Gadis Desa Untuk Ceo

Aira keluar dari kamar Dwinda, dimana Edric tengah menunggu istri kecilnya keluar dari dalam kamar. Menampilkan lekuk senyum yang begitu menawan, lelaki berbola mata biru itu senang dengan tingkah lucu Aira seperti anak kecil. Berlari menghampirinya dengan wajah manis dan imut.

Padahal Aira hanya gadis desa biasa, tapi kecantikannya begitu berbeda, ada sesuatu yang sangat berbeda dari wajah polos Aira. Yang membuat Edric terpesona.

Aira berjingkat di depan Edric, dengan menampilkan gigi rapihnya, bibir tipis terlihat basah, membuat pikiran Edric seketika kemana-mana.

"Bagaimana?" Bertanya pada Aira, wanita yang kini sudah sah menjadi istri Edric menjawab dengan wajah kegirangan." Berhasil."

Memperlihatkan senyum lebar dan juga jempol tangan, tentulah membuat Edric senang dan semakin suka.

Edric kini mendekat dan semakin dekat pada Aira, ia memeluk tubuh Aira dengan rasa sayang yang begitu dalam seperti dirinya menyayangi Maya sang ibunda yang sudah wafad.

Aira mengerutkan dahi, ada rasa malu pada dirinya karena Edric yang tiba tiba memeluk tubuhnya. Padahal awal bertemu Aira begitu benci pada keluarga Ellad, tapi sekarang kenapa ia menjadi peduli dan ingin membantu Edric dari kegilaan ibu tirinya.

Wanita berbola hitam itu tak menyangka jika Edric berani bercerita, tentang kelakuan ibu tirinya yang selalu mengajaknya dalam balutan asmara terlarang.

Walau pun Edric sering menolak, tapi tetap saja Dwinda seakan tak punya malu, ia terus saja mengoda sebisa mungkin.

"Apa, bisa lepas sekarang?"

Pertanyaan wanita sang pemilik bola mata hitam itu membuat Edric lupa, terlalu nyaman dengan apa yang ia peluk dihadapanya.

"Maafkan saya, Aira. Terlalu mendalami peran hingga memelukmu terlalu lama."

Aira tersipu malu dengan apa yang dikatakan Edric. " tidak apa-apa. Kitakan sudah menjadi suami istri ini."

Edric senang dengan jawaban yang dilontakan oleh Aira kepada dirinya, ia merasa hidupnya kini tak kesepian lagi semenjak kematian sang Ibunda meninggalkannya sudah lama.

Lamunan seketika membuyar, saat Aira terus memanggil-manggil namanya dengan melambaikan tangan di depan wajah Edric.

"Iya, Aira kenapa?"

"Kenapa anda malah melamun!"

"Aira, aku kan sudah peringatkan kamu, untuk mengatakan kata mesra kepadaku?"

Aira menepuk jidatnya, ia lupa dengan apa yang dikatakan Edric, sampai dirinya melakukan kesalahan beberapa kali.

"Saya lupa."

"Kebiasaan."

*******

Ellad yang tengah berada di dalam kantor, memikirkan sang istri yang semakin hari semakin berubah, ia sengaja tidak pulang ke rumah dan bersikap cuek. Ingin tahu apa istrinya itu merindukannya dengan mengirim pesan atau sekedar menelepon, seperti dulu, saat ia baru baru menikah dengan Dwinda.

Wanita sang pemilik bola mata coklat dengan wajah tirusnya, selalu memperhatikannya dari segi makanan atau pun kesehatan. Tak ada hari terlewatkan tanpa pesan sedikit pun dari Dwinda.

Ellad lelaki tua berambut putih itu, menatap layar ponsel. Melihat apakah Dwinda mengirim pesan rindu atau kesepian kepada Ellad, menghelap napas kasar, hanya pesan dari beberapa rekan kerjanya yang datang.

"Dwinda, kenapa kamu berubah."

Rasa rindu yang tak terobati, membuat Ellad ingin melihat aktipitas istrinya di dalam rumah. Sedang apa kah dia, karena sudah lama juga Ellad tak pernah mengecek cctv yang terpasang di dalam rumah.

Ellad mulai melihat pada layar leptotnya, memastikan sang istri baik-baik saja di dalam rumah. Jari tangan yang mulai mengetik, kini memperlihatkan semua rekaman cctv di rumah tak menyala.

Merasa heran, kenapa cctv di dalam rumah tak menyala, membuat ia tentu saja panik. " Apa cctv di rumah rusak ya? "

Ellad di liputi dengan sebuah pertanyaan yang tiba tiba mengundung pada pikirannya, perasaanya tak menentu. Hatinya tak karuan.

Mengacak kasar rambut, kedua tangan seakan mencekram erat, membuat diri tak sadar. Sudah hampir melukai keadaan fisik sendiri.

"Dwinda, aku rindu. Kenapa kamu tiba tiba saja berubah? Semakin ke sini kamu semakin tak terlihat sayang padaku, apa yang sudah merubah hidupmu, sampai kamu tak peduli denganku."

Walau pun seorang CEO, Ellad tak suka bermain wanita, ia terkesan setia. Walau mempunyai raut wajah bule dan badan tegapnya. Ia tak ada pikiran untuk melukai hati wanita, bagi dirinya seorang wanita adalah sosok berlian yang harus di jaga dan di hormati. Dikarirnya sebagai seorang CEO banyak sekali kaum wanita yang menggodanya.

Namun tetap saja, Ellad selalu acuh. Saat hidup bersama Maya pun dia selalu setia dan mementingkan istrinya.

Maya adalah sosok perempuan lembut dan baik hati, ia selalu membuat Ellad nyaman. Tak ada hari terlupakan bersama Maya, wanita keturunan Amerika yang sama dengannya.

Hanya saja takdir memisahkan mereka, Maya mati dengan cara tak wajar, tak ada tanda pembunuhan dan juga penyakit yang di deritanya.

Ini aneh? Tapi Ellad berusaha tetap ikhlas mugkin ini cara tuhan mengambil Maya agar tenang di alam sana.

Ellad tak mencurigai Dwinda, karena memang yang menangani Maya saat itu Dwinda. Sahabat yang begitu dekat dan akrab dengan Maya, Ellad pun tahu kedekatan antara mereka berdua.

Dwinda bukan gadis biasa, ia adalah lulusan Universitas ternama di luar negeri. kedua orang tuanya juga adalah seorang CEO, hanya saja mereka sudah tiada.

Setelah kematian Maya, Ellad juga tidak berencana untuk menikah lagi. Hanya saja Dwinda memberikan satu lembar surat kepadanya, di mana surat itu adalah tulisan tangan dari Maya.

Sebenarnya Ellad juga masih tak percaya akan tulisan tangan yang di buat Maya, tapi dengan kenyakinan Dwinda, maka ia percaya.

Maya juga sering menceritakan bahwa Dwinda itu adalah orang baik dan juga selalu membantunya dalam setiap hal.

Karena menuruti wasihat dari almarhum istrinya, saat itulah Ellad menikahi Dwinda dengan hati ragu-ragu.

Karena umur yang terkesan begitu jauh dengan Dwinda membuat Ellad tak percaya diri.

Awal menikah dengan Dwinda, Ellad seperti menemukan sesuatu yang baru. Perhatian lebih dan juga kasih sayang yang tak jauh berbeda dengan almarhum istrinya.

Tapi di pernikahan yang tiga tahun ini, ada perubahan derastis, Dwinda benar benar berubah. Dari perhatian dan juga kemanjaan Dwinda kepada Ellad.

Apalagi dengan datanganya Aira, gadis desa yang sengaja ia beli, karena permintaan anaknya yang mendadak. Padahal Edric itu masih muda, belum matang menikah, dia belum menyelesaikan kuliahnya.

Namun, karena Edric yang memaksa pada akhirnya Ellad terpaksa menikahinya dengan memprivasi semua tentang Edric.

Jika seluruh dunia tahu jika Ellad mempunyai anak lumpuh, mereka akan mentertawakan Edric dan menbully habisan habisan, padahal sudah susah payah Ellad menyembuhkan Edric tapi semua tak kunjung membaik. Semejak kepergian Maya, kelumpuhan itu terjadi.

Kelumpuhan secara mendadak pada kedua kaki Edric.