Niat hati memberikan pertolongan, Sean Andreatama justru terjebak dalam fitnah yang membuatnya terpaksa menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dia sentuh.
Zalina Dhiyaulhaq, seorang putri pemilik pesantren di kota Bandung terpaksa menelan pahit kala takdir justru mempertemukannya dengan Sean, pria yang membuat Zalina dianggap hina.
Mampukah mereka menjalaninya? Mantan pendosa dengan masa lalu berlumur darah dan minim Agama harus menjadi imam untuk seorang wanita lemah lembut yang menganggap dunia sebagai fatamorgana.
"Jangan berharap lebih ... aku bahkan tidak hapal niat wudhu, bagaimana bisa menjadi imam untukmu." - Sean Andreatama
ig : desh_puspita27
---
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 - Berhenti Mengusiknya
"Kau mau mati sepertinya."
Sean suka, sungguh. Melihat lawan bicaranya terpancing emosi adalah salah satu keberhasilan Sean. Meski dia tahu akibat yang akan dia terima setelah ini. Apalagi jika bukan pukulan dari Abrizam yang berhasil membuat sudut bibirnya berdarah.
"Cih, kemampuanmu sebatas ini saja? Ayolah, Mas ... kekuatanmu belum matang, masih pemula? Atau jarang latihan?"
Sean tengah mengejek kemampuan Abrizam. Senyum tipis tersungging di balik wajah tampannya. Dia sama sekali tidak membalas, dia membebaskan Abrizam meluapkan amarahnya. Mungkin kurang malam itu, Abrizam masih marah dan menolak fakta bahwa Sean mengubah takdir adiknya.
Tidak peduli sebanyak apa Abrizam memukulnya. Sean hanya menghadapi pria itu dengan senyum tipisnya. Jangan ditanya seberapa besar amarah Abrizam, Sean yang meremehkannya dengan tatapan itu membuatnya benar-bear gelap mata.
"Mas!! Mas lepaskan!!"
Dia yang gelap mata tidak menyadari jika saat ini sudah dikerumuni adik-adiknya. Hanya ada Bayu dan juga Mardi laki-laki yang kini berada di rumah. Keduanya bahkan butuh usaha untuk memisahkan Abrizam yang menghantam Sean tanpa henti dengan alasan amarah.
Tangisan Zalina yang berusaha melindungi Sean dalam pelukan membuat Abrizam mundur sebentar. Masih dengan Bayu dan juga Mardi yang menahannya, pria itu masih tidak puas walau Sean sudah meneteskan darah dari hidungnya.
"Awas, Zalina ... Mas harus beri pelajaran bedebah itu!!" titah Abrizam dengan suara yang kian meninggi.
"Mas gila?! Tidak lihat suamiku sudah begini? Jika sampai dia kenapa-kenapa mas mau tanggung jawab hah?!!"
Zalina memang berubah, hal itu sangat terasa di benak Abrizam. Adiknya yang penurut berani membentak sejak menjadi istri pria yang asing yang sama sekali tidak dia harapkan. Sejak awal memang ingin Abrizam penjarakan, tapi karena campur tangan kiyai Hasan keputusan Abrizam kalah pada akhirnya.
"Kamu memang benar-benar melawan, Na ... Sean aku benar-benar membencimu!!"
"Mas hentikan!! Dia bisa mati!! Jangan bodoh, jika Abi tahu masalah ini ... bukan tidak mungkin Mas yang akan kena batunya."
Bayu yang memang sejak awal tidak ikut campur dengan permasalahan keluarga ini akhirnya geram juga. Melihat Sean yang kini terluka dia benar-benar tidak habis pikir. Abrizam belum berubah, Bayu juga pernah berada di posisi Sean sewaktu menikahi Mahdania.
"Lepaskan aku, Bayu!! Kau juga sama!! Kalian sejenis maka dari itu saling membela!! Kalian berdua memang badjingan yang telah mengubah adikku!!" ucapnya masih menatap Bayu dengan penuh kebencian, sama seperti dirinya menatap Sean.
"Abrizam istighfar, Nak!! Sadar apa yang kamu katakan? Buat malu kamu ... Bayu, Mardi bawa pergi Abrizam dari sini."
"Umi? Umi lebih membela mereka? Umi jangan buta!! Dua laki-laki ini sama gilanya dan merusak keturunan keluarga kita ... dan kau!! Lepaskan tanganku!!" sentaknya kemudian menepis tangan Bayu yang sejak tadi menahannya.
"Sudahlah, Mas ... lepaskan tangannya, tubuh Abrizam beracun. Hatinya penuh kebencian dan angkuh, jangan kotori tanganmu dengan memegang tangan ahli ibadah yang merasa paling suci itu, bahaya nanti ikutan masuk neraka."
Jika Zalina masih sedikit halus, Mahdania lebih menohok lagi. Dia menarik Bayu untuk menjauh dari Abrizam. Sekian lama tidak pulang, dan dia harus kembali berseteru semacam ini.
"Lihat sendiri, 'kan, Umi? Aku satu-satunya yang tidak setuju dengan pernikahan mereka ... sekarang lihat bagaimana Bayu mendidik istrinya? Zalina hanya menunggu waktu saja, Umi akan menyesal nanti."
Dia menatap tajam Mahdania yang kini masuk ke rumah utama usai menyampaikan sebuah kalimat menohok yang cukup membuat jiwa Abrizam terhenyak. Namun, bukannya sadar dia justru kian memanas.
"Istighfar, Abrizam ... selagi adik-adikmu tidak berpaling dari Tuhan dan orang tuanya tidak ada yang salah. Renungi kesalahanmu dan jangan hanya fokus dengan kehidupan adik-adikmu. Urus saja istrimu dan berhenti mendatangi rumah ini setiap hari jika hanya mengusik kehidupan Zalina."
Sejak awal sudah umi Rosita peringatkan agar Abrizam tidak selalu mendatangi kediaman mereka. Jarak rumah mereka memang berdekatan, untuk itulah Abrizam bebas untuk memantau kehidupan adiknya pasca menikah.
"Umi mengusirku?"
"Masih bertanya? Jelas iya!!" bentak umi Rosita yang membuat telinga Mardi sedikit sakit, sudah lama majikannya ini tidak mengeluarkan suara melengking yang kerap kali memekakan telinga.
"Mar, bantu menantuku masuk ... Zalina berhenti menangis, telinga suamimu sakit nanti."
Menangis? Zalina baru sadar jika dia bahkan menangis sesenggukan sembari terus memeluk Sean. Entah apa alasan sang suami tidak membalas, tapi yang jelas saat ini Sean bersorak dalam hatinya karena berhasil membuat lawannya jatuh tanpa perlu mengeluarkan tenaga.
"Zalina menangisiku? Jika iya ... pukul aku lagi, Mas!!"
.
.
- To Be Continue -