NovelToon NovelToon
Menyimpan Rasa Untuk Kakaknya

Menyimpan Rasa Untuk Kakaknya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kisah cinta masa kecil / Persahabatan / Romansa
Popularitas:29k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Lilyana Belvania, gadis kecil berusia 7 tahun, memiliki persahabatan erat dengan Melisa, tetangganya. Sering bermain bersama di rumah Melisa, Lily diam-diam kagum pada Ezra, kakak Melisa yang lebih tua. Ketika keluarga Melisa pindah ke luar pulau, Lily sedih kehilangan sahabat dan Ezra. Bertahun-tahun kemudian, saat Lily pindah ke Jakarta untuk kuliah, ia bertemu kembali dengan Melisa di tempat yang tak terduga. Pertemuan ini membangkitkan kenangan lama apakah Lily juga akan dipertemukan kembali dengan Ezra?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melisa menjauh

Hari-hari berikutnya, Lily merasa semakin canggung di sekitar Aldo dan Melisa. Setiap kali mereka bertiga bertemu, Lily merasa terjebak di antara perasaan bersalah dan rasa tanggung jawab terhadap sahabatnya. Melisa, yang masih belum tahu tentang perasaan Aldo yang sebenarnya, terus bercerita kepada Lily tentang betapa bahagianya dia bisa semakin dekat dengan Aldo.

"Dia sangat perhatian, Lil. Aku pikir dia benar-benar mulai melihatku lebih dari sekadar teman," ucap Melisa dengan senyum yang lebar suatu hari.

Lily hanya bisa tersenyum kaku, meski hatinya berdebar penuh kecemasan. Dia tidak ingin menghancurkan harapan sahabatnya, tetapi semakin lama ia menyembunyikan kenyataan, semakin besar rasa bersalah yang ia rasakan.

Di sisi lain, Aldo mulai mencoba lebih sering berinteraksi dengan Lily saat Melisa tidak ada. Seperti saat mereka berada di perpustakaan, Aldo duduk di samping Lily dengan santai, tapi kali ini nadanya lebih serius.

"Lily, aku udah mikir-mikir. Aku nggak bisa terus-terusan pura-pura kalau aku nggak punya perasaan ke kamu," ujar Aldo dengan suara rendah, membuat Lily merasa semakin tertekan.

"Aldo, tolong... jangan buat ini lebih sulit dari yang sudah ada. Kamu tahu Melisa suka sama kamu. Aku nggak bisa...," jawab Lily sambil mencoba menjauhkan diri, tapi Aldo dengan cepat memotong perkataannya.

"Aku tahu, tapi aku nggak bisa mengubah perasaanku. Ini bukan soal aku nggak suka Melisa, tapi aku nggak bisa bohong tentang apa yang aku rasain ke kamu."

Lily merasa terjebak. Perasaannya berkecamuk antara kesetiaannya kepada Melisa dan ketidaknyamanan atas pengakuan Aldo yang terus berlanjut. Meskipun Aldo baik, perhatian, dan menarik, Lily tidak bisa membiarkan hubungannya dengan Melisa rusak karena hal ini.

Akhirnya, Lily memutuskan untuk berbicara dengan Melisa. Dia tahu bahwa menunda hanya akan membuat semuanya lebih buruk. Sore itu, di kamar Melisa, Lily duduk dengan wajah serius, mencoba mencari cara terbaik untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Mel, ada yang harus aku bilang," ucap Lily sambil menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi.

Melisa, yang sedang berbaring santai di tempat tidurnya, duduk tegak dan melihat Lily dengan penuh perhatian. "Apa, Lil? Kamu kelihatan serius banget."

Lily menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Tentang Aldo... Aku nggak tahu gimana cara ngungkapinnya, tapi... dia sebenarnya nggak suka sama kamu. Dia suka sama aku."

Melisa menatap Lily, matanya melebar. Ekspresi di wajahnya berubah dari kebingungan menjadi kekecewaan yang mendalam. "Apa? Maksud kamu, selama ini dia...?"

Lily mengangguk perlahan. "Dia bilang dia lebih tertarik sama aku. Aku udah nyuruh dia buat ngomong jujur sama kamu, tapi aku nggak bisa sembunyikan ini dari kamu lebih lama lagi."

Melisa terdiam, menatap lantai. "Jadi semua ini sia-sia? Semua usahaku buat deketin dia… sia-sia?"

Lily merasa hatinya hancur melihat ekspresi Melisa. "Aku minta maaf, Mel. Aku nggak tahu harus gimana, tapi aku nggak akan pernah balas perasaan Aldo. Kamu sahabatku, dan aku nggak akan ngelakuin itu ke kamu."

Melisa menunduk, dan setelah beberapa saat, dia hanya mengangguk pelan. "Aku cuma butuh waktu, Lil. Terima kasih udah jujur."

Lily menghela napas lega, meski tahu bahwa luka di hati Melisa mungkin akan butuh waktu lama untuk sembuh.

Sejak hari ketika Lily mengungkapkan kebenaran kepada Melisa, suasana di antara mereka berubah drastis. Melisa mulai menjauhi Lily, seolah-olah ada tembok tak terlihat yang kini memisahkan mereka. Setiap kali mereka berpapasan di kampus, Melisa hanya memberikan senyum kecil yang terasa dipaksakan, kemudian berlalu tanpa berbicara. Bahkan saat berada di rumah, Melisa sering menghindar. Ia jarang lagi mengajak Lily mengobrol seperti dulu, dan obrolan santai yang biasa terjadi di ruang tamu pun kini menjadi canggung dan sunyi.

Lily semakin merasa bersalah. Ia tahu keputusan untuk jujur kepada Melisa adalah yang terbaik, tetapi melihat sahabatnya terluka karena itu membuatnya sangat tidak nyaman. Sebagai orang yang sangat dekat dengan Melisa, Lily merasa seperti kehilangan bagian penting dari hidupnya. Hari-hari yang biasanya penuh dengan canda tawa kini terasa sunyi dan hampa.

Di satu sisi, Lily juga merasa tertekan dengan perasaannya sendiri. Ia tidak punya niat untuk membalas perasaan Aldo, tapi situasi ini membuatnya seolah menjadi penyebab kesedihan sahabat terbaiknya. Setiap kali melihat Melisa tampak acuh atau tidak bersemangat, Lily semakin tenggelam dalam rasa bersalah. Setelah beberapa minggu, Lily menyadari bahwa ia tak bisa terus membiarkan situasi ini berlarut-larut.

Pada suatu malam, saat suasana rumah sudah sepi, Lily memutuskan untuk berbicara dengan Ezra, kakak Melisa. Ia tahu bahwa Ezra selalu punya sudut pandang yang bijaksana dalam menghadapi masalah, dan mungkin bisa memberikan solusi atau nasihat yang dapat membantunya memperbaiki hubungannya dengan Melisa.

Lily mengetuk pintu kamar Ezra dengan hati-hati. Setelah mendengar jawaban dari dalam, ia membuka pintu perlahan dan melihat Ezra sedang duduk di kursinya, terlihat santai sambil membaca buku.

“Ezra, boleh aku bicara sebentar?” tanya Lily ragu-ragu.

Ezra menutup bukunya dan menatap Lily dengan senyum ramah. "Tentu, Lil. Masuk aja. Ada apa? Kamu kelihatan sedikit gelisah."

Lily duduk di ujung tempat tidur Ezra, menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara. “Aku... aku merasa bingung dan nggak tahu harus gimana. Melisa mulai menjauh dariku sejak aku cerita soal Aldo. Aku udah jujur sama dia, tapi kayaknya malah bikin semuanya jadi lebih buruk. Aku ngerasa bersalah karena udah nyakitin dia.”

Ezra mendengarkan dengan penuh perhatian, mengangguk pelan. "Aku bisa ngelihat Melisa memang sedikit berubah akhir-akhir ini. Tapi yang kamu lakuin, jujur soal Aldo, itu hal yang benar, Lil. Melisa mungkin cuma butuh waktu untuk memproses semuanya."

Lily menunduk, menatap lantai dengan tatapan murung. “Aku ngerti kalau dia butuh waktu, tapi aku takut kalau dia akan terus menjauh dan akhirnya kami nggak bisa kembali kayak dulu lagi.”

Ezra menghela napas panjang, menyandarkan tubuhnya di kursi. "Lily, kadang persahabatan bisa diuji lewat situasi kayak gini. Mungkin Melisa sekarang merasa sakit hati, dan itu wajar. Dia ngerasa dikhianati sama perasaannya sendiri, bukan sama kamu. Kamu nggak salah apa-apa di sini. Tapi, kalau kamu pengen hubungan kalian balik seperti dulu, mungkin kamu harus beri dia ruang untuk merenung. Jangan terlalu memaksa sekarang. Melisa pasti akan paham setelah emosinya mereda."

Lily terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Ezra. Meskipun nasihat Ezra masuk akal, perasaan khawatir masih menyelimuti hatinya. Ia tidak ingin kehilangan sahabat terbaiknya, dan situasi ini terus membayangi pikirannya setiap hari.

“Aku cuma takut dia nggak akan bisa memaafkan aku. Aku tahu dia udah berusaha keras buat dekat sama Aldo, dan aku malah jadi penghalangnya.”

Ezra tersenyum tipis, meletakkan tangannya di pundak Lily. "Percaya deh, kalau kalian benar-benar sahabat, Melisa bakal ngerti pada akhirnya. Sekarang kamu cuma perlu sabar dan nggak usah terlalu keras pada diri sendiri. Lagipula, ini bukan salahmu kalau Aldo lebih tertarik sama kamu. Perasaan seseorang bukan hal yang bisa kita kontrol."

Lily merasakan sedikit kelegaan dari perkataan Ezra. Dukungan dan pengertian yang ditunjukkan oleh kakak Melisa itu membuatnya merasa lebih tenang. Namun, masalah ini belum sepenuhnya selesai, dan ia masih harus menghadapi kenyataan bahwa Melisa mungkin belum bisa menerima semuanya dalam waktu dekat.

“Terima kasih, Ezra. Aku bener-bener butuh dengerin itu,” kata Lily sambil tersenyum lemah.

Ezra balas tersenyum, lalu menepuk pundak Lily sebelum kembali ke posisinya di kursi. "Nggak usah khawatir, Lil. Semua akan baik-baik saja. Kamu tahu Melisa adalah tipe orang yang pemaaf, dia cuma butuh waktu. Nanti kalau udah reda emosinya, kalian bisa ngobrol baik-baik."

Setelah mengobrol dengan Ezra, Lily merasa sedikit lebih lega. Meski begitu, di dalam hatinya, ia masih merasakan kekosongan. Hubungannya dengan Melisa yang renggang bukan sesuatu yang bisa diperbaiki hanya dengan waktu. Lily tahu bahwa ia harus lebih sabar dan bijaksana dalam menghadapi masalah ini. Kini, yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu dan berharap bahwa Melisa akan memberi kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka.

Namun, malam itu, saat Lily kembali ke kamarnya, perasaan resah masih menyelimutinya. Ia tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir, dan masih ada banyak hal yang perlu ia lakukan untuk menyelamatkan persahabatan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun. Dan yang paling ia takuti adalah jika Melisa tidak pernah bisa memaafkannya.

Di sisi lain, Lily merasa semakin bingung dengan perasaannya terhadap Ezra. Setelah pembicaraan mereka malam ini, ia merasakan ada kenyamanan yang berbeda ketika berada di dekat Ezra, seolah perhatian dan nasihat yang diberikan kakak sahabatnya itu memberi arti lebih dari sekadar hubungan kakak-adik.

Tapi Lily menegur dirinya sendiri dalam hati. Ia tidak boleh kembali terjebak dalam perasaan terhadap Ezra, seperti yang Melisa pernah peringatkan. Ezra mungkin hanya bersikap peduli sebagai seorang kakak, sama seperti ia memperlakukan Melisa. Namun, hati Lily tampaknya enggan mendengarkan logika itu.

1
Rose Jasmine
ini kok kayaknya lily gampang jatuh hati,,baru dua hari bertemu membuat bingung ,, kalau emang hati sudah terpaut ezra sehatusnya tidak mikirin yang lain,,
Abbyan Rafa
cinta TK bisa dipaksakan apalagi slg mencintai..tp cinta TDK hrs memiliki...ceritanya membosankan..seolah² g ada jln keluar...
Anunk Lasmana
ceritanya bagus tapi mbulet dengan kata2 yg sering terulang maaf toor/Drool/
Dewi hartika
karna anakmu yang tak mau di putuskan, jadi, orang tua bisa menyalahkan tanpa cari tau kesalahan anaknya sendiri, siip thorr lanjut.
Dewi hartika
cinta tak harus di paksakan, alangkah baiknya menerimanya dengan tanah, karna, bila iklas ada massanya menuju kebahagiaan, next thorr semangat.
Dewi hartika
menurutku, ezra lebih jujur pada nadia, bahwa dia tak mencintainya, untuk apa bertahan kalau ujungnya tak bahagia, memang cinta datang terlambat, tapi kan, cinta yang datang, harus orang yang tepat bukan cinta yang di paksa atau bertepuk sebelah tangan, siip thor lanjut..
Ita Putri
ini mah otw kecelakaan .....bukan kecelakaannya
Ita Putri
iya nih si Ezra bikin keadaan makin rumit aja
Lenty Fallo
Ezra saat ini kmu blm mnyadari persaanmu trhdp Lily, tpi nnti stlh kmu sadr bhwa kmu mncintai Lily saat itu perasaan cinta Lily untuk kmu sudah hilang dn mati rasa.
Lily cpt move on syg, jgn brlarut larut dlm kesdihan bgkitlh fokus dgn kuliamu. aku do'akn smoga secepatnya tuhan mngirim laki" yg mncintai kmu dgn tulus. up lgi thor byk" 😍💪
••iind•• 🍂🫧
mampir ya kak,udah banyak karyanya 😍😍
Lenty Fallo
apa kata melisa itu benar lily, kmu jgn trbwa perasan dgn Ezra,dia perhtian dn peduli dgn kmu slma ini krna kmu temn adiknya melisa, dn blm tntu suka sama kmu, lgian Ezra sdh ada nadia. lbih baik kmu fokus dgn kuliamu lily.jgn smpai kmu menglami sakit hti yg ke 2x nya. up lgi thor 💪🥰
Lenty Fallo
lepskn si radit lily, sakit skrg lbih baik drpda nnti. ayok up lgi thor 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!