Setelah terbangun dari mimpi buruk di mana ia dibunuh oleh pria yang diam-diam ia kagumi, Ellison, Queen merasa dunianya berubah selamanya.
Sejak hari itu, Queen memutuskan untuk tidak lagi terlibat dalam kehidupan Ellison. Dia berhenti mengejar cintanya, bahkan saat Ellison dikelilingi oleh gadis-gadis lain. Setiap kali bertemu Queen akan menghindar- rasa takutnya pada Ellison yang dingin dan kejam masih segar dalam ingatan.
Namun, segalanya berubah saat ketika keluarganya memaksa mereka. Kini, Queen harus menghadapi ketakutannya, hidup dalam bayang-bayang pria yang pernah menghancurkannya dalam mimpinya.
Bisakah Queen menemukan keberanian untuk melawan takdirnya? Mampukah dia membatalkan pertunangan ini atau takdir memiliki rencana lain untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
"lo tenang aja, gue beda dengan kakek,"
Queen masih ragu, tetapi senyum tulus Nathan perlahan-lahan membuatnya merasa sedikit lebih tenang. Namun, di sudut hatinya, tetap ada keraguan yang menggelayut, bertanya-tanya tentang niat sebenarnya Nathan dan keterkaitannya dengan sang kakek.
"kita juga pernah bertemu saat pernikahan paman Antonio paman kita," lanjut Nathan.
Nathan mengawasi sepupunya dengan tatapan tajam dan penasaran, menunggu jawaban yang mungkin bisa mengungkap ingatan pada Queen tentang dirinya.
"Kenapa bingung, Vale? Lo benar-benar enggak ingat sama gue?" tanya Nathan, cemas dan sedikit kesal.
Queen menghela napas, menatap lekat ke arah jendela, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Gue hanya ingat sedikit, Kok."ucapnya berusaha tetap tenang walaupun dia tahu bahwa kakak kembarnya lah yang bertemu dengan Nathan.
Dari dulu Queen tak pernah diizinkan dekat dengan keluarga kakeknya, pihak sang papa. Kematian orang tua dan kakaknya bersangkutan dengan keluarga kakeknya, bahkan Queen pernah dengar bahwa nyawanya yang sedang di incar oleh keluarga itu. Makanya Queen terpaksa menyamar sebagai Valerie,kakak kembarnya. Entahlah tujuan mereka mengincar nyawanya?
Nathan mengernyitkan dahi, jelas tidak puas dengan jawaban tersebut. "Dan lo," katanya sambil menelisik gaya berpakaian Queen.
"kenapa tiba-tiba ubah gaya? Rok mini? Itu enggak seperti lo banget," Nathan menambahkan, menuding pakaian sepupunya yang dia kenal dulu.
Queen gelagapan tersenyum pahit. "Orang bisa berubah, Nath. kayak gue misalnya?"
Nathan menghela napas, menyerah pada kenyataan bahwa ada banyak perubahan yang di alami Queen. "oh ya, kedepannya gue bakal sering ketemu lo,"
Queen mengernyit kening tak mengerti, "maksudnya?"
Nathan hanya tersenyum simpul, "Ya, mulai besok gue bakal satu sekolah sama lo, dan kita bisa lebih dekat."katanya mencoba meringankan suasana." Gue harap lo bisa berteman baik sama gue, melupakan masalah rumit keluarga kita. Percaya sama gue, Gue bukan sebagian dari orang-orang di pihak kakek,"
"Gue percaya, " katanya walau dia sangat meragukan itu.
Dion yang mendengarkan percakapan mereka tampak terheran-heran. "Wah, berarti sebentar lagi lo sekolah di tempat kita," ucap Deon seraya menepuk bahu Nathan dengan penuh semangat.
"Kalian juga satu sekolah dengan Vale?" tanya Nathan.
Dion mengangguk ringan, "kami kakak kelas Vale,"
"oh gue kenal sekarang. Kalian pasti sahabatnya Ellison kan?" tebak Nathan di balas anggukan dari mereka berempat.
Queen, dengan pikiran memenuhi kepalanya masih ragu dengan perkataan Nathan hingga lamunannya buyar kala sebuah tangan mengusak rambut panjangnya.
"kenapa Rena?"
Sang pelaku hanya tersenyum seolah menyampaikan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Sebuah senyum tipis akhirnya menghiasi wajah Queen, menandakan bahwa ia mulai menerima kehadiran Nathan dengan hati yang lebih terbuka, apalagi ada Renata yang menemaninya melalui semua ini.
"Gue pamit ya!" pamit Nathan kepada Queen.
"Emangnya lo tinggal di mana?" tanya Queen penasaran, karena yang ia tahu keluarga kakeknya bukan asli negara ini, otomatis Nathan tidak mempunyai kerabat kecuali dirinya dan ayahnya.
"Eh, gue nginep bersama teman-teman yang lain, kebetulan mereka juga melakukan pertukaran murid sama kayak gue," kata Nathan.
"lo udah ketemu sama ayah?"
Nathan mengangguk, "sudah kok, malah paman Mario yang cari apartement buat gue,"
Queen tersenyum lega, setidaknya ayahnya yang duluan percaya kepada Nathan. Dia berharap Nathan berbeda dengan keluarga kakeknya, Keluarga Harkoxi.
Queen menatap Nathan yang perlahan menjauh dari kafe tempat mereka baru saja berbincang.
"Apakah ini hanya pertukaran pelajar biasa, atau ada sesuatu yang lebih?" gumam Queen dalam hati, sambil menggigit bibir bawahnya, tanda kegelisahannya semakin nyata.
Sosok Nathan yang baru saja berlalu meninggalkan kesan yang mendalam. Gadis itu teringat akan kakeknya yang memiliki sifat yang begitu berbeda—dingin dan sombong.
"Mengapa Nathan bisa begitu berbeda?" tanya Queen pada dirinya.
"ah gue lupa. Papa sama ayah juga punya sifat yang berbeda dengan kakek,"
Nathan, yang kini sudah beberapa meter menjauh dari kafe, sesekali menoleh ke belakang. Senyumnya yang tulus seolah ingin menghapus segala keraguan yang mungkin ada. Namun, bagi Queen, senyum itu justru menambah teka-teki dalam benaknya.
Sekali lagi Renata mengelus rambut Queen dengan lembut, membuat gadis itu tersentak dari lamunannya. Mata Queen memandang tajam ke arah Renata, mencoba menyembunyikan rasa takut yang mulai menguasai dirinya.
"Aku tahu apa yang ada di kepala Non, kamu takutkan, sepupumu itu bekerja sama dengan tuan Harkoxi?" tanya Renata dengan suara serak, seolah menikmati ketegangan yang tercipta.
Untuk sejenak Queen terdiam, bibirnya bergetar sebelum akhirnya ia mencoba menjawab dengan suara yang berusaha keras terdengar tenang.
"Untuk apa aku takut, toh aku kan bukan Uin tapi Va..." Ucapannya terhenti tiba-tiba saat ia menyadari kehadiran anggota The Devil yang masih berada di meja tersebut.
Sean tersenyum tipis, seolah mendapatkan kekuatan dari kegagapan Queen. "Lanjut aja, Val. Kami tahu kok masalah keluarga lo. Lison sering menceritakan pada kami, jadi kami tahu semua tentang keluarga lo," balasnya, suara beratnya seakan menekan setiap kata untuk memastikan Queen merasakan bobot dari situasi tersebut.
Queen menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. Matanya yang semula menunduk kini menatap Sean dengan tatapan yang lebih keras. "Iya!"
Nathan tiba-tiba kembali ke dalam kafe, langkahnya cepat dan penuh semangat. Queen dan teman-temannya yang masih duduk di meja sudut, langsung mengernyit bingung.
"Kok kembali?" tanya Queen dengan penasaran.
Nathan menghela napas sejenak sebelum menjawab, "Gue lupa kasih lo oleh-oleh," katanya sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Paman bilang lo suka banget sama boneka beruang. Awalnya gue agak ragu ngasih ini, yang gue tahu Uin yang suka boneka seperti itu," ungkapnya sembari menyodorkan sebuah boneka beruang yang tampak lembut dan lucu.
Queen terkejut mendengar kata-kata Nathan, tapi dia berusaha keras untuk menyembunyikan kekagetannya dan mengubah raut wajahnya menjadi tenang. Dia mengambil boneka beruang itu, merasakan teksturnya yang halus di jari-jarinya.
"Gue mau belajar menyukai kesukaan Uin, biar ingat dia terus," ucap Queen dengan suara yang berusaha tetap stabil.
Nathan tersenyum lembut, rasa lega terlihat jelas di wajahnya. "Ini, semoga lo suka," katanya dengan tulus.
Queen memandang boneka itu, matanya berkilauan, sementara di hatinya, perasaan campur aduk berkecamuk; kesedihan, rindu, dan sekarang, sebuah kehangatan yang diberikan oleh Nathan melalui boneka beruang itu. Dia ingat dulu, mama, papa, kakaknya, bahkan Ellison sering menghadiahkan boneka beruang.
Setetes air mata mengalir membasahi pipinya, dia segera menghapusnya sebelum orang lain menyadarinya. Namun terlambat, diam-diam Geo melihatnya dan bertanya-tanya keanehan yang di tunjukkan Queen.
seru cerita nya🙏
GK jd mewek UIN🤭
ko ada aja yg GK suka