Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Andreas kembali ke ruangannya dengan perasaan yang entah. Ia sendiri tak tahu seperti apa perasaannya sekarang ini. Perasana sedih karena kehilangan anak sudah pasti. Namun hari-harinya terasa hambar saja, meski pernah menikah tapi tetap tak mengubah apapun dalam hidup Andreas yang tetap terasa sepi meski ada Meli kala itu.
Melanjutkan pekerjaannya sembari menunggu kedatangan Bimo yang sedang melakukan tugas darinya. Kini Andreas akan fokus pada dua hal saja, yaitu pencarian sang anak juga pekerjaannya.
Hingga waktu pulang hampir tiba, Bimo baru datang ke kantor menemui Andreas.
"Bagaimana?" Tanya Andreas langsung.
"Nomor yang di berikan Polisi itu sudah tidak aktif lagi, Tuan. Terakhir nomor itu masih terlacak di klinik yang tak jauh dari kantor Polisi. Tapi kita yang tak pernah tahu seperti apa wanita itu mengalami kesulitan mencari," jelas Bimo yang ternyata di minta Andreas mencaritahu penolong anaknya.
"Apa sudah tanya Polisi ciri-ciri wanita itu?"
"Sudah, Tuan. Tapi Suster di klinik itu tidak ingat lagi dengan ciri-ciri yang saya sebutkan. Ketika saya meminta izin untuk akses cctv, entah mengapa saat itu cctv mereka sedang dalam perbaikan. Jadi kita tidak mendapatkan info apapun lagi."
Terdengar helaan napas panjang dari Andreas, nampak sedikit frustasi karena kehilangan anaknya. Siapa yang akan di salahkan kalau seperti ini? Ingin menyalahkan Meli tetapi orangnya sudah tiada.
Menyalahkan keluarga Meli juga tak mungkin karena kejadian itu murni keinginan Meli sendiri.
"Bagaimana dengan perintah saya tadi, Mona?" Tanya Andreas saat Mona masuk ke ruangannya.
"Pak Dudi sudah di tahan di kantor Polisi bersama komplotannya, Tuan. Juga karyawan kita yang ikut terlibat, berdasarkan bukti yang kita punya, mereka yang melakukan korupsi akan di sita asetnya untuk ganti rugi sesuai uang yang mereka nikmati."
"Baiklah, kalian boleh pulang. Besok kita akan lanjutkan lagi pekerjaan," kata Andreas yang di angguki kedua bawahannya itu.
Karena memang sudah waktunya pulang kerja, perusahaan nampak mulai sepi. Hanya tinggal penjaga keamanan saja yang tetap di tempatnya.
Sesampainya di rumah Andreas mendapatkan telpon dari bu Nina. Sudah di tebak apa yang akan di katakan oleh wanita yang telah melahirkannya itu, namun begitu Andreas tetap menjawab telpon tersebut.
"Halo, Ma."
"Kamu dimana, Nak?"
"Di rumah, ada apa?"
"Bisa kamu datang ke rumah Mama sekarang? Ada mertua kamu datang ingin bertemu."
"Aku sudah gak punya mertua lagi, Ma."
Terdengar helaan napas dari Andreas kala sang mama mengatakan mertua. Bu Nina yang tahu anaknya tak suka dengan kalimatnya barunya segera menjawab.
"Ya itu maksud Mama, bisa kamu datang sekarang?"
"Baiklah."
Setelahnya Andreas kembali bangkit dari duduknya dan keluar rumah. Dengan menggunakan sopir, Andreas pergi kerumah orang tuanya. Lelah di tubuhnya membuatnya malas berkendara sendiri.
Tiba di rumah yang dulu pernah di tinggalinya hingga ia harus pergi karena kuliah dan tinggal sendiri untuk mandiri. Andreas melangkah pasti memasuki pintu yang terbuka itu.
Kedatangan Andreas langsung di sambut oleh ibunya Meli. Dengan berderai air mata wanita itu berkata pada Andreas.
"Jangan penjarakan Ayahmu, Nak. Maaf kan lah kesalahannya, Ayahmu hanya khilaf saja. Bebaskan Ayahmu, ya."
Andreas duduk di salah satu sofa tunggal di ruang tamu. Menatap malas pada mantan mertuanya yang selalu mengatas namakan khilaf kalau melakukan kesalahan lalu ketahuan. Sama persisi seperti anaknya kala itu saat ketahuan hendak mencuri berkas penting perusahaan di ruang kerjanya.
Dengan pandainya Meli berdalih agar tak di salahkan dan saat sudah terlihat bukti akuratnya. Maka si khilaf yang akan di sebut-sebut.
"Kalau semua koruptor bisa di bebaskan hanya dengan kata maaf, maka akan semakin banyak orang korupsi. Kalau semua orang korupsi bisa bebas hanya dengan mengatakan khilaf maka siapa yang bisa di percaya lagi," kata Andreas dengan santai walau wajahnya terlihat datar.
"Tapi Ayahmu gak salah, Nak. Dia pasti di jebak, ia pasti di jebak oleh orang yang gak suka sama kesuksesannya." Ibunya Meli yang bernama Mawar masih terus berdalih agar suaminya di bebaskan.
"Lagian yang di korupsi oleh Ayahmu juga gak banyak kok. Kamu pasti bisa mengganti uang itu bukan? Dan semuanya akan kembali membaik seperti sedia kala," lanjut bu Mawar dengan entengnya tanpa merasa bersalah.
"Kalau memang sedikit maka bayar gantinya sebesar 1 milyar," sahut Andreas yang membuat bu Mawar tersedak sendiri.
Jelas saja ia tahu kalau suaminya menghabiskan uang proyek dari perusahaan Andreas. Karena uang tersebut juga paling banyak ia yang menikmati bersama Mela putrinya yang masih kulaih di luar negeri.
"Maaf kan lah Ayahmu, Nak. Bagaimanapun juga dia juga Ayahmu, kakek dari anakmu. Apa kamu tega kalau suatu saat anakmu bertanya kenapa kakeknya bisa di penjara. Dan apa kamu gak malu kalau suatu saat nanti anakmu di ejek temannya karena menjadi cucu dari seorang napi."
Bu Mawar masih mencoba membujuk Andreas menggunakan nama sang cucu. Ia sangat yakin kalau Andreas akan luluh kali ini.
Tapi siapa yang tahu kalau ternyata Andreas malah semakin marah mendengar kata-kara bu Mawar. Menyinggung soal anaknya yang belum di ketahui keberadaannya membuat Andreas semakin kesal pada keluarga mantan istrinya ini.
"Apa Tante gak malu dengan apa yang di lakukan anak Tante itu? Apa Tante gak malu kalau sampai orang lain mengatakan anak Tante tukang selingkuh? Apa Tante gak malu sampai orang tahu anak Tante membawa bayinya yang baru lahir kabur bersama selingkuhannya?"
Bu Mawar tergagap tak dapat menjawab lagi, ia bingung harus mengatakan apa untuk menyangkal. Tapi bukan bu Mawar namanya kalau tak punya seribu akal untuk memaksa.
"Tapi kamu kan bisa menggunakan uang kompensasi kematian Meli untuk ganti rugi uang korupsi Ayahmu," kata bu Mawar yang semakin membuat Andreas sakit kepala.
"Kompensasi dari mana?" Tanya bu Nina angkat suara.
"Ya kompensasi dari Andreas lah, Jeng. Kan Meli istrinya jelas Andreas harus memberi kompensasi pada kami selaku orang tua Meli."
"Beri aku kompensasi atas hilangnya bayiku, kembalikan anak itu baru aku akan memberikan apa yang kalian minta," tantang Andreas.
"Ya gak bisa gitu dong, Ndre. Kan anak kamu hilang bersama Meli, mana kami tahu dimana keberadaannya. Bisa sajakan anak itu sudah mati," kata bu Mawar enteng.
"Karena hilang bersama anak Tante lah makanya saya minta kompensasi itu pada Tante. Jika di hitung ke rugian, maka saya lah yang paling di rugikan."
"Kok kamu panggil Ibu Tante sih, Nak. Kamu sudah gak mau lagi jadi bagian dari keluarga kami? Bagaimanapun juga kita pernah menjadi keluarga," ucap bu Mawar yang sudah tak bisa menjawab pernyataan Andreas lagi.
"Sejak di mana anak Tante kabur bersama selingkuhannya dan membawa bayi saya maka saat itu juga hubungan kita terputus. Dengan adanya kasus pak Dudi, saya harap kalian semakin tahu diri walau sudah tak punya harga diri."
Andreas melangkah naik ke lantai dua di rumah orang tuanya. Ia lelah dan ingin istirahat saja di sana.
"Apa maksud kamu berkata seperti itu, Ndre? Saya gak terima ya kamu rendahkan kelaurga saya seperti ini," marah bu Mawar.
"Apa yang di bilang Andreas benar Bu Mawar. Bukan kah kalian memang tak punya harga diri? Mana ada seorang mertua meminta kompensasi atas kematian anaknya pada sang menantu. Sudahlah anaknya selingkuh, bawa kabur cucuku lagi, sekarang kalian menekan anakku dengan kompensasi kematian Meli dan pembebasan pak dudi yang korupsi. Anda waras gak sih?" Sinis bu Nina yang semakin jengkel saja dengan sikap mantan besannya itu.