Undangan sudah disebar, gaun pengantin sudah terpajang dalam kamar, persiapan hampir rampung. Tapi, pernikahan yang sudah didepan mata, lenyap seketika.
Sebuah fitnah, yang membuat hidup Maya jatuh, kedalam jurang yang dalam. Anak dalam kandungan tidak diakui dan dia campakkan begitu saja. Bahkan, kursi pengantin yang menjadi miliknya, diganti oleh orang lain.
Bagaimana, Maya menjalani hidup? Apalagi, hadirnya malaikat kecil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Musuh dalam selimut
Satu hari berlalu, begitu saja. Pagi ini, Sandra dan Zamar, pulang dikediaman. Mereka disambut oleh Resti dihalaman rumah. Dua pengantin baru, tersenyum profesional, meski tak bergandengan tangan.
"Kalian, sudah sarapan?"
"Sudah, Ma."
"Baguslah. Kemarin, orang dari rumahmu, membawa pakaian dan beberapa barang milikmu. Mama sudah meminta pelayan, untuk merapikannya."
"Terima kasih, Ma. Sandra hanya akan berganti pakaian, lalu ke kampus. Aku sudah banyak ketinggalan, mata kuliah."
Dua wanita, berbeda usia, kini berjalan masuk dalam rumah. Sementara Zamar, sudah tak terlihat.
Sandra masuk dalam kamar, masih ditemani sang ibu mertua. Didalam, Zamar mematung diatas balkon, dengan salah tangannya masuk dalam saku celana.
"Za. kenapa, meninggalkan istrimu? Seharusnya, kau mengajaknya masuk kamar."
Tidak ada jawaban, Zamar hanya menoleh dengan tatapan biasa. Lalu, kembali menatap keluar.
"Tidak apa-apa, Ma."
"Ya, sudah. Mama keluar dulu."
Kini mereka tinggal berdua. Sandra, membuka lemari dan mengambil pakaiannya.
"Bulan madu, apa yang akan kau katakan pada orang tua kita?"
"Aku sudah mengatakannya, kalau aku tidak bisa. Minggu depan, aku sudah harus magang selama dua bulan. Semester ini, aku sangat sibuk hingga wisuda nanti."
"Aku pergi dulu. Nanti, supir yang akan mengantarmu."
Sandra hanya mengangguk, membiarkan Zamar keluar kamar. Saat pintu tertutup, Sandra terkulai diatas tempat tidur. Beban mental dan pikiran, mulai mengikis psikisnya. Bagaimana ia akan menghadapi teman-temannya, dikampus? Selama ini, ia sebagai sahabat Maya, tapi justru menikahi tunangan sang sahabat.
🍋
🍋
"Wow, bukankah ini ibu peri kita?" Gadis-gadis, yang biasa mengusik Maya, kini beralih pada Sandra. Dan jumlah mereka, lebih banyak dari biasanya.
"Minggir!" Sandra mencoba mendorong tubuh Safira, namun kalah tenaga.
"Hei, semuanya!" teriak Safira. "Lihat, pelakor kita hari ini." Safira menyipitkan mata. "Benar-benar, sampah!"
"Jaga mulutmu!"
"Kenapa? Kau tidak terima? Berpura-pura menjadi ibu peri untuk Maya, lalu menikamnya dari belakang. Kau menjijikkan."
"Aku bilang tutup mulutmu!" teriak Sandra dengan wajah memerah. "Kau tidak tahu apa-apa. Jadi, menyingkirlah!"
"Jangan munafik, Sandra! Kami memang tidak menyukai Maya. Tapi, kami tidak pernah berpikir untuk merebut miliknya. Kau berwajah malaikat, tapi mematikan. Kau terlalu kejam. Apa merebut tunangannya, tidak cukup untukmu? Sampai, kau harus membuatnya keluar dari kampus."
Deg.
"Ap-apa maksudmu?" Suara Sandra bergetar.
"Masih berpura-pura? Sebaiknya, kau menutup wajahmu. Kau tidak tahu, bagaimana semua orang menatap jijik padamu."
Para gadis, itu akhirnya pergi, dengan menyenggol bahu Sandra yang hampir saja terjatuh. Pikirannya blank. Ia pikir masih bisa bertemu Maya, meski ia tidak tahu harus menjelaskan apa padanya.
Sepanjang pelajaran, Sandra sama sekali tidak fokus. Pikirannya tertuju pada hal lain.
"Semuanya. Pembagian kelompok magang sudah diumumkan didepan. Kalian bisa mengeceknya!" ujar sang dosen, sebelum keluar ruangan.
Mahasiswa dalam ruangan, berangsur keluar. Tak sabar, melihat pembagian kelompok. Sandra memilih untuk menemui Zamar, meminta penjelasan.
🍋
🍋
"Kenapa kau tidak bilang padaku, kalau Maya keluar dari kampus?" teriak Sandra, dengan menahan air mata yang nyaris jatuh.
"Jadi, dia memilih menyerah?" Zamar menyeringai, yang tidak dimengerti oleh Sandra tentang ucapannya. "Aku hanya mencabut beasiswa Maya, bukan memintanya keluar dari kampus. Jika akhirnya, dia menyerah dan pergi, maka itu adalah pilihannya."
"Zamar. Apa kau tidak keterlaluan? Kau menghancurkan impian Maya, satu-satunya. Kau tidak mengerti, bagaimana ia berjuang, agar bisa terus melanjutkan pendidikannya."
"Lalu, bagaimana denganku?" Zamar menunjuk dirinya. "Kau tidak tahu rasanya, mendapat kejutan yang membuatmu ingin membunuh orang."
"Zamar, _"
"Cukup. Jangan membahasnya lagi! Dia memilih pergi dan itu lebih baik. Kau fokus pada kesepakatan kita, maka semuanya akan baik-baik saja."
Sandra akhirnya bungkam dan memilih pergi. Ia butuh alkohol, untuk meredakan emosinya. Sekarang, beban dan rasa bersalahnya, serasa makin berat.
Di kampus, Sandra memperhatikan kertas-kertas yang tertempel di papan pengumuman. Ada banyak nama dan instansi magang yang akan dituju.
"Sayang sekali, kau satu kelompok denganku!" Safira menepuk bahu Sandra. "Tapi, maaf. Kau tidak diterima!"
"Kau pikir, aku sudi!"
"Hahahaha, sombong sekali! Kau pikir ada yang mau mengajakmu bergabung? Mereka terlalu takut, kau merampas kekasih mereka."
Plak.
Sandra sudah habis kesabaran. Tatapan nyalang, diberikan pada Safira. Gadis itu, membelalak lalu membalas tamparan Sandra.
"Aku kembalikan!" Plak, plak.
Pertengkaran mereka, mengundang banyak penonton. Mereka berdiri menyaksikan, tanpa berniat melerai.
"Apa maumu?" Tangan Sandra terkepal, menahan perih di kedua pipinya.
"Mauku?" Safira menunjuk dada Sandra, dengan telunjuknya. "Kau keluar dari kampus. Kehadiranmu, mencemarkan nama kami. Apa kau tidak malu, menampakkan wajahmu disini? Semua orang tahu, Zamar bertunangan dengan Maya. Semuanya tahu, kau menjadi sahabatnya, selama ini. Tapi, kau menikahi tunangan sahabatmu. Lalu apa yang kau tunjukkan selama ini? Menawarkan persaudaraan, tapi membunuhnya dari dalam. Kau ular beracun!" teriak Safira dengan lantang, agar terdengar oleh semua penghuni kampus.
Bibir Sandra tertutup rapat. Ia tidak mampu membantah, karena kenyataan memang seperti itu.
"Kenapa kau diam? Aku benarkan? Sebaiknya, kau keluar, seperti kau mengusir Maya. Jika tidak, hidupmu tidak akan tenang. Kau pikir, dengan merebut tunangannya, kau sudah menang. Tidak, sayang. Kau kalah! Karena pada dasarnya, kau mengakui, kau tidak mampu, hingga mengambil milik orang lain."
Safira berdecih, lalu mengajak para gadis pengikutnya, untuk pergi. Bisik-bisik, para mahasiswa lain, membuat Sandra mematung. Air matanya, sudah mengalir jatuh.
🍋
🍋
Sepanjang jalan, Sandra terus membisu. Pandangannya kosong dengan beban pikiran yang menggunung. Seharusnya, ia tidak menyetujui permintaan Zamar. Namun, ia juga tidak punya pilihan.
May, kau ada dimana? Kau pasti membenciku, bukan?
"Nona, Anda mau kemana? Kita sudah tiga kali, melewati jalan ini."
"Antar aku, ke taman kota."
Sandra duduk dibangku kayu, dengan rerumputan hijau dan tanaman bunga, didepannya. Beberapa, Anak-anak berlarian, melewatinya.
"May, sudah tiga minggu. Apa kau baik-baik saja? Kau ada dimana?"
Sandra berbicara seorang diri, dengan mata yang basah. Hari ini, sangat membuatnya terpuruk. Akhirnya, senja dengan matahari yang sudah hampir tenggelam. Sandra menumpahkan kesedihannya, ditempat ini. Pernikahan ini, hanya membuat batinnya terluka. Lalu, bagaimana ia akan melepas rantai yang mengekang kedua kakinya?
Diperjalanan pulang. Sandra memperbaiki riasan di wajahnya. Ia tidak ingin sang ibu mertua, melihat penampilannya yang sembab.
Di halaman rumah, Zamar baru saja tiba. Terlihat, masih ada Huan didepan.
"Kau dari mana?"
"Aku mampir di taman, menenangkan hatiku." Sandra berjalan melewati Zamar, namun tangannya diraih, oleh sang suami.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu? Katakan!"
"Aku baik-baik saja. Aku akan melakukannya dengan baik. Setelah satu tahun, biarkan aku, pergi!" Sandra melepaskan tangan Zamar, lalu berjalan masuk.
🍋 Bersambung.
Penggambaran suasana slain tokoh2nya detil & aku suka bahasanya.
Tapi sayang kayaknya kurang promo deh dr NT.
Tetaplah semangat berkarya thor, yakinlah rezeki ga kemana..
Tengkyu n lap yu thor...
biar jd penyesalan