NovelToon NovelToon
Terjerat Hasrat Sang Psikopat

Terjerat Hasrat Sang Psikopat

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Konflik etika / Cinta Paksa / Psikopat itu cintaku
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ira Adinata

Kehidupan Hana baik-baik saja sampai pria bernama Yudis datang menawarkan cinta untuknya. Hana menjadi sering gelisah setelah satu per satu orang terdekatnya dihabisi jika keinginan pemuda berdarah Bali-Italia itu tidak dituruti. Mampukah Hana lolos dari kekejaman obsesi Yudis? Ataukah justru pasrah menerima nasib buruknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aroma Kenangan

Hana kembali lagi ke kediaman Bu Laras keesokan harinya. Wajahnya berseri-seri tatkala menginjakkan kaki ke rumah mewah itu.

Sebelum mengerjakan tugasnya sebagai asisten rumah tangga, gadis itu diperlihatkan beberapa ruangan oleh Bu Laras. Mata Hana tak henti-hentinya terkesima melihat berbagai barang mewah, mulai dari furnitur sampai berbagai hiasan seperti guci antik dan vas bunga dengan desain menarik.

Ketika sampai di lantai dua, Bu Laras menunjukkan berbagai jenis bahan parfum yang akan diracik sebelum diedarkan ke tokonya yang tersebar di banyak daerah.

"Nah, khusus ruangan ini, kamu cukup bersihkan debu di mejanya. Kalaupun harus dirapikan dan disusun ulang, itu cuma atas perintah dari saya langsung. Mengerti?" terang Bu Laras.

"Mengerti, Bu," sahut Hana, mengangguk cepat.

"Kalau kamu penasaran dengan aroma dari parfum-parfum ini, kamu bisa cek saja di galeri bawah, dekat ruang tamu. Tapi dengan satu syarat, harus bersama Demian, jangan mengeceknya sendiri," imbuh Bu Laras, menekankan.

Hana mengangguk cepat.

"Baiklah, kalau begitu selamat memulai hari baru di rumah saya. Saya harap, kamu nggak berbuat macam-macam. Ingat, banyak CCTV yang memantau gerak-gerik kamu. Sekali saya kamu kedapatan mencuri barang, entah itu perhiasan atau parfum mahal, saya nggak akan segan-segan memberhentikan kamu hari itu juga. Ngerti?"

"Baik, Bu. Saya janji, nggak akan mengecewakan kepercayaan Ibu."

Bu Laras tersenyum tipis seraya berkata, "Saya pamit pergi dulu. Ada pertemuan penting di kantor pusat."

"Silakan," ucap Hana membalas senyum Bu Laras.

Selepas Bu Laras pergi, Hana bergegas melakukan tugasnya. Mulai dari cuci piring, cuci baju, menyapu, sampai mengepel lantai. Ia mengerjakan segalanya dengan telaten.

Menjelang siang, Hana mengambil beberapa bahan makanan seperti sayur-sayuran dan daging ayam di kulkas. Dipotongnya wortel dan buncis, lalu menyiapkan ayam potong untuk dijadikan sayur sop.

Dari belakang Hana, muncul Demian yang baru saja bangun, berjalan ke dapur. Sesekali, pemuda itu menggeliat sambil menguap.

"Good morning, Kak Hana. Rajin banget udah ada di sini. Nggak nanti sore aja datang kemari?" sapa Demian, sembari menggaruk-garuk kepala.

Hana yang sedang merebus air untuk membuat sayur, menoleh sebentar pada Demian. "Hari pertama kerja harus semangat. Jadi, Kakak datang ke sini pagi-pagi."

"Oh, baguslah kalau gitu," kata Demian, lalu membuka kulkas dan mengambil sebotol air dingin.

Hana yang baru saja merebus daging ayam potong ke dalam panci, berbalik badan dan menghampiri Demian. "Kamu baru aja bangun. Apa nggak sebaiknya minum air hangat?"

Demian yang baru selesai meneguk air dingin langsung dari botol, mengernyitkan kening ketika menatap Hana. "Apa bedanya? Perut aku suka ngerasa kebakar kalau minum air hangat pagi-pagi."

"Gitu, ya."

"Oh, ya, Kak Hana. Udah lihat-lihat parfum di galeri Mama belum? Kali aja Kakak mau parfumnya satu," tawar Demian.

"Ah, nggak usah. Kakak ke sini mau kerja, bukan beli parfum," tolak Hana sungkan.

"Nggak apa-apa, anggap aja ini hadiah sambutan selamat datang buat Kakak," ujar Demian, sambil memasukkan botol ke dalam kulkas.

"Tapi ... Kakak nggak enak kalau dikasih secara cuma-cuma," dalih Hana, merasa semakin malu.

"Tenang aja. Aku juga suka ngasih cuma-cuma ke temen. Ayolah! Mau nggak nih?"

Hana mengangguk, lalu mengecilkan api kompor sebelum akhirnya mengikuti Demian menuju galeri parfum dekat ruang tamu.

Demian membuka pintu kecil, berjalan menuju lemari penyimpanan parfum yang sudah diracik sang ibu. Diambilnya beberapa botol parfum kecil dengan aroma berbeda, kemudian menunjukkannya pada Hana.

"Silakan dipilih aja, Kak," ujar Demian.

Dengan sungkan, Hana membuka salah satu botol parfum dengan tutup berwarna merah. Aroma melati yang semerbak dan menyengat begitu mengganggu indra penciumannya. Ditutupnya kembali botol itu, lalu mengambil parfum lainnya. Kali ini, Hana menghidu aroma lavender yang membangkitkan kerinduannya pada seseorang.

"Alin ...," desis Hana sambil termangu.

"Gimana? Kakak suka sama parfum yang itu? Ambil aja. Nggak nyangka, selera Kakak sama kayak pacar abang gue," tutur Demian, tersenyum lebar.

"Pacar abang?" Hana tertegun sambil mengerutkan dahinya. "Bukannya kamu ini anak semata wayang Bu Laras, ya? Tadi Bu Laras sempat ngobrol kalau anaknya cuma satu."

"Hehe ... sebenarnya gue punya saudara tiri beda ibu. Dia lahir enam bulan lebih dulu dari gue. Gue juga sempet ngajak pacar abang gue ke sini buat pilih-pilih parfum. Dia milihnya yang aroma lavender itu," jelas Demian diiringi tawa kecil.

"Oh." Hana tersenyum simpul. "Sebenernya Kakak nggak begitu suka dengan aroma lavender, cuma ... parfum ini kayak mengingatkan Kakak sama mendiang teman. Namanya Alin. Tiap ketemu dia, pasti nyium aroma ini."

"Wah, pasti membekas banget, ya, aromanya di hati Kakak," celetuk Demian.

Hana tersenyum pahit saat melihat kembali botol parfum di tangannya.

"Oya, tadi Kakak bilang nama teman Kakak itu Alin, ya? Apa jangan-jangan, dia orang yang sama dengan korban pembunuhan teman setongkrongan gue?"

Tercengang Hana mendengar pertanyaan Demian. "Iya, Alin yang itu! Emangnya kamu kenal sama para pelaku awal yang membunuh Alin?"

Demian mengangguk, Hana terbelalak.

"Bentar, ada pesan masuk di hape Kakak." Hana buru-buru membuka ponsel dan menyalakan fitur perekam suara. Ia memasukkan lagi ponsel ke saku apron, lalu menatap Demian lebih serius. "Coba kamu ceritain, sedekat apa kamu sama mereka. Tadi kamu bilang, para pelaku pembunuhan itu teman satu tongkrongan kamu."

"Iya, mereka emang suka nongkrong bareng gue. Main ke klub malam, terus transaksi cimeng buat dibagiin sama anak-anak geng motor," jelas Demian.

"Transaksi cimeng? Jadi, mereka semua mengonsumsi barang adiktif juga?"

"Bukan mengonsumsi, tapi menjual doang. Kakak tau Yudistira Winata? Cowok yang pakai kacamata itu, yang mahasiswa fakultas kedokteran. Nah, gue belinya dari dia. Dia tuh sebenernya suka diam-diam ngambil bubuk sama cimeng dari gudang bokapnya buat dijual lagi ke mahasiswa lain."

Fakta baru mengenai Yudis membuat Hana semakin penasaran. "Selain jual barang haram, dia jual apa lagi?"

"Yang gue tau cuma itu aja, sih. Bli Yudis ini terkenal paling cerdik dari keempat pelaku lain. Jadi, sekalipun dia ngedarin cimeng di tempat rame, dia nggak bakal ketauan busuknya."

"Hm ... kalau soal Anwar, gimana? Kamu suka nongkrong juga sama dia?"

"Iya, kadang-kadang. Dia tuh orangnya agamis banget, bahkan sempat melarang gue buat pacaran sama adiknya. Tapi, tetap aja, berkat kegantengan gue yang hakiki ini, adiknya Bang Anwar bisa jadian sama gue," tutur Demian, sambil berlagak merapikan rambut. Sok ganteng.

Hana menahan tawa tatkala melihat tingkah menggelikan Demian. "Terus, apa lagi yang kamu tau tentang Anwar? Menurut kamu, apa mungkin Anwar jadi pelaku utama pemerkosaan dan pembunuhan Alin?"

"Hm ... kalau itu, sih, gue agak ragu. Soalnya, gue sempat dijadiin tempat curhat sama Bang Anwar, kalau dia tuh naksir cewek sekampusnya. Cuma, berhubung dia menjaga batasan, dia bertekad buat halalin cewek yang ditaksirnya kalau udah kerja nanti. Tapi, sejak beberapa hari sebelum kasus Alin ini terkuak, Bang Anwar jadi kelihatan galau melulu, bahkan mendadak keblinger ngaku jadi tersangka utama. Gue ngerasa nggak percaya aja, orang agamis yang menjunjung tinggi norma sosial jadi pelaku utama kejahatan. Kayaknya, cewek yang ditaksir sama Bang Anwar itu Kak Alin, deh."

Hana tersenyum-senyum setelah menyimak penuturan panjang Demian. Ia benar-benar tak menyangka, akan mendapatkan informasi dari putra semata wayang Bu Laras.

"Oh, ya. Kamu tau juga soal keluarga mereka? Apa benar, orang tua dari teman-teman setongkrongan kamu itu pernah bersekongkol buat membunuh seseorang?"

Belum sempat Demian menjawab, terdengar bel rumah berbunyi, disusul suara seorang pria memanggil Demian. Hana yang mengenali pemilik suara itu dengan baik, terkejut bukan main.

"Yudis?" desisnya lirih.

1
Putri vanesa
Pngennya hana sma yudis sih tpi yudisnya gtu iwww
Myra Myra
kasihan Hana...
Myra Myra
kasihan Hana...jht btl judis
heri mulyati
lanjut ya Thor dan semangat 💪💪💪👍
Putri vanesa
Ih makin penasaran kk
Ira Adinata: update tiap hari. stay tune aja 😄
total 1 replies
heri mulyati
lanjut Thor 💪💪💪
Ira Adinata: siap 💪
total 1 replies
heri mulyati
saya suka
Lovely Shihab
lanjut thor
Ida Saputri
belum ada kelanjutannya
Ira Adinata: lagi diketik
total 1 replies
gaby
Ga sudi menyentuh tubuh wanita yg pernah di sentuh pria lain maksudnya apa y?? Apa kalo Arum msh perawan dia mau nyentuh?? Itumah namanya bkn psikopat tp penjahat kelamin.
Ira Adinata: bisa iya, bisa enggak, tapi tujuan utama Yudis tetep membunuh Arum. penjahat kelamin? kenalan dululah sama Ted Bundy, psikopat yang memerkosa dan membunuh banyak perempuan.
total 1 replies
gaby
Aq baru gabung thor, tp knp dah lama ga up y?? Apakah novel ini berhenti gitu aja, ga mau di lanjutin lg??? Suka kecewa baca novel on going yg tiba2 hiatus
Ira Adinata: ini novel baru, sayang. novel hororku udah tamat bulan September lalu 😅
total 1 replies
ℍ𝕒𝕟𝕚 ℂ𝕙𝕒𝕟
Bener" psikopat sih Yudis, merinding lihat kelakuannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!