Menikah Muda

"Tidak semua yang kau inginkan harus ku ikuti Flo," gumamnya dalam hati. "Kenapa kau masih disini? Cepat pergi!" usir Rain pada Moana. Karena tidak ingin Flora sampai salah jalan mengingat istrinya itu tengah emosi.

Moana pun mau tidak mau menyusul Flora setelah memberikan ancaman pada Rain.

"Are you okay?" tanya Jasmine setelah melihat kepergian dua wanita muda tersebut.

Rain menganggukkan kepalanya.

"Kita lanjutkan yang tadi."

Jasmine setuju meski sedikit canggung setelah situasi tegang yang dialaminya tadi. Untung saja permasalahan itu cepat selesai, jika tidak dia akan lebih malu lagi setelah dituduh yang tidak-tidak.

"Wanita tadi benar istrimu?"

Rain kembali menganggukkan kepalanya, sementara Jasmine tersenyum geli.

"Istrimu lucu sekali menuduh kita berciuman. Benar-benar unik seperti yang kau ceritakan selama ini." Seloroh Jasmine sambil tertawa.

"Ya, begitulah Flora Arbeto," ucap Rain dengan raut datarnya.

"Tapi kalian pasangan yang sangat serasi. Kau yang datar dan dingin, sedangkan dia penuh ekspresi dan meledak-ledak," ujar Jasmine masih dengan tertawa. "Tapi apa kau yakin dengan keputusan yang kau ambil?" tanyanya saat teringat pembicaraan mereka sebelumnya.

"Sangat yakin," jawab Rain.

Karena mau tidak mau ia harus melakukannya, untuk memenuhi janji pada Dad Alexander. Lagi pula apa yang Rain harapkan lagi, mengingat perkataan Flora tiga hari yang lalu semakin membuatnya sadar bahwa cintanya sampai kapanpun hanya akan bertepuk sebelah tangan.

"Baiklah kalau kau sudah yakin. Kau tahu Rain, aku senang akhirnya kita akan bertemu setiap harinya." Goda Jasmine dengan mengerlingkan satu matanya.

Rain sendiri hanya menanggapi dengan datar godaan Jasmine, karena ia sudah terbiasa dengan tingkah wanita itu. Justru yang ada dipikirannya saat ini adalah Flora, karena ia tahu gadis itu pasti sangat kecewa dengan apa yang dilakukannya tadi. Tapi tak mengapa, karena ia ingin Flora terbiasa untuk tidak mendapatkan semua yang diinginkannya.

Ya, mulai saat ini Rain akan bersikap lebih tegas lagi pada Flora mengingat waktunya bersama gadis yang sangat dicintainya itu tidak akan lama lagi.

*

*

Setelah selesai berbicara dengan Jasmine, Rain kembali ke apartemennya. Namun baru saja ia membuka pintu, sudah dihadiahi berbagai benda yang melayang mengenai tubuhnya.

"Flo apa-apaan kau?" Rain menahan bantal kecil yang hampir mengenai wajahnya.

"Aku benci kau, Rain Moses! Pergilah, aku tidak mau tinggal satu atap denganmu!" Flora melempar kembali barang-barang yang ada di dekatnya.

Rain tak menanggapi kemarahan Flora. Ia terus menangkis barang-barang yang dilempar gadis itu sambil berjalan mendekat.

"Kau lupa Apartemen ini milikku? Kalau kau tidak mau tinggal disini pergilah!" Usir Rain sembari menatap tajam pada Flo yang kini berada dihadapannya.

"Baiklah aku akan pergi!" sentak Flo dengan penuh emosi namun tak beranjak sedikitpun dari tempat tersebut.

"Pergilah! Kenapa masih disini?"

"Aku.., aku..."

"Kau tidak bisa pergi dari sini bukan? Karena kau tidak punya tempat tinggal, jadi diamlah dan jangan banyak bertingkah!"

"Kau mengataiku banyak tingkah?" Flo merasa tak terima. "Kau lah yang banyak bertingkah, kau berpacaran dengan Clara dan sekarang kau jalan dengan wanita lain bahkan kalian berciuman. Kau itu playboy cap ubur-ubur, entah berapa banyak wanita yang sudah kau cium dan kau sentuh."

"Kau bilang apa tadi?" Rain tidak terima dituduh seperti itu.

"Aku bilang kau playboy yang sudah banyak mencium dan menyentuh wanita,"

Rain tersenyum sembari menarik satu sudut bibirnya dengan tatapan sinis, lalu menarik pinggang Flora dengan mengintimidasi.

"Rain kau mau apa? Lepas!" Flo kini ketakutan, terlebih saat bibir Rain menyentuh bibirnya dengan kasar dan semakin lama menjadi sebuah ******* yang sangat menuntut. "Hentikan Rain!" teriak Flo setelah tautan bibirnya terlepas bertepatan saat Rain menyingkap pakaiannya.

"Kau ingin tahu sudah berapa banyak wanita yang ku sentuh?" Dengan penuh amarah Rain mendorong tubuh Flo keatas sofa setelah berhasil meloloskan pakaian gadis itu.

Rain sungguh marah dengan tuduhan Flora, karena sama saja meragukan ketulusan cintanya. Apakah wanita itu tidak tahu, satu-satunya yang pernah ia cium adalah Flora Arbeto tidak ada yang lainnya.