Bercerita tentang seorang permaisuri bernama Calista Abriella, yang telah mengabdi pada kekaisaran selama 10 tahunnya lamanya. Calista begitu mencintai Kaisar dan rela melakukan apa saja untuknya, namun cinta tulus Calista tak pernah berbalas.
Sampai suatu peristiwa jatuhnya permaisuri ke kolam, membuat sifat Calista berubah. Ia tak lagi mengharap cinta kaisar dan hidup sesuai keinginannya tanpa mengikuti aturan lagi.
Kaisar yang menyadari perilaku Calista yang berbeda merasa kesal. Sosok yang selalu mengatakan cinta itu, kini selalu mengacuhkannya dan begitu dingin.
Akankah sifat Calista yang berbeda membuat kaisar semakin membencinya atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kleo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 - Aku menyayangimu Ibu
Tarian pertama di mulai, musik mulai mengalun menemani tarian Selene dan Leonardo, suasana perjamuan itu begitu hening, tak ada hiruk-pikuk dari para bangsawan. Hanya suara musik dan decit sepatu kaisar yang terdengar.
Sedang dari singgasananya, Calista menatap malas pada sepasang kekasih itu. Beberapa kali Calista menghela nafas, ingin perjamuan itu cepat berakhir.
‘Kenapa? Kenapa Calista bersikap biasa? Itu bukan dirinya yang kukenali!’ Leonardo.
‘Apakah ini cara barunya untuk memikatku?’ Leonardo.
‘Aku mengakui caramu itu hampir berhasil, Calista. Tapi aku tak akan tertarik padamu!’ Leonardo.
Ada senyum puas di wajah Leonardo, sejak tadi ia tak fokus akan tariannya, matanya selalu tertuju pada Calista.
Ketika tarian selesai, orang-orang mulai menikmati pesta, tapi mereka tak lupa akan kehadiran Calista, tak sedikit yang ingin melihat bagaimana sikap Calista menyikapi Selene di perjamuan kali ini.
Bagaimana tidak, sosok selir itu begitu berani menunjukkan kekuasaannya melebihi permaisuri, mengambil semua tempat yang harusnya dilakukan oleh permaisuri.
Calista beranjak dari singgasananya, membuat semua mata kembali tertuju padanya, apa yang akan dilakukan permaisuri kali ini? itulah pikir para bangsawan.
Calista menuruni anak tangga satu persatu, langkahnya begitu anggun dan berwibawa. Ia melewati Selene dan Leonardo begitu saja dan berhenti tepat di tengah perjamuan, tampak seulas senyum muncul di wajahnya, membuat semua yang menatapnya begitu terkesima.
Ya, Calista tersenyum pada Theodore yang baru saja datang, di mana semua orang tak memperhatikan kedatangannya.
“Theodore, bagaimana kabarmu hari ini, sayang?”
“Ibu, aku baik-baik saja, semua pelajaranku pun juga baik,” jawab Theodore bingung yang melihat semua orang menatap ibunya di tengah kebisingan.
“Ibu, apa ibu baik-baik saja, tidak ada yang terjadi kan?” tanya Theodore.
“Tidak ada, Theo. Lihat, ibu baik-baik saja,” Jawab Calista sambil berputar.
“Ya, Bu, Theo percaya.”
“Jika Theo percaya ibu, bisakah Theo ikut bersama ibu? Ibu ingin sekali mendengar cerita dari putra ibu.”
“Tentu, Bu. Aku kemari pun untuk bertemu ibu.”
Mendengar jawaban putranya, senyum Calista pun semakin merekah, ia menggenggam erat lengan Theodore dan mengumumkan pengunduran dirinya dari pesta.
“Para tamu yang datang kemari, kuucapkan terima kasih telah datang ke acara perjamuan yang di siapkan ini. Aku meminta maaf karna tidak bisa lebih lama berada di pesta. Seperti yang kalian tahu, aku baru saja sembuh dari sakitku. Jadi, aku berharap para Tuan dan Nyonya bisa menikmati pesta perjamuan yang diadakan ini!”
Para bangsawan pun menunduk hormat, tanda mengerti akan apa yang dibicarakan Calista.
Calista dan Theodore pun pergi, keduanya berjalan menuju taman istana, sepanjang perjalanan permaisuri tak sekalipun melepaskan lengannya dari genggaman Theodore.
“Theo, Ibu ingin tahu, apa Theo menyayangi ibu?”
“Kenapa ibu berbicara seperti itu? Tentu saja itu sudah pasti, bu jawab Theo.
“Bahkan setelah semua yang terjadi?”
“Apa maksud ibu?”
“Kau pasti tahu apa yang selama ini terjadi kan Theo. Ibu adalah ibu yang buruk, yang bahkan menjaga jarak dengan putranya sendiri hanya karna peraturan dan rasa iri.”
Seketika Theodore berhenti, yang membuat langkah sang ibu juga ikut terhenti. Theodore mengubah posisi ke hadapan Calista.
“Ibu, aku selalu menyayangimu. Aku tahu semuanya, semua yang kau lakukan itu. Ibu selalu berusaha untuk menjadi permaisuri sempurna yang mengikuti semua peraturan. Tapi walaupun ibu membesarkanku seperti aturan istana, kau selalu menunjukkan kasih sayangmu, Bu,” jelas Theodore.
“Ibu tahu? Di saat ayah hanya menyuruhku untuk belajar, bahkan di setiap pertemuan hanya kata belajar dan kaisar masa depan yang terdengar. Tapi ketika aku menemuimu, ibu selalu menanyakan keadaanku, bagaimana hariku, kondisiku, walaupun dengan suara keras dan jarak yang ibu berikan, ibu tetap menujukan rasa sayang, Ibu,” ucap Theodore sambil menghapus air mata Calista yang tanpa ia sadari keluar.
Calista memeluk Theodore, “Berjanjilah pada ibu, kau tak akan meninggalkan ibu Theodore.”
“Aku berjanji, Bu. Aku akan selalu bersamamu, dan aku tak akan meninggalkanmu, Bu.”
...****************...
Calista menatap berkas yang menumpuk di atas meja, ini adalah hari pertamanya mengambil tugas kerajaannya kembali, setelah pesta perjamuan yang diadakan beberapa hari lalu.
Ia mulai mengambil satu persatu berkas, membacanya dengan teliti dan menulis kembali hal penting di dalamnya. Sebagai permaisuri, ia harus mengatur anggaran yang dibutuhkan istana.
Mengurus semua itu, membuat kepalanya berdenyut. Calista memutuskan beristirahat sambil menyeruput tehnya.
“Selamat siang, Yang Mulia. Saya membawa teh dan camilan tambahan untuk Anda,” ucap Daisy.
“Ya, Daisy. Letakkan saja di meja, aku akan mengambilnya nanti,” balas Calista.
Calista mulai menatap pemandangan yang terlihat dari jendala, melihat bunga bermekaran indah membuatnya begitu tenang. Senyumnya merekah, ketika ia juga melihat Theodore di sana.
“Putraku, dia berlatih pedang rupanya,”
‘Theo, kenapa aku menjadi sosok ibu yang sangat buruk untukmu? Ibu selalu menghindar dan menjaga jarak darimu, tapi kau selalu membalas ibu dengan kasih sayangmu.’ Calista.
‘Ibu tak ingin kehilanganmu lagi Theo, ibu tak akan terikat dengan peraturan itu lagi. Peraturan yang membuat ibu terpisah darimu, jarak yang tercipta antara kita, semuanya tak akan ada lagi, Sayang’ Calista.
Calista berdiri dari kursinya, ia membereskan berkas dan surat undangan yang datang, merapikan rambutnya yang keluar dari ikatan, dan pergi menemui putranya.
“Yang Mulia, tolong gunakan mahkota Anda dulu. Anda tak bisa pergi tanpa mahkota seperti itu!” teriak Elisha yang melihat Calista pergi dari ruangannya.
Sontak teriakan Elisha membuat Calista berhenti, ia membalikkan badan dan tersenyum pada pembantunya itu. Elisha segera datang menghampirinya, memasangkan mahkota indah tersebut ke kepala Calista.
“Nah, ini baru yang mulia,” puji Elisha.
“Elisha, bagaimana penampilanku ini, apakah sudah cocok untuk menemui putraku?” tanya Calista.
Elisha melihat Calista dari ujung rambut sampai kaki, “Sebenarnya tidak ada yang berubah, Yang Mulia, walau Anda hanya mengenakan pakaian sederhana tanpa perhiasan, kecantikan Anda tetap sama,” ucap Elisha.
“Terima kasih untuk pendapatmu Elisha,” balas Calista yang kembali berjalan pergi menemui putranya.
Di Lorong menuju taman, Calista tanpa sengaja berpapasan dengan Kaisar. Tentu saja Calista menunduk hormat, tapi wajah yang tadinya riang kini terlihat gelap.
“Salam, Yang Mulia. Saya memberi hormat pada Anda!” ucap Calista.
Kaisar mengangguk, ia menatap Calista. “Aku melihat perubahan darimu, apa yang terjadi? Sehingga kau berpenampilan layaknya seorang pelayan.”
“Tidak ada yang terjadi. Terkadang seseorang baru menyadari hal yang disukainya setelah sekian lama, dan hal itu juga terjadi pada saya,” ucap Calista sambil melanjutkan kembali langkahnya.
“Aku belum selesai berbicara padamu, Permaisuri, dan kau sudah ingin pergi?”
Langkah Calista seketika terhenti, ia mendengus kesal, dan kembali memutar tubuhnya menghadap Kaisar.
“Apa yang ingin Anda bicarakan pada saya?”
“Kenapa kali ini kau tak memenuhi peraturan istana Calista? Sikap dan penampilanmu itu tak mencerminkan sosok seorang permaisuri!” tegas Leonardo.
“Selama bertahun-tahun saya selalu mengikutiku peraturan istana tanpa sedikit pun melanggarnya. Tapi entah kenapa, kini saya merasa bahwa peraturan kuno itu hanya merugikan, dan lagi saya seorang permaisuri, saya berhak mengubah peraturan istana,” balas Calista.
“Dan apa urusannya penampilan saya dengan Anda? Bukankah Anda telah menegaskan bahwa kita hanya perlu melakukan tugas masing-masing, tanpa mengganggu satu sama lain!”
Kaisar terdiam, dan Calista pun memberi salam kepergiannya.
“Semoga hari Anda menyenangkan yang mulia, saya harus pergi,” ucap Calista lagi dengan tatapan dinginnya.
Sesampainya di taman, Calista begitu senang melihat putranya mengayun-ngayunkan pedang. Ia duduk di tepi lorong sambil melihat putranya.
“Ibu?” Theodore menghentikan aktivitasnya, ia datang menghampiri Calista.
“Ibu, kapan ibu ada di sini? Kenapa ibu tak katakan padaku jika datang kemari?”
“Ibu tidak mau mengganggu Theo, dan ibu kemari ingin melihat Theo berlatih,” jawab sang Ibu.
sblmnya aku mendukung Aaron, skrg males banget