Malam itu, kabut tebal menyelimuti sebuah desa terpencil di lereng gunung.
Suara angin berdesir membawa hawa dingin yang menusuk tulang.
Di tengah sunyi, langkah empat orang terlihat menuju sebuah bangunan tua yang sudah lama ditinggalkan.
Nur, seorang editor sekaligus kameraman, mengangkat kameranya, siap menangkap setiap detik keangkeran yang tersembunyi di balik bayang-bayang.
Di sampingnya, Pujo, pria dengan kemampuan supranatural, merasakan getaran aneh sejak pertama kali mereka menjejakkan kaki di tempat itu.
"Ini bukan tempat biasa," gumamnya dengan nada serius.
Ustad Eddy, seorang religius dan spiritualis, melangkah mantap dengan tasbih di tangannya, siap mengusir kegelapan dengan doa-doanya.
Sementara Tri, yang dikenal sebagai mediator, berdiri di antara mereka, mempersiapkan dirinya untuk berhadapan dengan entitas dari dunia lain.
Mereka bukan sekadar pemburu tempat angker, tetapi penjelajah alam gaib yang menyuguhkan kisah-kisah misteri dan horor yang ada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F3rdy 25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEJAWEN DAN GHOIB
Malam itu, setelah pertempuran melawan Penguasa Kegelapan, Nur dan timnya berkumpul kembali di rumah Pak Rudi. Suasana tenang dan damai kembali menyelimuti desa, tetapi Nur merasakan bahwa ancaman masih mengintai. Ia duduk di ruang tengah bersama penduduk desa yang tampak lebih tenang, tetapi gelisah akan kekuatan yang mereka hadapi. Sebuah api unggun membara di tengah ruangan, menciptakan kehangatan dan mengundang rasa syukur atas keselamatan mereka.
Pak Rudi memulai pembicaraan dengan memanggil penduduk desa untuk berkumpul. “Kita memiliki banyak hal yang perlu dibahas. Kekuatan yang kita miliki bukan hanya untuk melindungi, tetapi juga untuk memahami dunia di sekitar kita, terutama ilmu tradisional yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.”
Nur mengangguk, mendengarkan dengan penuh perhatian. “Apa yang bisa Anda ceritakan tentang ilmu tradisional Jawa dan kekuatan gaib yang ada di sekitar kita?”
“Ilmu tradisional Jawa adalah warisan budaya yang sangat kaya,” Pak Rudi menjelaskan. “Dari pengobatan herbal hingga ilmu kanuragan, semuanya memiliki akar yang dalam di dalam tradisi kita. Ilmu kanuragan sendiri berkaitan dengan seni bela diri dan penguasaan diri. Banyak orang Jawa belajar untuk mengembangkan kekuatan fisik dan spiritual mereka agar bisa melindungi diri dari ancaman gaib.”
Tri bertanya, “Apa saja bentuk ancaman gaib yang ada?”
Pak Rudi tersenyum, seolah mengingat cerita-cerita dari masa lalu. “Di antara banyaknya makhluk halus yang kita kenal, ada pocong, genderuwo, kuntilanak, tuyul, buto ijo, glundung pringis, leak, kuyang, dan masih banyak lagi. Setiap makhluk ini memiliki kekuatan dan karakteristik yang berbeda, serta kisah yang terhubung dengan kepercayaan masyarakat.”
Nur mengangkat alisnya, penasaran. “Bisakah Anda menjelaskan tentang pocong?”
“Pocong adalah arwah orang yang telah meninggal dan terikat pada kain kafan mereka. Mereka biasanya muncul dengan penampilan yang menyeramkan, melompat-lompat karena terikat. Banyak yang percaya bahwa pocong adalah jiwa yang tidak tenang, dan mereka mencari keadilan atau penuntasan urusan yang belum selesai di dunia,” Pak Rudi menjelaskan dengan penuh rasa hormat.
Ustad Eddy, yang sebelumnya diam, menambahkan, “Pocong dapat dihadapi dengan cara memberikan doa dan penghormatan kepada arwah tersebut. Mereka sangat menghargai ketenangan dan perdamaian.”
Nur kemudian bertanya, “Bagaimana dengan genderuwo?”
“Genderuwo adalah makhluk gaib yang sering dianggap sebagai penjaga tempat-tempat angker. Mereka berbadan besar, berbulu lebat, dan sering kali memiliki wajah menyeramkan. Genderuwo biasanya muncul pada malam hari dan dipercaya dapat menakut-nakuti orang yang melewati tempat tinggal mereka,” Pak Rudi menjelaskan.
Tri menanyakan lebih lanjut, “Apa yang harus kita lakukan jika kita bertemu genderuwo?”
“Yang terpenting adalah tetap tenang. Mereka lebih suka menakut-nakuti daripada berinteraksi. Jika kita tidak menunjukkan ketakutan, mereka akan kehilangan minat. Selain itu, pembacaan mantra atau doa juga bisa menjadi cara untuk mengusir mereka,” jawab Ustad Eddy.
“Ada juga kuntilanak,” Nur menambahkan. “Apa cerita di balik kuntilanak?”
“Kuntilanak adalah arwah wanita yang meninggal saat melahirkan atau dalam keadaan tragis. Mereka sering muncul dengan rambut panjang, berpakaian putih, dan mengeluarkan suara tangisan. Mereka bisa sangat menakutkan, tetapi banyak yang percaya bahwa mereka tidak ingin menyakiti orang. Sebaliknya, mereka mencari perhatian,” Pak Rudi menjelaskan. “Namun, ada juga yang percaya bahwa mereka bisa menjadi agresif jika terancam.”
“Ada tuyul, yang terkenal sebagai makhluk kecil penghisap kekayaan,” Tri menyambung. “Apakah benar mereka bisa membawa keberuntungan atau justru malapetaka?”
“Tuyul adalah makhluk yang biasanya digunakan untuk melakukan praktik dukun atau ilmu hitam. Mereka tampak seperti anak kecil dengan kepala botak, dan bisa memberikan kekayaan, tetapi sering kali dengan harga yang harus dibayar. Banyak yang terjebak dalam praktik ini dan akhirnya kehilangan lebih dari yang mereka dapatkan,” Pak Rudi memperingatkan.
“Buto ijo, bagaimana dengan mereka?” Nur penasaran.
“Buto ijo adalah makhluk raksasa berwarna hijau yang dipercaya melindungi hutan. Mereka kadang dianggap sebagai simbol kekuatan alam. Namun, mereka bisa menjadi marah jika habitatnya terancam,” Ustad Eddy menambahkan. “Buto ijo lebih menghormati alam dan seringkali berperan sebagai penjaga.”
“Lalu, apa itu glundung pringis?” Nur bertanya lagi.
“Glundung pringis adalah makhluk yang muncul di tempat-tempat yang dianggap angker, seperti hutan dan tebing. Mereka digambarkan memiliki tubuh besar dan wajah yang menakutkan. Biasanya, mereka muncul sebagai peringatan untuk tidak mengganggu tempat-tempat yang dianggap sakral,” Pak Rudi menjelaskan.
“Leak dan kuyang juga dikenal di kalangan masyarakat,” Tri melanjutkan. “Apa yang bisa Anda ceritakan tentang mereka?”
“Leak adalah sosok penyihir yang memiliki kemampuan untuk berubah bentuk. Mereka biasanya terlibat dalam praktik ilmu hitam, dan bisa menyebabkan banyak masalah bagi orang lain. Di sisi lain, kuyang adalah sosok wanita yang bisa terbang dengan kepala terpisah dari tubuhnya. Keduanya adalah simbol dari sisi gelap ilmu hitam di Jawa,” Pak Rudi menjelaskan dengan serius.
Mendengar penjelasan tentang berbagai makhluk halus dan ilmu tradisional ini, Nur merasa lebih terhubung dengan akar budayanya. Dia menyadari bahwa untuk menjadi pelindung yang sejati, mereka harus memahami dan menghormati semua aspek dari dunia yang ada di sekitar mereka. Kekuatan bukan hanya tentang kemampuan fisik, tetapi juga tentang kebijaksanaan dan pengertian.
“Apakah ada cara untuk melindungi diri dari semua ancaman ini?” Nur bertanya, rasa ingin tahunya semakin dalam.
“Ilmu kanuragan dan pelatihan spiritual adalah cara yang paling efektif. Dalam ilmu kanuragan, kita belajar tentang penguasaan diri dan penggunaan energi positif untuk melawan kegelapan. Kita juga perlu melakukan ritual untuk menjaga diri kita tetap terhubung dengan dunia spiritual dan menjaga keseimbangan,” Ustad Eddy menjawab.
“Saya ingin belajar lebih banyak tentang ilmu kanuragan,” Nur berkata, penuh semangat. “Saya ingin melindungi orang-orang di sekitar saya.”
Pak Rudi mengangguk. “Kami akan mengajarkanmu. Kekuatanmu akan lebih kuat jika dipadukan dengan pengetahuan dan kebijaksanaan.”
Setelah diskusi yang panjang, Nur dan timnya mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang kekuatan yang mereka miliki dan ancaman yang harus dihadapi. Mereka sepakat untuk melanjutkan pelatihan mereka, berfokus pada pengembangan ilmu kanuragan dan pemahaman tentang makhluk halus.
Malam itu berakhir dengan harapan baru. Mereka berdoa untuk kedamaian, saling berpegangan tangan, dan berjanji untuk menjaga kebenaran serta melindungi orang-orang yang mereka cintai.
Seiring waktu berlalu, Nur semakin memahami pentingnya ilmu tradisional Jawa dan kekuatan gaib yang ada di sekelilingnya. Dia menyadari bahwa keberanian dan ketulusan hati adalah kunci untuk menghadapi segala tantangan.
Keesokan harinya, Nur dan timnya memulai pelatihan. Mereka belajar berbagai teknik kanuragan, mulai dari pernapasan, meditasi, hingga gerakan bela diri yang berakar dari tradisi Jawa. Setiap gerakan diiringi dengan mantra dan doa yang menambah kekuatan spiritual mereka.
Tri, yang dikenal karena ketangkasan fisiknya, berhasil menguasai teknik dasar dengan cepat. Dia bergerak lincah, menggabungkan seni bela diri dengan kecepatan dan ketepatan. “Lihat aku! Seperti angin!” teriaknya, sambil melakukan gerakan yang elegan.
Pujo, dengan pengetahuannya tentang dunia supranatural, mengajarkan mereka cara untuk terhubung dengan energi alam. “Kita harus belajar mendengarkan suara alam. Setiap makhluk hidup memiliki energi yang bisa kita manfaatkan,” katanya, matanya bersinar dengan semangat.
Ustad Eddy menjadi mentor spiritual bagi mereka, membimbing mereka dalam praktik meditasi dan doa. Dia mengingatkan bahwa keseimbangan antara fisik dan spiritual sangat penting dalam mengendalikan kekuatan.
Hari-hari berlalu, dan mereka semakin kuat. Setiap malam, mereka berkumpul di depan api unggun untuk berdiskusi tentang apa yang mereka pelajari. Mereka berbagi pengalaman dan saling memberi dukungan.
Suatu malam, ketika mereka berkumpul, Nur merasakan ada sesuatu yang aneh. Dia melihat bayangan bergerak di antara pepohonan, seolah ada sesuatu yang mengawasi mereka. “Apakah kalian merasakannya?” Nur bertanya, wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
“Ya, aku merasakannya,” Pujo menjawab, menatap hutan dengan cermat. “Sepertinya ada yang mengikuti kita.”
Mereka segera bersiap, melakukan
gerakan pertahanan dan bersiap menghadapi apapun yang akan datang. Nur mengumpulkan energi dalam dirinya, merasakan kekuatan yang bersatu di antara mereka. Dia mengingat semua yang telah dia pelajari tentang makhluk halus dan ilmu kanuragan.
Dalam sekejap, bayangan itu muncul. Seorang wanita bergaun putih dengan rambut panjang terurai berdiri di depan mereka. “Kuntilanak,” Tri berbisik, menahan napasnya.
Wanita itu mendekat, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda menyerang. Dia hanya berdiri diam, menatap mereka dengan mata yang penuh kesedihan. Nur merasakan getaran energi yang kuat, seolah ada cerita yang belum selesai di balik penampilannya.
“Siapa kau?” Nur bertanya, suaranya tenang namun tegas. “Apa yang kau inginkan?”
Kuntilanak itu membuka mulutnya, tetapi suara yang keluar bukanlah suara menakutkan. “Aku mencari tempat yang tenang,” katanya, suaranya bergetar. “Aku tidak ingin mengganggu kalian. Aku hanya ingin beristirahat.”
Nur merasa hatinya tergerak. “Kami tidak ingin menyakitimu. Jika kau ingin beristirahat, kami bisa membantumu.”
Wanita itu mengangguk, tetapi masih tampak ragu. “Aku terjebak di dunia ini karena rasa sakit yang belum terselesaikan. Aku tidak bisa tenang sampai urusanku di dunia ini selesai,” jelasnya.
“Bisa jadi ada cara untuk membantumu,” Ustad Eddy berkata, merasakan kebenaran dalam kata-katanya. “Kami bisa membantu mengirimkan doamu ke alam, agar kau bisa menemukan ketenangan.”
Kuntilanak itu menatap mereka dengan harapan. “Maukah kalian melakukan itu untukku?”
Mereka semua mengangguk, berkomitmen untuk membantu makhluk yang terjebak ini. Nur mengarahkan tangannya, mengumpulkan energi yang damai. “Mari kita berdoa bersama,” katanya.
Mereka semua berdiri dalam lingkaran, bergandeng tangan, dan mulai berdoa. Nur memimpin dengan suara lembut, mengucapkan mantra yang mereka pelajari selama pelatihan. Seiring dengan itu, cahaya lembut mulai bersinar di sekitar mereka, memberikan rasa aman bagi kuntilanak.
Saat doa berlangsung, Nur merasakan perubahan energi di sekitarnya. Kekuatan yang mereka ciptakan bersama menjadi jembatan untuk membantu jiwa yang terjebak. Kegelapan yang melingkupi kuntilanak mulai pudar, digantikan oleh cahaya ketenangan.
“Aku merasa lebih baik,” kuntilanak itu berkata, matanya mulai bersinar. “Terima kasih telah membantu aku menemukan kedamaian.”
Dengan ucapan terima kasih, kuntilanak itu mulai menghilang, meninggalkan cahaya yang hangat di tempatnya berdiri. Nur dan timnya merasa lega, menyadari bahwa mereka telah membantu satu jiwa untuk menemukan ketenangan.
“Ini adalah bagian dari tanggung jawab kita,” Nur berkata, tersenyum pada teman-temannya. “Kita tidak hanya melawan kegelapan, tetapi juga membantu mereka yang terjebak di dalamnya.”
Mereka kembali ke rumah Pak Rudi dengan semangat baru. Pengalaman itu mengajarkan mereka bahwa kekuatan bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang empati dan kasih sayang. Dalam perjalanan mereka, mereka berjanji untuk terus belajar, tidak hanya tentang ilmu kanuragan, tetapi juga tentang kekuatan hati.
Sejak malam itu, mereka menjadi semakin terhubung dengan dunia spiritual. Pelatihan mereka tidak hanya berkisar pada pertahanan fisik, tetapi juga tentang bagaimana menjadi jembatan bagi dunia yang terpisah oleh kegelapan.
Mereka bertekad untuk melindungi desa dan membimbing jiwa-jiwa yang terjebak, menjadi pelindung tidak hanya dari ancaman, tetapi juga dari rasa sakit dan penderitaan. Dengan semangat baru ini, Nur dan timnya siap menghadapi apa pun yang akan datang, berjuang untuk kebenaran dan keadilan, dan menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.
---