Genies mulai bermunculan dari dimensi lain, masing-masing mencari partner manusia mereka di seluruh dunia. Dalam pencarian mereka, genies yang beraneka ragam dengan kekuatan luar biasa mulai berpencar, setiap satu memiliki kekuatan unik. Di tengah kekacauan itu, sebuah genie dengan aura hitam pekat muncul tiba-tiba, jatuh di kamar seorang anak berkacamata yang dikenal aktif berolahraga. Pertemuan yang tak terduga ini akan mengubah hidup mereka berdua selamanya, membawa mereka ke dalam petualangan penuh misteri dan kekuatan yang tak terbayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ramos Mujitno Supratman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Anak Tampan dengan Genie Antelachi
Di atap rumahnya yang megah, di mana pemandangan kota terlihat jelas, seorang anak tampan bernama Adrian duduk dengan santai di depan papan catur, memainkan bidak sendirian. Dia adalah anak yang kaya, cerdas, dan selalu tampak keren di mana pun berada. Saat ia memindahkan salah satu bidak, angin tiba-tiba berhembus lebih kencang dari biasanya, membuat suasana berubah.
Tiba-tiba, dari langit yang mulai mendung, sesosok genie turun dengan anggun. Dia tampak berbeda dari genie lain—posturnya tegap dan elegan, dengan jubah yang seolah terbuat dari awan. Genie itu menatap Adrian dengan tatapan tenang.
Genie Antelachi:
“Salam, Tuan Muda. Aku Antelachi, genie legendaris, penguasa langit. Sudah saatnya kita bertemu.”
Adrian, yang biasanya selalu tenang, terkejut melihat makhluk yang begitu mengesankan berdiri di hadapannya. Dia segera berdiri, namun dengan tetap menjaga wibawanya. Matanya meneliti sosok Antelachi yang bersinar lembut di bawah sinar bulan.
Adrian:
“Antelachi, penguasa langit? Apa maksudmu dengan sudah saatnya kita bertemu?”
Antelachi membungkuk sedikit dengan sopan, menunjukkan sikap hormat yang jarang ditemui dari makhluk sekelas genie.
“Kamu, Adrian, adalah sosok yang dipilih. Sejak lama, sudah ditakdirkan bahwa kita akan menjadi satu tim. Sebagai penguasa langit, aku memiliki kekuatan yang melampaui angin, badai, dan langit itu sendiri. Namun, untuk menggunakannya dengan bijak, aku butuh partner yang sepadan.”
Adrian tersenyum tipis, seolah menikmati pujian yang datang dari makhluk legendaris seperti Antelachi.
“Kekuatan langit, ya? Kedengarannya menarik. Tapi kenapa aku?”
Antelachi:
“Kebijaksanaan dan ketenanganmu adalah kualitas yang langka. Di balik kekayaan dan kemewahanmu, aku bisa merasakan potensi yang jauh lebih besar. Kau memiliki kemampuan untuk memimpin, untuk mengendalikan kekuatan besar tanpa terbawa nafsu. Itulah sebabnya aku memilihmu.”
Adrian menatap papan catur di depannya, kemudian kembali memandang Antelachi dengan sorot mata penuh percaya diri.
Adrian:
“Kalau begitu, Antelachi, apa yang akan kita lakukan selanjutnya? Aku tak pernah menganggap diriku sebagai pahlawan.”
Antelachi tersenyum bijak.
“Kita akan bersiap untuk tantangan yang lebih besar, Adrian. Dunia ini sedang menghadapi ancaman yang jauh melampaui apa yang pernah kau bayangkan. Dan hanya mereka yang memiliki tekad serta kecerdasan, seperti dirimu, yang bisa melawannya. Kau tak perlu menjadi pahlawan, kau hanya perlu menjadi dirimu sendiri.”
Adrian:
“Baiklah. Kalau itu takdirku, aku siap. Tapi ingat, aku tidak suka kekacauan. Kita harus melakukannya dengan rapi dan terencana.”
Antelachi:
“Tentu saja, tuanku. Aku tidak mengharapkan yang kurang dari dirimu.”
Dengan anggukan tegas, Adrian dan Antelachi secara resmi menjadi partner, bersiap menghadapi tantangan dan misteri yang akan datang dari langit dan sekitarnya.
Pertarungan Pria Berkacamata dengan Genie Buaya
Di tengah hutan yang rimbun, suara air sungai yang mengalir deras menjadi latar belakang pertarungan sengit. Seorang pria berkacamata berdiri tegak, tubuhnya dipenuhi keringat namun matanya tetap fokus. Di hadapannya, seekor genie berbentuk buaya raksasa, tubuhnya memancarkan aura hijau yang menyeramkan. Genie buaya itu adalah salah satu makhluk legendaris yang pernah dilawan oleh Beni, penguasa sungai, bertahun-tahun yang lalu. Namun kini, ia kembali dengan kekuatan yang lebih besar.
Genie Buaya:
“Hah! Kau pikir kau bisa melawanku, manusia berkacamata? Beni sudah lama pergi, dan tak ada yang bisa menandingi kekuatanku di aliran sungai ini!”
Pria berkacamata itu—Arya—menggenggam erat amulet genie di tangannya, mengeluarkan kekuatan dari dalamnya. Di sampingnya, berdiri genie miliknya, sebuah makhluk dengan kekuatan petir yang berwujud singa bercahaya, siap untuk bertarung.
Arya:
“Jangan terlalu percaya diri, buaya. Aku tidak seperti Beni, tapi aku punya kekuatan yang bisa mengimbangi milikmu.”
Genie Buaya menyeringai, memperlihatkan deretan gigi tajam yang mengancam.
“Kita lihat seberapa kuat dirimu! Sungai ini akan menjadi tempatmu tenggelam selamanya!”
Tanpa peringatan, genie buaya menerjang ke depan dengan kecepatan luar biasa, giginya siap mencabik-cabik Arya. Namun, dengan cepat, genie singa milik Arya melompat ke depan, menghentikan serangan dengan kilatan petir yang menyambar tubuh buaya itu.
Genie Singa (milik Arya):
“Majikan, aku akan melindungimu!”
Sambaran petir menghantam air sungai, membuat buaya itu meringis, tapi tidak mundur. Ia hanya menjadi lebih ganas.
Arya:
“Kita harus bertarung lebih cerdas, bukan hanya kuat. Fokus pada kelemahan di kulitnya, serang di bagian leher dan siripnya!”
Genie Singa:
“Dimengerti!”
Pertarungan terus berlanjut, gemuruh petir dan air bertabrakan, menggetarkan hutan di sekitar mereka. Arya mengarahkan serangan strategis sambil terus mengawasi pergerakan musuh. Namun, genie buaya tidak menyerah begitu saja.
Genie Buaya:
“Kau tahu, Beni dulu melakukan kesalahan yang sama. Dia terlalu percaya diri! Dan sekarang aku lebih kuat dari sebelumnya!”
Arya:
“Kalau begitu, kau juga tidak belajar dari masa lalu. Karena kali ini, aku tidak akan memberimu kesempatan kedua.”
Dengan gerakan cepat, genie singa milik Arya meledakkan serangan petir yang lebih kuat, langsung menghantam bagian leher buaya tersebut. Genie buaya mengerang kesakitan, tubuhnya terguncang, dan perlahan kekuatannya mulai berkurang.
Genie Buaya (tersengal-sengal):
“Tidak... ini tidak mungkin...!”
Arya:
“Ini adalah akhir bagimu. Sungai ini sudah cukup lama berada di bawah kekuasaanmu.”
Dengan pukulan terakhir dari genie singa, tubuh buaya itu akhirnya runtuh, kembali ke dalam air sungai yang menjadi tempat asalnya. Air kembali tenang, dan suasana hutan kembali damai.
Arya menatap sungai tersebut dengan tatapan lega. Genie singa di sampingnya mendekat, masih bersinar dengan cahaya petir.
Genie Singa:
“Kau menang, Arya. Sungai ini aman kembali.”
Arya (tersenyum):
“Kita menang, teman. Beni mungkin sudah pergi, tapi kita tetap harus menjaga keseimbangan di dunia ini.”
Dengan itu, Arya dan genie singanya berjalan meninggalkan sungai, membawa kemenangan atas salah satu ancaman terbesar yang pernah dihadapi penguasa sungai sebelumnya.