir. Rasa mual yang sering dirasakannya belakangan ini membuatnya sering kali harus bolak-balik seperti itu.
Sayup-sayup Ezra mendengar suara Raya yang sedang muntah-muntah.
"Maaf ya Mas, aku membuat Mas menunggu", terdengar lagi suara Raya dengan nafas yang belum teratur.
"Sayang, kamu sakit? kamu muntah-muntah ya tadi?", berondong Ezra cemas.
Raya lupa kalau teleponnya masih menyala dan pasti menangkap suaranya di kamar mandi.
"Aku sehat kok, Mas. Tadi aku hanya merasa mual biasa saja", jawab Raya cepat. Dia tidak ingin membuat suaminya khawatir.
"Kamu jangan bohong. Kamu harus secepatnya ke dokter".
"Mas, aku sehat kok dan aku juga sudah ke dokter beberapa hari yang lalu".
"Apa kata dokter? kamu sakit apa?", Ezra masih saja mengkhawatirkan keadaan istrinya.
"Aku hanya kelelahan saja, Mas. Dokter sudah memberiku obat dan vitamin. Mas jangan khawatir, ya", jawab Raya. Dia sengaja tidak memberitahukan berita kehamilannya karena ia ingin hal itu disampaikan langsung saat Ezra kembali ke negara X.
"Kamu yakin? bagaimana mungkin aku tidak cemas, sayang. Saat terakhir aku pulang, kondisimu sedang tidak sehat, sampai sekarang sudah beberapa minggu aku pergi, keadaanmu masih seperti ini. Tolong, jangan berbohong jika kamu sakit", pinta Ezra memelas.
Raya bisa membaca kekhawatiran suaminya itu, tapi berkali-kali Raya berusaha meyakinkan Ezra bahwa kondisinya baik-baik saja.
"Ya sudah kalau memang kamu hanya kelelahan. Sebaiknya kamu kurangi aktivitas di toko. Kamu ini kan bossnya, jadi tidak perlu setiap hari datang ke toko. Pekerjaan bisa kamu pantau dari rumah, ya sayang", nasihat Ezra pada istrinya.
"Iya, Mas. Tapi aku tidak tenang kalau tidak datang ke toko, ya meskipun ada Prita orang kepercayaanku, tapi ...".
"Dengarkan perintah suamimu ini, ok!", tegas Ezra sebelum Raya menyelesaikan ucapannya.
"Baiklah. Maaf ya Mas", ujar Raya lirih.
"Tak apa. Setelah ini, kamu harus istirahat dan makan yang cukup. Kabari aku jika ada apa-apa, jangan berpikir bahwa telepon atau pesan darimu akan mengganggu pekerjaanku di sini. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu", ucap Ezra tulus.
"Aku juga mencintaimu, Mas", balas Raya.
semoga tidak ada lagi yang menghalangi kebahagiaan kalian
setelah aku ikuti...
tapi cerita nya bagus biar diawal emosian 🤣🤣🤣
semoga aja raya bisa Nerima anak kamu dan Sindi ya...
semangat buat jelaskan ke raya
aku penasaran kek mana reaksi Sindi dan papanya tau ya kebusukan anak nya
semoga tidak terpengaruh ya....
taunya Sindi sakit tapi kalau kejahatan ya harus di pertanggung jawaban